Mohon tunggu...
Cucu Cahyana
Cucu Cahyana Mohon Tunggu... Administrasi - Guru Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing

Urang Sunda, Suka Baca, Bola, Biru...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Spring #5] First Sight Part 3

31 Desember 2011   14:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:31 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

[caption id="attachment_152976" align="alignleft" width="300" caption="(Bijou dan Hamtaro; deviantart.com)"][/caption] "Sweet Bijou?". Sepertinya memang cocok dengan karaktermu. Paling tidak itu sesuai dengan kau yang kukenal sekarang ini. Bijou, hamster manis berpita biru, care, touchy dan sedikit sombong. Ya, karenamu, belakangan aku begitu lekat dengan warna biru. Belakangan aku sering menggumamkan embel-embel "manis" saat mengingatmu. Belakangan kau memang cukup sombong, membalas sms-ku yang pura-pura salah kirim pun tak mau, meski hanya untuk membalas "salah kirim ya Kak?". Ah, kalian berdua memang satu karakter, Kamu dan Bijou. Selesai kuisi biodata, seorang petugas di sampingmu memanggilku. Matanya tajam memandang, hingga bagian hitam matanya persis di sisi kanan semua. Alisnya mengerung, nafasnya memburu kasar sekali. Sorot tajam itu tertahan tepat padaku (kuhitung sesuai jam berdetik) satu, dua, tiga, empat, lima dan tepat detik ke enam ia sukses menghujamkan sorot tajam itu ke mata, otak dan hatiku, setali tiga uang. CLEB! "Sepertinya dia jelmaan nenek sihir" pikirku. Jangan-jangan dia menyamar sebagai panitia donor, setelah itu dia campur darah-darah para donor dengan ramuan jahat miliknya. Lalu setiap penerima darah donor akan teracuni ramuan jahat itu. Lalu, mereka berubah menjadi zombie, raksasa jahat, drakula, vampir dan sejenisnya. Lalu.... gawat, gawat, gawat, aku harus segera bertindak. Aku harus menyelamatkan semua pendonor, panitia, dokter dan tentunya kamu, Sweet Bijou-ku. Caranya? Dalam waktu sepersekian detik kuketikan kalimat: "yang ditakuti nenek sihir" di search-engine otakku. Keluarlah sebuah laman di otakku. Dalam sepersekian detik itu juga kubaca isi laman: "Menurut mitos, nenek sihir paling takut dengan kucing...bla..bla..bla...". Kucing? ada kucing kah di tempat ini? oh, mana mungkin ada kucing yang ikut kegiatan donor darah di sini. Duh, bagaimana ini? aku semakin panik. Bahaya! bahaya! bahaya! Hey, Sweet Bijou cepat lari! Hatiku berteriak-teriak sendiri tanpa ada suara keluar dari mulut sedikitpun. Ah, kamu masih belum sadar juga Sweet Bijou. Payah, payah, payah. "Hey, ayo cepat sadar! sadarlah! sadar!" "Mas sadar mas! Mas! sadar!". Ternyata nenek sihir itu memanggil-manggilku. Sepertinya, tadi dia memanggilku dan menanyakan sesuatu. "Ditakoni kok rak njawab". Nenek sihir itu menggerutu. Bagiku gerutuannya terlihat seperti rapal mantra saja. Jangan-jangan... "Nih, golongan darahnya ditulis dulu! bahaya kalau salah donor nanti. Mau donor darah kok gak jelas golongan darahnya apa?". Kulihat ke arahmu, ada sesuatu yang aneh... "Hey Hamtaro, apa golongan darahmu hah?!" tiba-tiba raut mukamu berubah. Kulit sawo matangmu menghijau, seperti tokoh shrek. Hidungmu memanjang, begitu juga kupingmu. Bibirmu, bibir yang tadinya lucu seperti Bijou itu... semakin lebar, lebar dan lebar, lebih lebar dari bibirnya semar.  Kulihat sekeliling, semua panitia juga sudah berubah menjadi sepasukan zombie. "Ampun Bijou. Aku belum tahu golongan darahku. Sebenarnya sudah dari dulu aku mau periksa golongan darah, tapi nggak jadi terus. Aku selalu takut jarum suntik. Maksudku, aku takut saat dokter mau menusukan lancet ke jariku, pasti sakit sekali. Kamu juga takut kan sama lancet? Lancet itu seperti taring drakula yang akan menghisap darah kita sampai habis, iya kan?". Aku meracau sejadi-jadinya. Meski aku lelaki, tak malu kuakui semua ketakutanku akan jarum suntik dan sejenisnya di depanmu. Demi mendengar pengakuanku itu, tiba-tiba wujudmu kembali seperti sedia kala. Begitu juga dengan panitia, dokter dan petugas lainnya yang tadi berubah menjadi zombie. Kecuali nenek sihir itu, bagiku tetap terlihat menyeramkan. "Hihihi..." hampir saja kau tertawa lepas mendengar pengakuanku itu. "Masak sih Kak, sampai separno itu dengan jarum suntik". Katamu sambil meneruskan tawa. Oh my... apa yang telah kulakukan. Apakah tadi, tanpa sadar, aku telah berbuat sesuatu yang memalukan? bukankah setelah ini akan ada kejadian yang lebih memalukan lagi? Bersambung... Cerita sebelumnya...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun