Eksodus akbar dari kota-kota besar di Indonesia selama Liburan Hari Raya Idul Fitri tahun ini baru saja usai. Â Nyaris setiap tahun hajatan ini memakan korban jiwa, sesuatu yang tidak kita inginkan tapi hampir selalu tak terelakkan. Biasanya akibat dari kecelakaan di jalan raya. Â Macam-macam sebabnya. Kondisi kendaraan yang kurang laiklah, jalan yang berlubang, sopir mengantuk atau kelelahan dan sebagainya. Â Tahun ini bahkan ditambah dengan korban meninggal dunia akibat terlalu lama menunggu kesempatan untuk dapat keluar dari Gerbang Tol Brebes Timur.
Namun rekor korban tetap dipegang oleh pemudik yang menggunakan sepeda motor.  Ini dapat dipahami mengingat sepeda motor bukanlah alat transportasi jarak jauh yang nyaman.  Ukurannya yang kecil membuat sepeda  motor mudah kehilangan kendali saat berpapasan dengan kendaraan besar beroda empat dengan kecepatan tinggi. Jok yang sempit tanpa sandaran punggung membuat pengemudi muda lelah, apalagi kalau harus berboncengan dan harus berdesak-desakan dengan ratusan sepeda motor lain saat terjadi kemacetan.Â
Saya pribadi belum pernah mudik dengan sepeda motor, tetapi saat kuliah dulu saya sering mengadakan perjalanan cukup jauh dengan sepeda  motor, antara lain dari Yogyakarta sampai Cirebon.  Saya butuh waktu sekitar delapan jam.  Itu saat jalan masih cukup lengang.  Tapi rasanya pinggang sudah mau patah saja.
Mudik dengan sepeda motor bagi orang-orang terentu mungkin dianggap murah dan cepat, tetapi risikonya sangat besar.  Oleh karena itu, program pemerintah untuk menyediakan mudik gratis dengan bus dan fasilitas pembelian tiket  bagi pemilik sepeda motor  sungguh suatu langkah yang sangat baik.  Sepeda motor diangkut dengan truk  atau keretaapi satu hari sebelum pemudik diangkut dengan bus atau kereta api sehingga sesampai di tempat tujuan pemilik motor dapat langsung mengambilnya. Program ini untuk sementara hanya diberikan kepada pemudik asal daerah Jabodetabek ke kota-kota tertentu di Jawa Tengah dan Jawa Timur.  Mudah-mudahan ke depan bisa diperluas sampai ke Sumatra dan Bali, NTB misalnya.
Progam mudik gratis sebagaimana saya sebutkan  di atas melibatkan dua kali perjalanan. Yakni perjalanan keretaiapi atau truk untuk mengankut sepeda  motor, dan satunya lagi adalah perjalanan pemudik itu sendiri.  Artinya, pemerintah mengeluarkan dana yang lumayan  besar besar untuk program ini.  Barangkali cara yang mungkin lebih efisien adalah sebagai berikut:
Pemerintah menyediakan faslitas penitipan sepeda motor di kota asal di Jabodetabek dan memberikan angkutan gratis kepada pemiliknya untuk mudik ke kota terdekat dengan kampung halaman mereka.  Di kota tujuan, pemerintah menyediakan faslitas sewa sepeda motor dengan harga yang terjangkau bagi pemudik untuk melanjutkan perjalanan mereka ke kampung halaman. Mereka cukup menyerahkan surat tanda penitipan motor beserta STNK motor mereka.  Lebih baik lagi jika pemudik yang membawa anak boleh meminjam dua sepeda motor agar terasa lebih nyaman. Satu untuk sang bapak dan anak, dan satu lagi buat sang ibu (yang  bisa mengemudi sepeda  motor tentunya)  Atau bagi yang tinggal di kota itu dan lebih suka menggunakan sepeda biasa, mereka bisa meminjam gratis sepeda yang juga disediakan oleh pemerintah. Tentunya baik sepeda maupun sepeda motor tersebut dalam kondisi prima.  Harus dapat dikendarai oleh pria maupun wanita.Â
Pada saat kembali ke Jakarta dan sekitarnya, pemudik menyerahkan kembali sepeda motor atau sepeda yang mereka pinjam.  Dan melanjutkan perjalanan mereka kembali ke Ibukota.  Inilah jenis mudik gratis yang  dalam pandangan saya akan aman, nyaman dan murah bagi pemilik kendaraan sepeda motor. Aman karena mudik dengan bus atau keretaapi. Nyaman karena mereka tidak harus bercapek-capek di jalan. Dan murah karena mereka bisa menghemat biaya mudik dengan tidak harus menserviskan sepeda motor mereka terlebih dulu.  Selamat Mudik Selamat lagi tahun depan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H