Mohon tunggu...
Cucu Cahyana
Cucu Cahyana Mohon Tunggu... Administrasi - Guru Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing

Urang Sunda, Suka Baca, Bola, Biru...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Red Riding Hood; Si Cantik Bertudung Merah

17 Mei 2011   17:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:32 2211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul : Red Riding Hood Penulis : Sarah Blakely-Cartwright Penerjemah : Nuraini Mastura, Putra Nugraha, Sujatrini Liza Penerbit : Mizan Fantasi Cetakan : Pertama, April 2011 Tebal Buku : 370 halaman Format : 14 x 21 cm Kategori : novel ISBN : 978-979-433-616-8

“Kisah merupakan bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para penyimaknya dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa” begitu kesimpulan Manna’ Khalil al-Qattan, dalam buku best seller-nya Mabahis fii ‘Ulumil Qur`an. Di tengah kondisi masyarakat-bangsa ini mengalami krisis keteladanan, sebuah kisah atau dongeng kiranya menjadi media yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai luhur budi pekerti ke dalam jiwa seseorang.

Penanaman nilai-nilai budi pekerti melalui sebuah kisah sebenarnya merupakan tradisi klasik, seperti halnya dongeng pengantar tidur untuk anak-anak. Sayang, tradisi baik ini telah banyak ditinggalkan. Namun demikian, sejak satu dekade silam, khususnya di Indonesia, tradisi itu mulai dihidupkan kembali melalui media buku. Salah satu kisah sarat hikmah itu adalah novel terbitan Mizan Fantasi, Red Riding Hood.

Novel tentang Si Gadis Bertudung Merah ini dikembangkan dari naskah film karya David Leslie Johnson oleh pemenang 2008 – 2009 MaryGordon Fiction Scholarship Award dan 2009 – 2010 Lenore Marshall Barnard Prize, Sarah Blakely-Cartwright. Alur ceritanya memberikan ‘ibrah mengenai bagaimana hidup di tengah paranoia sosial, bagaimana keberanian dalam menentukan pilihan-pilihan termasuk cinta dan pasangan hidup, keberanian dalam menghadapi rasa takut dan sebagainya.

Versi Baru yang Eksentrik

Menurut Catherine Hardwicke, sutradara filmnya yang juga adalah sutradara film Twilight, penulis novel ini (Sarah) adalah orang yang eksentrik, puitis (romantis) dan berselera humor yang memikat. Tentu hal ini turut berpengaruh pada cerita novelnya.

Red Riding Hood merupakan novel horror-thriller yang akan membuat pembacanya diliputi rasa penasaran bahkan setelah menghabiskan seluruh halaman dalam buku ini. Cerita horror yang lebih gelap dari cerita aslinya (cerita klasik The Litle Red Riding Hood). Pembaca akan dihanyutkan dalam fragmen-fragmen yang penuh emosi, dibalut kisah romantis bergaya klasik.

Daggorhorn, sebuah desa miskin di dasar lembah dan dikelilingi hutan. Di desa yang sebagian besar masyarakatnya dicekam rasa takut atas teror Sang Serigala, Valerie (si Red Riding Hood) merasa asing dan berbeda dari orang-orang desa. Penduduk Daggorhorn pun beranggapan sama, ia berbeda. Apalagi pasca Valerie kecil bertemu dengan Sang Serigala pada malam persembahan. Mengapa saat pertemuannya itu ia tidak dimangsa Sang Serigala? (18).

Sepuluh tahun berlalu, Valerie remaja berjumpa kembali dengan Peter, teman sepermainan masa kecilnya. Aneh, sejak kedatangannya berbagai peristiwa ganjil mulai terjadi. Puncaknya adalah kematian Lucie, kakak perempuan Valerie, yang tewas mengenaskan pada Malam Bulan Darah. Malam yang ditandai dengan bulan purnama yang memancarkan sinar kemerahan dan dipercaya sebagai tanda kemunculan Sang Serigala (81). Tragedi mengenaskan itu terjadi setelah Valerie, Lucie dan gadis-gadis desa menghadiri undangan Peter. Mungkinkah Peter adalah Manusia Serigala itu?

Keberadaan manusia serigala terungkap setelah Solomon, pimpinan serdadu pemburu manusia serigala datang. Solomon mengatakan bahwa Sang Serigala bukanlah serigala biasa melainkan manusia serigala (ware wolf). Menurutnya manusia serigala itu salah seorang penduduk Daggorhorn. Warga panik, ketakutan dan saling curiga. Benarkah yang dikatakan Solomon?

Paranoia Sosial

Jika kita baca dengan seksama, apa yang menimpa Daggorhorn akibat teror Sang Serigala adalah gambaran mengenai Paranoia Sosial. Paranoia merupakan penyakit mental di mana seseorang meyakini bahwa orang lain ingin membahayakan dirinya (Kamus Webster) dan ditandai dengan kecurigaan-kecurigaan irasional.

Fenomena paranoia sosial ini paling mencolok adalah di Amerika. Segala yang dianggap mengancam ditumpas habis. Afghanistan, Irak dan terakhir LIbia sebagai contoh. Tindakan-tindakan seperti ini tercermin pada tokoh Solomon. Jika dengan melenyapkan nyawa penduduk desa dapat membantunya menumpas Sang Serigala, ia akan lakukan. Padahal Solomon tidak pernah benar-benar tahu Sang Serigala.

Paranoia ini bisa diindikasikan dengan empat hal: 1. Adanya delusi; keyakinan palsu yang dipertahankan. 2. Adanya halusinasi atau persepsi palsu atau menganggap suatu hal ada dan nyata padahal kenyataannya hal tersebut hanyalah khayalan. 3. Adanya gangguan emosi. 4. Social Withdraw.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun