Tulisan ini adalah tanggapan terhadap artikel “Demokrasi Teokratik Ala Mursi, PKS, dan Keberadaan Militansi Pancasila yang Memperjuangkan Sekularitas di Indonesia” oleh anindya GK.
Tulisan yang di beri nomer saja adalah tulisan asli dari artikel tersebut dan yang di beri nomor dan hurup @adalah tanggapanya. Kita mulai saja:
0)Banyaknya kasus penindasan kaum mayoritas terhadap minoritas, serta dalih penguatan ajaran agama yang menyebar tanpa dibekali pikiran kritis sebenarnya merupakan pangkal dari kemunculan segala bentuk tindakan amoral radikalisme agama. Radikalisme agama telah berhasil mempengaruhi masyarakat dengan pandangan mono-religi sehingga mereka tidak mewaspadai adanya ‘candu’ yang disuntikkan oleh kepentingan politik tertentu sebagai bagian dari skenario perebutan kekuasaan. Candu agama merupakan amunisi yang sangat ampuh mengingat keyakinan agama merupakan penghayatan bagi seorang individu untuk memenuhi hasrat dirinya dengan Tuhan.
0@). Penindasan kaum mayoritas terhadap kaum minoritas terjadi di seluruh belahan bumi. Genocide terhadap suatu suku bangsa karena perbedaan keyakinan dapat di temui dalam sejarah masa lampau dan moderen. Jika itu hanya di alamatkan kepada umat islam kiranya tidaklah tepat sasaranya. Dan contoh yang terkini adalah penindasan terhadap minoritas ETNIS ROHINGYA. Penindasan yang kuat terhadap yang lemah secara lansung maupun tidak langsung dapat dilihat bagaimanan Negara-negara maju mendikte Negara terbelakang. Melalui bidang ekonomi ataupun dengan cara-cara politik. Siapakah yang mengobok-obok irak, libya,afganistan dan Negara mayoritas islam lainya.
Radikalisme agama (pinjam istilah anindya) sebenarnya dapat terjadi pada semua agama. Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar Negara dan penduduk yang begitu ramah dan toleransi tinggi adalah surga bagi para penduduknya. Meskipun terdapat berbagai keyakinan dan agama yang ada di dalamhya. Dengan mayoritas penduduk muslim, umat non muslim tetap terlindungi dan aman hidup bersama di Indonesia. Kalaupun ada pertikaian justru sering terjadi di kalangan umat islam sendiri. Pertikakaian dalam batas argumentasi dan wacana, bukan pertiakain fisik. Pertikaian antara muslim dan non muslim atau sesame muslim di tengarai adalah akibat adu domba.Adu domba oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mememecah belah bangsa ini.
1)Tidak salah apabila militer Mesir menggulingkan Mursi sebagai tindakan pencegahan terbentuknya pemerintahan ‘teokrasi’ yang tidak mau merangkul eksistensi perbedaan golongan lainnya. Mursi adalah corong radikalisme terhadap Islam yang dengan lihai menggunakan ketenaran Ikhwanul Muslimin sebagai bagian dari alat untuk mencapai kekuasaan. Perubahan yang diharapkan dengan menunggangi konsep demokrasi ternyata tidak serta merta berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Polemik pro-kontra akan kepemimpinan Mursi kini telah mengancam Mesir tenggelam ke dalam laga panas pertumpahan darah dan perang saudara.
1@) inilah pemutar balikan logika yang menjungkirbalikan arti demokrasi, manakala pemenang demokrasi tidak sesuai dengan harapan para “pemilik demokrasi” maka demokrasi menjadi dianggap tidak sah. Maka penjegalan dan pembunuhan terhadap demokrasi yang selama ini di usung dan dan gembar gemborkan oleh mulutnya sendiri adalah sah dan khalal. Kudeta dianggap suatu alat yang cocok untuk menuju demokrasi bila itu di perlukan. Sungguh menjilat ludah sendiri yang sudah tertumpah ke tanah serasa nikmat demi syahwat egoisme bagi para pemuja demokrasi palsu di negri ini dan di manapun juga.
Kekacauan mesir akibat kudeta militer telah di putar balikkan opininya bahwa kekacauan mesir adalah akibat Mursi yang tidak mau menyerahkan dengan sukarela kepemimpinanya atas mesir yang sudah di perolehnya secara sah dan mutlak melalui demokrasi. Seolah olah mesir menjadi kacau akibat mursi, inilah logika kacau para pengusung demokrasi palsu. Padahal dengan kasat mata dan akal jernih sebenarnya dapat di saksikan bahwa militerlah yang membuat kekakacauan. Kudeta militer inilah yang memantik mesir terjerumus dalam perang saudara dan pertumpahan darah. Bukan terpilihnya mursi sebagai presdiden secara demokratis. Pemutar balikan fakta dengan menyiarkan berita-berita kepada dunia untuk membentuk opini public sesuai keinginanya dan juga pemberangusan media massa yang tidak sesuai dengan jalan kudetanya adalah sangat bertentangan dengan hak asasi manusia dan demokrasi. Logika sederhananya bahwa siapa yang bisa menjaga keamanan maka sesungguhnya dia jugalah yang sangat mampu membuat kekacauan.
2) Kecenderungan demokrasi teokratik ala Mursi ini memiliki nilai kemiripan dengan PKS, sebuah partai yang mengusung “Islam” sebagai label politik di kancah pemerintahan. Islam sendiri adalah agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Indonesia, sehingga kesakralan Islam yang pada umumnya menggunakan identifikasi kepasrahan terhadap Tuhan dimanfaatkan oleh para otoritan di tubuh PKS untuk memperoleh kekuasaan. Maka apabila sebelumnya pengusungan slogan ‘Khilafah’ HTI telah gagal mencapai simpati publik akibat secara terang-terangan menolak konsep ‘Pancasila’, PKS kini berubah haluan dengan memasukkan pluralisme ke dalam jurnal taktik internal parpol menghadapi pemilu 2014.
Sejatinya PKS bukanlah partai yang menyetujui adanya konsep pluralisme secara nyata. Pluralisme hanyalah tunggangan sementara untuk mendulang suara dari berbagai kalangan. Mirip dengan Mursi yang menunggangi demokrasi untuk mencapai kekuasaan sehingga tercapailah tujuan semula, membentuk pemerintahan bergaya teokrat demi kepentingan kaum tertentu. ‘Kaum tertentu’ di sini dapat digaris-bawahi sebagai acuan logis bahwasanya ada intervensi asing di balik naiknya Mursi.
PKS sebagai partai yang telah dianggap berkiblat dengan pemahaman Mursi kini tengah duduk di kursi pesakitan akibat ulah dari LHI sang koruptor sapi. LHI tidak terlihat menyesali perbuatannya karena memang apapun status hukum agama atas segala tindakan yang mereka lakukan untuk kepentingan dakwah adalah halal. APBN sebagai dana yang kebanyakan bersumber dari pajak ini pun dinilai haram, sehingga otoritasnya menjadi halal untuk dikorupsi atas nama dakwah. Agama menjadi tameng untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji sehingga segala kebaikan di dalam agama tersebut ditutupi oleh kejahatan yang ada.