Mohon tunggu...
Cucu Cahyana
Cucu Cahyana Mohon Tunggu... Administrasi - Guru Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing

Urang Sunda, Suka Baca, Bola, Biru...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Suapan Ketiga, Ingat Uang tak Bawa…

24 Mei 2011   13:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:17 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya pada suapan ke berapa saya tak tahu persis, yang pasti, ini kejadian ke sekian kalinya. Modusnya sama, alih-alih ganti pakaian dompet ikut ketinggalan.


Setelah menjalani rutinitas jaga sekretariat seharian, saya kunjungi calon tempat kost baru di daerah Baciro, Yogyakarta. Harga sudah deal, tinggal tunggu penghuni lama menyerahkan kunci. Karena sudah deal, saya pun pamit.


Jam menunjukan pukul 16.30, pikir saya tanggung juga kalau langsung pulang ke kost. Jalan-jalan saja lihat-lihat buku ke Social Agency Baru (Toko Buku Diskon), dekat kampus. Ingat saya, di saku ada uang Rp. 50.000,- jadi meski nggak bawa dompet (sadar saku terasa kempes, nggak ada dompet terjejal di sana), kalaupun tertarik dengan sebuah buku dan harganya dibawah lima puluh ribu masih bisa terbeli lah, pikir saya. Ternyata buku yang membuat saya tertarik, disusun Philip K Hitti, harganya tiga kali lipat, Rp. 149.000. Garuk-garuk kepala meski tak gatal sambil nelan ludah….


Sudahlah, dibeli kapan-kapan saja bukunya. Apalagi bulan-bulan ini tabungan sudah diutak-atik untuk daftarin adik ikut SNMPTN. Tapi mata ini masih penasaran untuk sekedar mendaftar buku-buku baru, naiklah ke lantai 2. Mata ini pun langsung dimanjakan dengan buku-buku berbau sastra dengan cover yang WAH! cantik-cantik... Tambah ngiler.


Lelah mulai terasa setelah hampir 45 menit berkeliling, tanda waktu pulang sudah tiba. Turunlah dari lantai 2 dan langsung menuju ke tempat penitipan tas, tentu tanpa mampir ke kasir terlebih dahulu karena tak ada buku yang dibeli. Masih yakin kalau di saku ada uang Rp. 50.000,-


Adzan sudah berkumandang sementara perut juga keroncongan. Shalat / makan, shalat / makan? Akhirnya makan dulu yang dipilih, alasannya biasa, mendingan saat makan ingat shalat daripada sedang shalat ingat makan… hehe.. padahal biasanya juga ada saja yang tiba-tiba teringat saat shalat meski perut sudah kenyang…


Mampirlah di sebuah Rumah Makan Padang “Minang”, dapat rekomendasi dari teman kalau R.M. Padang ini harganya terjangkau dan masakannya enak.

“Makan sini apa dibungkus?” Tanya Abang pelayan

“Makan sini aja Bang!”

“Minumnya apa?”

“Jeruk anget”


Dengan pedenya saya duduk lalu melahap nasi padang itu. Tiba-tiba terdengar bisikan, “Coba dicek sakunya, bener nggak ada uang lima puluh ribu disaku?” dengan reflek tangan kiri langsung memegang saku celana yang sebelah kanan yang saya yakin di saku ini uang Rp. 50.000 itu bersemayam. Alhamdulillah, disaku terasa ada kertas terlipat. Cukup yakin kalau kertas yang terlipat itu adalah satu lembar Rp. 50.000.


Saya suapkan lagi nasi padang itu, dan yummy… nikmatnya! Tiba-tiba bisikan kedua terdengar lagi “Kamu yakin kertas yang terlipat disaku celana kananmu itu lima puluh ribu? Pastiin dong!” lagi-lagi tangan kiri terpaksa berjibaku mengeluarkan lipatan kertas dari saku celana kanan. Lumayan kesusahan karena tangan kanan sudah berlumuran kuah gulai, tak mungkin digunakan untuk merogoh saku.


Akhirnya, perlahan-lahan lipatan kertas itu bisa dikeluarkan, dan… CLING! Kok warnanya kuning ya? Saya mencoba meyakinkan diri sendiri kalau salah lihat, maklum suasana petang cukup remang. Ah, tetap saja kertas uang itu tak berubah warna menjadi biru setelah saya perhatikan dengan seksama. Hadeuuuuh… ternyata satu nol dari kertas yang saya yakini Rp. 50.000 itu tak ada, uang kertas itu Rp. 5.000…

Bingunglah awak jadinya. Bagaimana awak nak bayar? Berbagai strategi pun mulai disusun:


Strategi Pertama, Bilang sama Uni yang jaga kasir kalau dompet ketinggalan, minta izin dulu ngambil dompet ke kost-an; Tengsin… Uni nya lumayan cakep, masih muda pula…


Strategi Kedua, Jangan langsung bilang kalau dompet ketinggalan, pura-pura dulu pegang saku saja, terus dengan memelas bilang… “Aduh, maaf Uni ternyata dompet saya ketinggalan… Aduh, jadi malu.. nggak apa-apa kan kalau saya pulang dulu bawa dompet, nih HP deh jaminannya kalau saya bakal balik lagi”. Kalau si Uni setuju saya akan lanjutkan “Sekalian save nomornya Uni di HP itu ya…”


Strategi Ketiga, SMS temen, minta dia nganterin dompet. Sambil nunggu temen datang, makannya dilambat-lambatin.


Akhirnya,salah satu dari ketiga strategi pun saya pilih. Yang pasti selamat nggak sampai harus nyuci piring atau bersihin yang lain-lain seperti di film-film hehe.. Kira-kira strategi yang mana ya?


NB: terakhir kali lupa bawa dompet adalah saat kopdar anak-anak Canting di Greenz Café -nya Mas Tosse…. Haha… saat itu strategi yang dipilih yang nomor tiga..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun