[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="menu lebaran"][/caption] Lebaran tahun ini, Bundaku tekanan darahnya naik, butuh kesabaran yang ekstra untuk menghadapi lebaran yang kacau balau. Buyut kami, tahun ini berusia 93 tahun, tetapi beliau tetap sehat, kukatakan begitu karena Buyut masih bisa berjalan, masih bisa melihat dengan jelas hanya pendengarannya yang berkurang. Eyang Buyut biasa dipanggil Eyang Sepuh. Eyang Sepuh menjanda selama 70 tahun, menurut cerita yang kudengar, saat Eyang Sepuh berusia 23 tahun ketika suaminya meninggal dunia dan Eyang Sepuh mempunyai 5 orang anak yang harus dirawatnya seorang diri. Eyang Sepuh adalah pekerja keras, Suaminya yang seorang Veteran hanya meninggalkan uang pensiunan yang tidak seberapa.Tetapi Beliau bekerja apa saja yang penting halal untuk menghidupi ke 5 orang putra putrinya. Semua pekerjaan sudah Beliau jalani , dari buruh cuci , pembantu rumah tangga sampai akhirnya  mencoba berdagang. Pekerjaan berdagang inilah yang berhasil membawa putra dan putrinya menjadi orang yang berpendidikan dan orang yang berhasil di masa tuanya. Eyang Sepuh juga sangat disiplin dalam soal pola hidup, pekerjaan, kegiata sehari-hari, maupun makanan harus tepat waktu dan terjadwal, jadi tidak heran sampai usia yang sangat rentan Eyang Sepuh tidak punya satu peyakitpun. Aku sangat kagum dengan Eyang  Sepuh, saat ini Beliau sedang menikmati hasil panennya, kelima orang anaknya menjadi orang sukses semua. Dan tidak setiap lebaran keluarga besarnya bisa berkumpul karena masing-masing anaknya punya jabatan dan punya kehidupan sosial yang sangat bagus dan tentu saja mereka punya kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan. Tetapi Eyang Sepuh tidak masalah karena setiap lebaran Beliau ditemani setidaknya 300 orang tetangga dan sanak kerabat. Eyang Sepuh, tinggal dengan kami dirumah besarnya. Rumah besar ini sudah diwariskan pada Ibuku karena Ibu adalah anak perempuan satu-satunya. Eyang Sepuh seperti nenek-nenek yang lainnya sangat bawel, cerewet juga nyebelin.  " Seperti itulah seorang nenek,"  begitu selalu ibuku menyabarkan kami, walau sebenarnya yang pantas diacungi jempol adalah Ibu kami yang tidak pernah mengeluh merawat Eyang Sepuh. Setiap Pagi, Ibu harus menyediakan uang Rp.1000 ; setidaknya sebanyak 20 lembar karena Eyang Sepuh selalu siap dengan kursi goyangnya di teras rumah dan menyapa anak-anak tetangga yang hendak ke Sekolah. Mereka selau menyapa Eyang dengan menciun tangannya dan Eyang akan memberi imbalan uang jajan sebesar Rp.1000;. Eyang sangat bahagia , dan kulihat anak-anak itu dua kali lipat bahagianya, Aku sangat maklum karena mereka memang bukan anak -anak orang berada. Setiap Lebaran, rumah kami selalu "open hoese" karena memang Eyang adalah sesepuh di kampung kami. Setiap Lebaran pula kami setidaknya menyiapkan 300 porsi makanan untuk para tetangga dan  sanak saudara. Lebaran adalah benar-benar hari kemenangan buat kami, dan Eyang Sepuh kami selalu menjadi cahaya dirumah kami dengan segala kebaikan hatinya, kecerewetannya dan perhatiannya yang  kadang berlebihan pada kami. Ada 25 ekor ayam yang sudah siap diolah menjadi opor dan ayam goreng. Ada 15 kg daging yang siap diolah menjadi rendang, semur daging dan bakso. Sambal goreng hati,dan Udang,  begitu juga dengan sayur mayur dan buah-buahan yang siap diolah menjadi makanan pelengkap di Hari Lebaran. Eyang Sepuh memang sangat luar biasa, dulu saat anak-anaknya belum berhasil, Eyang selalu menabung untuk memasak banyak makanan buat para tetangga kiri kanan  walau dengan menu yang sangat sederhana. Beliau tidak pernah putus mengajari kami untuk selalu berbagi. Seperti tahun lalu, Ibuku selalu ingin membuat Eyang Sepuh tersenyum menyambut Lebarannya, Eyang sudah sangat renta, kami tidak tau apakah Beliau akan  menemani kami lagi tahun depan karena usianya. Hari Minggu semua belanjaan sudah siap, bagi Ibuku tidak ada sedikitpun dipikirannya kalau Lebaran tahun ini akan diundur. Dengan semangat semua persiapan untuk Lebaran disiapkan dengan harapan esok hari tamu-tamu Eyang Sepuh tidak akan kecewa. Senin malam, persiapan tinggal sedikit lagi. Ketupat dan lontong sudah matang, Opor ayam tinggal memberi santan semuanya sudah siap. Semuanya sudah matang ketika ditelevisi diumumkan bahwa lebaran diundur satu hari menjadi hari Rabu. Kontan Ibu yang berada di dapur berteriak, karena binggung harus diapakan semua makanan yang sudah siap, disimpan dimana agar besok hari Rabu masih bisa diselamatkan untuk dimakan. Ibuku dan beberapa kerabat yang membantu memasak berpikir keras bagaimana, cara menyelamatkan makanan ini agar tidak menjadi sesuatu yang mubazir, ketika tiba-tiba Eyang Sepuh berkata " gara-gara setitik hilal, rusak oporku sebelanga" kontan saja kami tertawa. Ibuku yang saat itu begitu paniknya menjadi tersenyum mendengar perkataan Eyang. Lebaran ini kami memang harus lebih sabar. *** SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H