Tentu masyarakat sudah tidak asing dengan nama Gunung Galunggung yang berada di tatar Sunda, alias di Jawa Barat. Bagaimana tidak, letusan terakhirnya pada tahun 1982-1983 menyisakan banyak memori tentang suara dentuman, pijaran api dan kilatan halilintar.Â
Meski begitu, kini saat sedang masa istirahat, sudah banyak turis yang datang berkunjung untuk menikmati kawasan Galunggung yang memiliki banyak spot wisata, seperti Kawah Galunggung, Cipanas (pemandian air panas) Galunggung dan Curug (air terjun) Agung Galunggung.
Dengan titik wisata sebanyak itu, kawasan Gunung Galunggung berpotensi untuk ditingkatkan lagi dalam sektor wisata, penelitian dan edukasi. Hal ini seakan mengamini Kepres no. 9 tahun 2019 dan Pergub no 72 tahun 2018 yang membahas mengenai kawasan Geopark Galunggung.Â
Geopark, atau taman bumi, adalah istilah untuk wilayah terpadu yang terdepan dalam perlindungan dan penggunaan warisan geoloi dengan cara yang berkelanjutan, dan mempromosikan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang tinggal di sana.
Sehingga tak lama lagi Galunggung akan segera direalisasikan menjadi satu kawasan yang bisa bermanfaat untuk banyak sektor. Tentu menarik, terlebih mengingat fakta bahwa wisata berbasis alam dan gunung yang terpadu dan bisa diulik untuk kemajuan ilmu pengetahuan belum banyak dijumpai di Indonesia.
Bupati Tasikmalaya, H. Ade Sugianto dalam acara penyerahan hadiah lomba pembuatan logo Geopark Galunggung, 25 Februari lalu, menyatakan bahwa pemkab berkomitmen penuh untuk mendorong terwujudnya kawasan nasional Geopark Galunggung.Â
Pembuatan logo, ungkap beliau, merupakan salah satu langkah awal dalam meniti langkah-langkah besar selanjutnya untuk mengelola kawasan yang menakjubkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H