Mohon tunggu...
cahya aditya
cahya aditya Mohon Tunggu... -

School in Akademi Siswa Bangsa Internasional

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lima Selamanya

28 November 2014   05:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:39 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa SMP ku benar-benar berjalan menyenangkan bersama dengan empat sahabat gokil yang selalu bersama dengan ku. Yang pertama Syakib, seorang gamer Pro Evolution Soccer yang ambisius dan tidak pernah mau kalah, sangat mrip dengan ku. Lalu Alfian, anak yang sangat pintar dan berhasil mengikuti Olimpiade Fisika Nasional pada saat itu, bisa dikatakan dia adalah penuntun kita berempat menuju jalan yang benar. Selanjutnya Epri, seorang pembalap liar yang sangat mencintai dunia aspal di malam hari. Terakhir Amu, seorang pesepakbola komplek yang selalu bermimpi menjadi seperti Cristiano Ronaldo dan selalu mengikuti style dari si CR7.

Jarang sekali satu hari kami lewatkan tanpa ngumpul meskipun Syakib bersekolah di SMP yanag berbeda dengan kita berempat. Namun memang aku sudah berkenalan dengan-nya saat kami masih di SD.

Hampir tiga tahun kami habiskan dengan bersenang-senang bersama. Tidak pernah ada kata bosan dari kita semua untuk berkumpul dan jalan-jalan bersama. Padahal yang kita lakukan hanyalah bermain Playstation di rumah ku, ikut-ikutan dunia malam di aspal, dan jalan-jalan bersama. Bahkan tidak ada dari kita yang sempat memikirkan untuk mencari cinta atau berpacaran.

Salah satu kenangan yang berkesan adalah acara perpishan kita saat kelulusan. Acaranya dimulai dengan sebuah pesta di salah satu kafe dekat sekolah. Hari pertama bagi kami menggunakan pakaian formal yang sering disebut like a boss. Acaranya diisi dengan penampilan band, drama, juga tarian-tarian yang dibawakan oleh anak-anak kelas 3 acara perpisahan tersebut.  Aku sendiri ikut tampil dalam paduan suara bersama teman-teman di penutupan. Acaranya berakhir dengan foto dan saling bersalaman bersama dari seluruh bagian acara.

Itu adalah acara yang dipenuhi air mata dari siswa-siswa dan bahkan guru-guru yang telah mengajari kami semua selama 3 tahun. Apalagi saat mengingat bahwa angkatan kami saat itu dikatakan sebagai angkatan terbaik sepanjang sejarah sekolah dengan segudang prestasi yang diraih siswa-siswa pada saat itu.

Masa kosong setelah perpisahan kami habiskan dengan nongkrong dan saling bertukar informasi soal SMA yang akan kami tuju. Disanalah kami mengetahui bahwa kita semua akan benar-benar bersekolah di tempat yang berbeda satu bulan kemudian. Amu akan masuk ke SMAN 2 Kijang, Alfian di SMAN 1 Tanjung Pinang, Syakib akan bersekolah di SMAN 1 Kijang, dan Epri di SMK Permesinan. Tidak lupa juga aku menceritakan soal keberhasilanku mengikuti tes di salah satu sekolah berasrama di Bogor. Aku juga mengungkapakan bahwa aku akan berangkat 3 minggu kemudian.

Sehari sebelum keberangkatan ku adalah kali terakhir kami berkumpul bersama. Saat itu kami bermain Playstation di kamar ku. Seperti biasa mereka memainkan Pro Evolution Soccer sementara aku sibuk mengemas barang-barang yang akan di bawa sambil sesekali mendapat kesempatan untuk bermain. Tentunya diselingi oleh candaan dan gurauan dari kami berlima.

Aku sengaja tidak mengijinkan mereka untuk mengantarkan ku ke bandara agar tidak membuat ku sedih dan teringat akan mereka semua. Keberangkatan ku ke Bogor hanya diantarkan oleh orangtua-ku. Pukul 10.00 saat itu adalah kali terakhir kaki ku berada di tanah Melayu.

Kehidupan di asrama berjalan normal selama kurang-lebih 2 bulan sampai aku mendengar bahwa Epri meninggal karena tabrakan dengan sepeda motor lain saat mengendarai motor-nya sepulang sekolah. Sakit sekali mendegar bahwa betis dan kepalanya bahkan telah terlepas dari tubuhnya. Hati-ku benar-benar kacau saat itu, aku lansung menghubungi teman-teman ku dan menanyakan soal kebenarannya. Mereka mengatakan bahwa semua itu benar dan semakin membuat aku kaget setengah mati.

Langsung teringat kenangan-kenganan asyik bersamanya saat dia mengajari ku mengendarai sepeda motor dan aku masuk ke semak-semak, balapan pertama di jalan raya, dan juga kenangan-kenangan menyenangkan saat kami berlima.

Tibalah liburan semester pertama pada Desember saat itu dan aku di berangkatkan pulang ke rumah kembali. Berangkat naik pesawat pada pukul 8.30 dan sampai di rumah pada 11.00. Senang sekali rasanya bisa kembali pulang pada saat itu.

keesokan harinya Amu datang kerumah ku dan kami langsung berangkat menuju makam Epri. Tidak jauh, hanya sekitar 20 menit dari rumahku dengan sepeda motor. Sampai dimakam nya kami hanya duduk-duduk dan Amu bercerita soal kronologi kematian Epri sambal aku duduk memandangi batu nisan di makaam itu. Dia juga mengatakan bahwa sepeda motor Epri saat iu akhirnya disimpan oleh orangtua nya di gudang dan mereka berencana untuk tidak akan memperbaiki nya.

Kami pun pulang ke rumah masing-masing dan mulai jarang melakukan kontak semenjak meninggalnya Epri. Aku sendiri ridak tahu pasti mengapa hal ini bisa terjadi.

Sampai jumpa kawan, di alam sana nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun