Demak berada di tengah jalur Pantura. Jalur besar yang menghubungkan antara Jakarta -- Surabaya pun melewati jurusan ini (Semarang-Demak-Jepara-Kudus-Pati-Rembang) oleh sebab itu aktivitas masyarakat Demak dapat di teropong oleh orang-orang yang melintas. Salah satu yang menjadi perhatian sekilas bagi orang luar kota yang melewati kabupaten Demak adalah JAMBAN. Jamban di kota Demak lebih dikenal dengan sebutan "sungai Mekong" kiasan bagi sungai yang dipergunakan untuk aktivitas MCK (mandi, cuci, kakus).Â
Aktivitas MCK yang dilakukan warga di sungai merupakan pemandangan yang sedikit mengganggu bagi yang melintasi jalan, serta secara langsung dapat mengotori sungai hal ini disebabkan oleh zat-zat kandungan sabun mandi yang larut dalam sungai. Sehingga sungai menjadi kotor dan kumuh. Ini lebih mengarah pada etika dan estetika kebudayaan sebagai kota yang menjadi jantung perlintasan didaerah Pantura.Â
Etika yang berarti watak kesusilaan atau kebiasaan, dalam perkembangan sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Dan Estetika adalah membahas tentang bentuk keindahan. Nah? sekarang ter gambar jelas bagaimana gambaran Jamban di kota Demak ini sangat memprihatinkan jika masyarakat sekitar sungai tidak memahaminya yang sebenarnya sungai dapat dipandang mata dengan begitu indah dan memiliki suasana yang sejuk dekat dengan per sawah an.
Sampai masyarakat luar kota mengenal Demak sebagai kota yang kumuh akan sumber daya air. Di sungai yang sejajar dengan jalan raya itu mudah dijumpai perempuan mandi sekadar berpinjung jarik dan lelaki telanjang dada. Bahkan sering terjadi aktivitas bersamaan antara mandi, nyuci, berak, dan juga terdapat anak-anak berenang di sekelilingnya. Banyak juga yang tidak lagi enggan untuk membuang sampah di pinggiran sungai. Jika hujan sungai akan meluap karena banyaknya sampah yang menumpuk sehingga air sungai tidak bisa mengalir dengan lancar. Sangat disayangkan apabila aktivitas tersebut tidak di henti kan maka lama kelamaan dapat merugikan bagi orang lain bahkan diri sendiri. berikut gambaran aktivitas tersebut.
Mereka pun tidak peduli akan cibiran orang lain, padahal aktivitas semacam itu tidak selayaknya di ruang terbuka. Karena setiap aktivitas memiliki lingkup ruang yang berbeda pada aktivitas MCK ini lebih layak di kakus rumah masing-masing. Padahal disisi lain jamban di sepanjang jalur Pantura tersebut terlihat kotor dan keruh sebab aktivitas yang dilakukan oleh sebagian warga sekitar lebih banyak di jamban daripada di kakus rumah.
Banyak orang luar kota Demak bertanya-tanya mengapa masyarakat Demak sudah familiar dengan pemandangan tersebut  mandi di tempat terbuka yang dapat dilihat oleh siapa saja karena tempatnya yang begitu strategis. Bagi para pengendara yang melintas di jalur Pantura arah Demak -- Kudus pun pasti tersuguhi pemandangan jamban di sepanjang jalan dan itu serasa sudah menjadi hal yang biasa. Citra Kota Wali jargon Demak Beramal (Bersih, elok, rapi, anggun, maju, aman, serta lestari) selayaknya ditunjukkan dengan tata kehidupan yang selaras antara etika dan estetika. Salah satunya dengan mendayagunakan sungai sebagaimana mestinya. Namun semua itu berbelok arah dengan jargon perlu kesadaran kolektif warga sekitar sungai yang berada di tengah-tengah ruang publik untuk menjadikan sungai bersih dan nyaman dipandang mata.
Di tahun 2017 ini Bupati Demak meminta kesadaran kepada seluruh warga Demak khususnya yang tinggal di sekitar jamban untuk tidak melakukan aktivitas MCK. Agar sungai di sepanjang jalan Pantura Demak-Kudus terlihat lebih bersih, dan sedap dipandang mata dari sebelumnya. Menurut pendapat dari blog yang saya baca, Demak terkenal sebagai kota tingkat religiusitas masyarakat cukup tinggi. Yang tak lepas dari sejarah Demak sebagai pusat persebaran islam di Jawa (simbol nya adalah kerajaan islam dan Walisongo). Maka citra demikian seharusnya mendorong masyarakat untuk hidup bersih dan tertata sebagai cermin hidup yang Agamis. Agar kota Demak semakin mempunyai daya tarik jika didukung dengan kota yang bersih, tertata, serta, indah.
Dibuatlah baliho semacam ini untuk menyadarkan masyarakat Demak bahwa sungai bukan tempat MCK umum melainkan sumber air untuk keperluan rumah, saluran irigasi, dan lain sebagainya. Baliho ini dapat ditemukan di jalan lingkar Demak, baliho tersebut bertujuan untuk menekankan peringatan bagi warga Demak untuk meninggalkan kebiasaan buruk yaitu aktivitas di jamban "sungai Mekong". Menurut jurnal yang saya baca, dahulu leluhur jawa menjadikan sungai sebagai tempat menyucikan diri yang merupakan lambang dari upaya manusia menghalau kekuatan jahat yang mengancam (Robby Hidayat dalam Jurnal Kebudayaan Jawa,2006).
Referensi:https://www.google.com/amp/s/kabardemak.wordpress.com/2016/01/03/memotret-demak-dari-sungai/amp/
Siti Munadiroh