Mohon tunggu...
Muhammad Cahya Candra Saputra
Muhammad Cahya Candra Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 23107030141

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

All Eyes On Rafah: Seruan Dunia untuk Mengakhiri Kekerasan dan Meningkatkan Bantuan Kemanusiaan

7 Juni 2024   18:24 Diperbarui: 7 Juni 2024   18:40 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"All eyes on Rafah" / SPORT.ES 

Rafah, sebuah wilayah di Gaza, telah menjadi fokus perhatian dunia dalam beberapa bulan terakhir. Wilayah ini telah menjadi korban serangan Israel yang berkepanjangan, mengakibatkan krisis kemanusiaan yang sangat serius. Dalam artikel ini, kita akan membahas kondisi Rafah, sejarahnya, dan implikasinya terhadap warga Palestina yang tinggal di sana.

Rafah adalah salah satu wilayah Gaza yang paling padat penduduknya, dengan sekitar 275.000 orang yang tinggal di wilayah seluas 64 km persegi. Wilayah ini memiliki sejarah yang kompleks, dengan perbatasan yang sangat penting untuk menyalurkan logistik obat-obatan dan jalur keluar masuk warga. Namun, perbatasan ini juga menjadi sasaran serangan Israel, membuat warga Palestina sulit untuk mendapatkan bantuan.

Rafah memiliki peran strategis dalam jalur suplai di Gaza, terutama dengan adanya Perbatasan Rafah yang menghubungkan Gaza dengan Mesir. Perbatasan ini sering menjadi satu-satunya pintu keluar-masuk bagi bantuan kemanusiaan ketika perbatasan lain ditutup. Sejak berdirinya Israel pada tahun 1948, dan terutama setelah konflik besar seperti Perang Enam Hari 1967, Rafah dan wilayah Gaza lainnya sering berada dalam situasi tegang dan krisis kemanusiaan.

Kondisi Rafah saat ini sangat buruk. Serangan Israel telah membunuh lebih dari 100 orang setiap hari, dan warga yang selamat hidup dalam kondisi yang sangat sulit. Mereka tinggal di tenda-tenda yang selalu terisi air setiap kali hujan atau di bawah puing-puing yang mereka temukan untuk berlindung. 

Kepadatan penduduk telah mengakibatkan penyebaran penyakit, seperti wabah hepatitis A, yang berkembang biak jika terjadi kontak dekat. Kondisi sanitasi yang buruk dan kurangnya akses ke air bersih memperburuk situasi ini, menambah penderitaan warga Rafah.

Selain itu, blokade yang ketat telah membuat suplai kebutuhan pokok seperti makanan, obat-obatan, dan bahan bakar sangat terbatas. Fasilitas kesehatan yang ada kewalahan menangani jumlah korban yang terus meningkat, sementara rumah sakit dan klinik sering kali kekurangan pasokan medis yang diperlukan untuk menyelamatkan nyawa.

Seruan 'All Eyes on Rafah' telah menjadi viral di media sosial, dengan lebih dari 966.000 tweet yang terkait dengan slogan ini. Seruan ini digemakan oleh aktivis dan kelompok humanis untuk meningkatkan perhatian masyarakat dunia terhadap genosida yang terjadi di Gaza. 

Slogan ini diduga berasal dari omongan Rick Peeperkorn, Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang berkantor di teritori Palestina. Kampanye ini bertujuan untuk menggalang dukungan global dan mendesak tindakan segera untuk menghentikan kekerasan dan memberikan bantuan kepada warga Rafah.

Warga Palestina yang tinggal di Rafah telah mengalami tekanan yang sangat besar. Mereka telah diusir dari tanah mereka secara etnis pada tahun 1948, dan sejak itu, mereka telah tinggal di wilayah Gaza yang dikuasai Israel. Kondisi ini telah membuat warga Palestina ogah meninggalkan Gaza karena mereka tahu mustahil untuk kembali, karena Israel tidak akan membiarkan mereka kembali. Situasi ini menciptakan lingkaran setan ketidakpastian dan ketidakamanan yang terus-menerus menghantui kehidupan sehari-hari mereka.

Indonesia telah konsisten mendukung Palestina untuk menjadi negara merdeka. Dukungan ini didasarkan pada landasan konstitusi yang percaya bahwa segala bentuk penjajahan harus dihapuskan dari dunia. 

Namun, Amerika Serikat telah absen dalam konflik Timur Tengah, dan Israel terus menyerang wilayah Palestina tanpa henti. Banyak negara dan organisasi internasional menyerukan penghentian kekerasan dan kembali ke meja perundingan, tetapi langkah-langkah konkret sering kali terhambat oleh berbagai kepentingan politik dan strategis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun