Mohon tunggu...
cahayasalsabila
cahayasalsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiwa semester 3, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Universitas Muahammadiyyah Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kebahagiaan Abadi: Menjelajah Konsep Al-Ghazali Melalui Lensa Fahruddin Faiz

19 November 2024   03:51 Diperbarui: 19 November 2024   04:38 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inphttps://www.pexels.com

Kata bahagia tentu sudah sangat familiar di telinga kita. Meskipun demikian, untuk memahami hakikat kebahagiaan tidak sesederhana hanya dengan memahami kata bahagia. Orang boleh berbeda pendapat dalam banyak hal, tapi bakal bersepakat dalam satu hal: ingin bahagia. Sayangnya makna bahagia tidak sama bagi semua orang. Maka tidak heran jika orang bertanya: sebenarnya apa sih bahagia itu?

Secara ontologis cara setiap orang untuk mencapai jalan kebahagiaan bisa berbeda-beda. Tergantung dengan bagaimana keyakinan dan orientasi hidup seseorang. Secara epistemologis kebahagiaan mencakup semua sisi inteligansi manusia. Tidak hanya tentang kenikmatan yang bersifat indrawi namun juga mengenai pemahaman rasa intuisi dan imajinasi. Secara aksiologis kebahagiaan tidak sekedar tentang perasaan puas dan senang, tetapi juga berkaitan dengan kualitas hidup seseorang secara keseluruhan.

Menurut Al-Ghazali untuk bisa bahagia maka seseorang harus mendapatkan kenikmatan jiwa."Bagaimana cara mencari kenikmatan jiwa?" Yang pertama, akalmu harus akrab dengan ilmu. Jika kamu ingin memberi makan akalmu maka sering-seringlah mencari ilmu.

Yang kedua, pribadimu harus bersahabat dengan wara'. Wara' artinya menjaga diri. Jangan hidup ngawur atau sembarangan. Kalau ingin tenang rumus paling gampangnya adalah tidak melakukan hal-hal yang haram, maksiat, dan syubhat. Jangan tertipu oleh kepuasan sementara yang dirasakan dari hal-hal yang tidak di perbolehkan.

Yang ketiga, kamu harus menghiasi jiwamu dengan kesungguhan dan keberanian. Tatalah hidupmu dengan serius. Memiliki cita-cita dan sebuah target akan membantu jiwamu untuk tetap bergerak positif. Kemudian hadapilah semua rintangan yang ada di kehidupanmu dengan berani.

Yang keempat, bersikaplah adil. Maksud dari adil adalah hidup secara proporsional, baik di level fisik maupun di level rohani. Kalau fisikmu butuh makan, maka makanlah. Kalau rohanimu ingin menikah, maka menikahlah.

Jadi, kunci dari kebahagiaan adalah kenikmatan badaniah harus dibereskan dahulu. Ketika urusan badaniah sudah beres maka urusan jiwamu juga akan beres. Cukup punya ilmu dulu, punya harta dulu, punya pasangan dulu, punya fasilitas dulu, baru jiwamu bisa tenang.

Menurut Al-Ghazali, ada empat kriteria untuk mengecek apakah urusan badaniahmu sudah nikmat atau belum. Pertama, sehat. Kedua, kuat. Ketiga, elok. Keempat, yakinlah bahwa kamu panjang umur. Kalau kamu sehat, kamu kuat. Ketika kamu kuat, kamu bisa berpikir kalau kamu elok dan kamu bisa percaya diri bahwa kamu panjang umur.

Orang yang sudah punya empat kualifikasi ini, maka bisa dikatakatan sudah mencapai kebahagiaan secara fisik. Sedangkan nikmat rohani bisa dirasakan manakala kamu menyadari bahwa Allah telah memberimu banyak nikmat dan karunia. Artinya nikmat rohani bisa dicapai dengan bersyukur. Sebagus apapun hidupmu kalau kamu tidak bersyukur maka kamu tidak akan merasakan kenikmatan apapun.

Sumber: Buku Filsafat Kebahagiaan karya Fahruddin Faiz.

Penulis: Hikma Syifa Fuadah, Cahya Salsabila, Mumtaz Zakia Khilmia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun