Mohon tunggu...
Cahya Saputra
Cahya Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Siliwangi, Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.

Singkatnya saya seorang mahasiswa yang sedang menggali dalamnya lautan pengetahuan, yang senantiasa menggali dan menghimpun pengalaman dan selalu menjadikan pengalaman sebagai guru bagi kehidupan. Sebenarnya saya tidak tau, layak atau tidaknya menerima label sebagai seorang mahasiswa, karena saya merasa belum bisa ikut berkontribusi bagi negara umumnya dan diri sendiri khususnya, karena menurut hemat saya, penamaan mahasiswa ini bukan sekedar embel-embel belaka, yang dinobatkan begitu saja kepada siswa yang berhasil mengikuti rangkaian kegiatan pengenalan lingkungan kampus, melainkan bagaimana kehormatan dan kebijaksanaan berfikir yang senantiasa menuntun untuk berfikir benar dan bertingkah laku benar, sehingga pada giliranya setiap orang yang bergelar "Mahasiswa" harus bisa membawa sedikitnya perubahan bagi diri sendiri, dan besarnya bisa berguna bagi kehidupan orang lain. Hallo, saya Cahya Saputra seorang putra yang lahir dari 2 orang terkasih, mereka adalah Aah Ahidin dan Lina Marlina, saya lahir pada 03 Mei 2005, Selasa. Saya gemar berfikir akan bagaimana kelak saya bisa hidup berguna, maka dari itu menulis adalah salah satu implementasi saya untuk berupaya mewujudkan tujuan hidup saya. Senantiasa "Bismillah", selalu diakhiri dengan "Hamdallah"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelisik Arti "Pamali", Sebagai Aturan dan Warisan Kebudayaan

27 Agustus 2024   21:44 Diperbarui: 27 Agustus 2024   23:07 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pamali merupakan kata yang sangat sering terdengar dan diucapkan oleh orang tua yang hendak melarang anaknya melakukan suatu hal yang dianggap akan mendapatkan sebuah konsekuensi jika hal tersebut dilanggar. Pada dasarnya sebuah larangan tidak akan muncul apabila tidak ada sebuah pengalaman yang membuktikan bahwa hal tersebut memang patut untuk tidak dilakukan karena akan menghasilkan sebuah kerugian bagi para pelakunya. Berdasarkan pengertian tersebut, bisa dikatakan bahwa munculnya sebuah ucapan yang dibarengi dengan kata pamali diciptakan berdasarkan hasil dari pengalaman orang tua terdahulu yang kemudian diwariskan berdasarkan kepedulian kepada para keturunannya agar tidak ikut merasakan buah dari hasil kesalahan.

Menurut Hidayat pamali adalah sebuah konsep, yakni sebuah rancangan yang meliputi pembatasan mengenai sesuatu hal agar tersusun. Dalam hal ini konsep yang dimaksud adalah sebuah konsep larangan, yaitu sebuah rancangan terhadap suatu pola perilaku agar tidak berlebihan dan lebih terarah dalam melakukan suatu hal, karena sebuah pola perilaku akan terus menerus diimplementasikan dalam kehidupan sehari hari sehingga akan menjadi sebuah kebiasaan (etos).

Pentingnya menanamkan ajaran akhlak yang baik sudah dipikirkan oleh para leluhur yang berbudi luhur yang menginginkan keturunannya menjadi sebuah generasi yang cemerlang. Berkaitan dengan konsep tersebut Yayuk mengatakan bahwa pamali merupakan folklor yaitu sebuah kebudayaan yang sama sama dipercayai dan ditaati sebagai hasil pemikiran orang tua terdahulu.

Sehingga terciptalah sebuah hubungan timbal balik antara leluhur dengan keturunannya, leluhur yang berperan sebagai pencipta sebuah konsep Pamali dan keturunannya sebagai ahli waris hasil yang tercipta dari sebuah rasa kepedulian yang akan terus diwariskan terhadap generasi berikutnya. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa peranan leluhur sebagai pewaris kebudayaan memanglah erat kaitanya dengan peristiwa sejarah yang tentunya sebuah peristiwa sejarah tidak hadir begitu saja melainkan ada sebuah latar belakang yang menciptakannya.

Ucapan Pamali tidak semua menyatakan suatu larangan, tetapi setiap muncul kalimat yang dibarengi dengan kata Pamali akan selalu diawali dengan sebuah kata yang diambil dari bahasa Sunda 'Ulah!' yang memiliki arti 'Jangan' hal tersebut menjadi sebuah alasan kenapa Pamali memiliki makna larangan, berikut contoh kalimat Pamali, "ulah diuk dina lawang panto pamali, bisi nongtot jodo!" ("jangan duduk diambang pintu pamali, nanti susah jodoh"), kalimat tersebut memang sukar sekali untuk ditafsirkan, karena jika dianalisis menggunakan logika tentu hal tersebut tidak ada kaitannya antara tempat atau posisi duduk dengan nasib jodoh, namun jika dilihat dari sudut pandang lain larangan tersebut bisa saja dikaitkan dengan adat kebiasaan, jika ada tuan rumah yang duduk diambang pintu tentu hal tersebut akan membuat sungkan orang yang akan bertamu, bisa saja tuan rumah memberikan pesan tersirat melalui duduk diambang pintu tersebut sebagai tanda bahwa tuan rumah tidak ingin kedatangan tamu. Contoh lain seperti, "awewe mah ulah sok ulin ti peuting, pamali!", ("perempuan jangan suka keluar malam-malam untuk main, pamali!"), terdapat sebuah pesan moral yang terkandung dalam ucapan tersebut yaitu perempuan yang suka keluar malam akan di pandang sebagai perempuan yang kurang baik karena lazimnya seorang perempuan seharusnya lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam rumah untuk menjaga kehormatan dirinya sendiri, hal ini sangat bertolak belakang dengan perempuan di zaman sekarang yang kebanyakan menghabiskan waktunya di luar, dan banyak sebuah kasus perempuan yang hamil diluar nikah hal ini dibuktikan dengan perkataan kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) "anak muda sekarang kini harus mengerti tentang pendidikan seksual" (Hasto Wardoyo, 2023). Hal tersebut diperkuat dengan hasil sebuah riset BKKBN yang mengatakan ada kurang lebih 50 ribu anak menikah dini karena mayoritas hamil di luar nikah. Hal ini bisa menjadi sebuah jawaban bahwa sebuah konsekuensi pasti akan diterima bagi para pelanggarnya. Ada Pula sebuah pamali yang memberikan sebuah pesan tersirat mengenai etika terhadap orang tua, berikut contohnya, "ulah sok ngalawan ari dipapatahan ku kolot teh pamali!", ("kalau dinasehati orang tua jangan melawan,pamali!"), dalam ucapan tersebut ditanamkan sebuah ajaran kesopanan anak terhadap orang tua, kemudian ada pula ucapan pamali yang mempunyai makna tersirat mengenai kesehatan, "ulah ngadahar tunggir hayam budak mah, pamali!", ("anak kecil jangan makan brutu ayam, pamali!"), brutu ayam merupakan tempat keluarnya kotoran ayam, tetapi jika dibersihkan dengan higienis tentu brutu ayam merupakan olahan makanan yang mengandung gizi, vitamin B3, dan membantu pembentukan sel dan otot. Namun, jika dikonsumsi secara berlebih tentu akan menimbulkan efek samping yang serius seperti; meningkatkan kolesterol, memicu penyakit kardiovaskular (penyakit jantung), menyebabkan obesitas dan meningkatkan resiko terkena penyakit kanker (dr. Setiawan A.W,dalam Hallo dok, 2023). Dalam kasus tersebut bahwasanya ucapan pamali tidak hanya sekedar larangan semata, melainkan selalu ada makna tersirat didalamnya, baik berupa penanaman etika dan budi pekerti yang baik, bahkan mencakup ilmu kesehatan.

Pamali selalu menjadi sesuatu yang pasti diucapkan ketika hendak melakukan sesuatu yang dianggap kurang baik, melakukan sesuatu sama artinya dengan beraktifitas, dalam hal ini tentu manusia tidak mungkin berhenti untuk beraktivitas, maka kata pamali akan terus menjadi makanan pokok bagi mereka yang terus beraktifitas. Selama manusia mulai bernafas pasti akan terus beraktifitas baik positif maupun negatif, sehingga kata pamali akan terus mendampingi hingga manusia tidak lagi beraktifitas, hal tersebut akan terus mendominasi sebuah pola pikir sehingga seseorang sangat memegang erat sebuah kebudayaan yang diwariskan leluhurnya.

Hal tersebut akan membuat sebuah Paradigma baru bagi seseorang yang menanamkan kebudayaan tersebut, paradigma merupakan suatu kumpulan atau seperangkat pemikiran, konsep, nilai asumsi dan praktik yang membentuk sebuah pola pikir dan pendekatan untuk membedah sebuah fenomena. Dalam hal ini sebuah kata pamali sangat berperan untuk menjadi sebuah pembatas dalam menjalankan sesuatu, karena pamali merupakan sebuah konsep yang membenahi tatanan kehidupan melalui kalimat-kalimat pantangan. Menurut Amier Daiem Indrakusuma dalam bukunya yang berjudul 'Pengantar ilmu pendidikan' aturan merupakan rentetan dari norma yang harus ditaati pada situasi tertentu, dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) aturan merupakan sesuatu yang diciptakan oleh individu maupun kelompok dengan tujuan untuk menciptakan suatu rangkaian menuju kebenaran, dari kedua pengertian tersebut sangat relevan dengan konsep pamali yang diungkapkan penulis, bahwa pamali merupakan kalimat pantangan yang menuntun terhadap suatu norma supaya terciptanya sebuah kebenaran, dan pamali merupakan sebuah aturan yang paling ampuh karena mencakup unsur kebudayaan yang kemudian dianggap mengandung ajaran ajaran leluhur sehingga eksistensi pamali sangat dijaga oleh para keturunannya (Helmina Kastanya, dalam Artikel Norma Lisan Masyarakat, 2016).

Masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan yang diwariskan oleh leluhurnya, hal ini dibuktikan dengan riset Kemendikbud yang mengatakan bahwa terdapat kurang lebih 1728 warisan kebudayaan tak benda yang tercatat, artinya masih banyak sebuah kebudayaan yang belum tercatat baik benda maupun tak benda. Menurut Davidson warisan kebudayaan merupakan hasil berupa produk baik fisik maupun tradisi-tradisi berupa manifestasi dari masalalu yang ada dalam jati diri suatu individu maupun kelompok, sedangkan menurut Koentjaraningrat kebudayaan merupakan seperangkat sistem baik berupa gagasan maupun suatu tindakan yang diperoleh hasil dari pemikiran manusia dan digunakan di masyarakat, dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa warisan adalah sesuatu yang diturunkan kepada ahli warisnya baik berupa benda maupun tak benda, sedangkan kebudayaan adalah suatu produk hasil dari pemikiran manusia yang bersumber dasar dari pengalaman dan yang berkembang di masyarakat, dari kedua pengertian tokoh tersebut berhasil membuktikan bahwasanya kata pamali adalah sebuah warisan kebudayaan, karena pamali berisi tentang gagasan yang merujuk pada suatu tindakan sehingga pamali dikatakan sebagai aturan.

Aturan akan selalu ada disetiap lingkungan, sehingga pamali akan terus digunakan sebagai acuan bagi tatanan kehidupan, secara tidak langsung pamali akan otomatis turun kepada generasi berikutnya karena ketika manusia mulai beraktivitas maka disitulah aturan ditegakan. Dan hal inilah yang menjadikan eksistensi pamali tetap terjaga hingga saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun