Berawal dari percakapan kami di ambang hari itu, ketika sang surya di kejauhan tampak setengahnya saja,tertutup pandangan oleh luasnya samudra. masih di sore itu, masih di kursi itu.. Entah karena rindu atau suatu alasan lain, tiba tiba kau genggam erat tanganku…dan kau hentikan bicaramu, dalam sekian waktu. “maafkan Bunda ya Yah !!” kata itu terucap darimu dan samar mampir di telingaku, namun sungguh kata samarmu itu merajam setiap amarahku.. aku hanya terdiam,bukan tersipu….jujur dalam hatiku telah memaafkanmu semenjak dulu. Ah…lagi lagi suasana ini yang aku tidak suka…suasana ketika lagi lagi kelelakianku teruji, ketika lagi lagi air mata harus mengalir di pipiku yang sudah tak halus lagi.. masih jelas teringat olehku, satu petuah dari Bapakku yang meninggalkan aku semenjak aku masih bisa di bilang sebagai bayi..” bahwa lelaki itu tidak boleh menangis, karena menangis hanya boleh untuk perempuan, karena menangis adalah suatu tanda kelemahan.!” “Ayah menangis ya…?” kali ini suaramu terdengar lebih jelas…aku masih terdiam.. ah Bapakku ternyata petuahmu tidak sepenuhnya benar…karena aku sekarang menemukan kekuatan dan ketegaranku justru pada saat air mataku luruh… “Bun…!” aku mulai angkat kata kata… “Aku yakin Bunda adalah orang yang baik…,semoga saja dengan Bunda berkata meminta maaf padaku itu berarti Bunda tahu dan mengerti telah dan membuat luka di hatiku..!” “dan aku berterima kasih padamu,karena saat ini kau telah menaikan derajad kemuliaanku satu tingkat lebih tinggi..,karena kau sudah menjadikanku seorang pemaaf..” “karena Bun…tahukah kamu.? bahwa peminta maaf adalah pasti seorang yang baik…karena dengan mengucap kata maaf itu berarti telah menyadari sedikit atau banyak kelalaianmu…” dan Bun…kamu juga harus mengerti…! bahwa pemaaf adalah pasti seorang yang mulia, karena sungguh memaafkan itu bukanlah suatu hal yang mudah…tapi hari ini…aku telah memudahkan ketulusanku, keikhlasanku untuk memaafkanmu… dan Bun…! jika nanti aku jatuh menjadi pendosa yang khilaf terhadapmu,…maka naikan juga derajad kemuliaanmu dengan memudahkan ketulusanmu, keikhlasanmu untuk memaafkanku… masih di pantai sore itu….masih di kursi itu…! setelah kesalah fahaman terhebat….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H