Hari ini adalah reuni SD Tunas II , sudah hampir seperempat abad kami tidak saling bertemu maupun saling menyapa teman-teman masa kecil, dan hari ini semuanya bisa berkupul bersama. Satu persatu teman-teman datang dan aku sebagai tuan rumah sangat bahagia karena semua teman yang kami undang meluangkan waktu untuk hadir.
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti, seorang wanita sangat cantik dengan baju merah tua  datang menghampiri kami. Sumpah kami benar-benar sangat tercengang dengan kecantikannya . Kulitnya sangat putih mulus, wajahnya sangat berkilau, penampilannya sungguh sangat mempesona, usianya tidak lebih dari 25 tahun. Aku saja yang seorang perempuan tak berkedip melihatnya apalagi mereka para kaum pria.
Dia datang menghampiriku, " Hay, Umi apa kabar ? kau lupa padaku ?" sapanya dengan riang sambil mencium pipiku. Aku tetap saja terkejut, siapakah dirimu ? pikirku dalam hati, aku tersenyum sambil mencari-cari jawaban siapakah dia....
" Aku Hanik, kau lupa padaku, kita dulu teman sebangku dan kau yang selalu menolongku setiap aku diejek teman-teman sekelas, kau benar lupa padaku ? " katanya sambil memegang tanganku.
" Ya Allah, Hanik...." teriakku, kali ini aku yang memeluknya sangat erat.
Ingatanku melayang dua puluh tahun silam, Hanik bocah kurus yang selalu sakit-sakitan, rambutnya merah karena kurang gizi kulitnya hitam kering , kaki dan tangannya juga penuh belang-belang karena sering korengan. Teman-temanku sangat jijik berdekatan dengan Hanik, bahkan mereka menolak untuk menjadi teman sebangkunya.
" Kenapa kamu mau duduk denganku? ", Dia bertanya padaku suatu hari.
" Aku mau duduk dengan siapa saja, " jawabku , padahal kalau mau jujur Ibukulah yang memaksaku untuk duduk sebangku dengan Hanik, karena Ibu tau , Hanik sangat diasingkan di kelas.
Hanik hidup dengan neneknya waktu itu, karena kedua orang tuanya meninggal dunia. Waktu kelas lima SD, neneknya meninggal dan Hanik kemudian tinggal di Panti Asuhan karena kerabatya tidak ada yang mau menampungnya. Aku juga ingat betapa, Hanik selalu menjadi bahan ejekan juga selalu dicemooh oleh teman-teman sekelas kami.
" criping pisang kapok, Hanik cincing belang totok " , ejekan  itu selalu kudengar setiap hari, setiap saat ejekan yang ditujukan pada Hanik karena memang kaki dan tangannya penuh belang bekas koreng. Dan saat Hanik menangis dia selalu datang padaku. Karena memang cuma akulah temannya. Hanik juga dilarang deket dengan teman-teman karena mereka takut ketularan korengnya, kadang Hanik dilempari dengan kerikil atan kadang dengan batu oleh mereka. Pernah juga Hanik disiram dengan air karena tidak mau minggir ketika mereka mau lewat. Akupun sering diasingkan oleh mereka karena berteman dengan Hanik, tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa padaku karena ibuku adalah salah seorang guru di Sekolah Dasar Tunas II.
Lulus Sekolah Dasar, kami  berpisah. Aku tidak pernah tau kabar Hanik, suatu hari aku pernah datang ke Panti untuk menemuinya, tetepi Hanik sudah tidak ada di situ, pindah entah kemana.