Dalam sebuah perjalanan menuju kantor yang luar biasa sangat biasa, di sebuah persimpangan jalan di bilangan ciledug, seorang ibu pengamen silver membawa anaknya yang masih kecil. Mungkin anak itu masih tiga tahun umurnya, tangan kanannya sedikit tertarik ke atas dan matanya melihat sekelilingnya yang memang tidak untuknya. Mana ada anak yang butuh pemandangan mobil, toko cat dan warung bakmi serta berhenti di lampu merah menemani ibunya yang akan mengamen dengan cara pantomim menjadi patung silver.
Perasaanku yang senang karena langit cerah dan tiada hujan pagi itu, bubar jalan runtuh oleh realita. Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu. Tak pernah ada main sejak dini. Lantas apa kata mereka tentang kesejahteraan? Atau apa pula itu kedamaian? Sejak kecil ia bermain di aspal yang keras, tak menginjak rumput, tak juga menghirup udara yang segar, lantas ketika membesar menjadi musuh masyarakat atau robot industri yang selalu berharga murah.Â
Lalu, kalau kita bertanya siapa yang salah? Aku selalu percaya setiap kejadian di kehidupan kita pasti adalah salah negara setidaknya 80%. Tak hanya seorang bayi yang lahir tanpa kesejahteraan dan kedamaian, bahkan untuk sebuah tidur yang tidak nyenyak ada salah negara di sana.Â
Mencampur pemukiman dengan kawasan industri, tidak diaturnya jarak pabrik dengan rumah. Terlalu padatnya tempat tinggal. Tak adanya ruangan untuk menyendiri. Di dalam hal-hal itu terdapat kebijakan negara yang ngawur luar biasa. Negara terselenggara tanpa mengutamakan kesejahteraan untuk semua mahluk adalah negara yang gagal sejak dalam gagasannya.Â
Anak dari ibu silver itu adalah satu dari jutaan anak yang juga lahir tanpa kesejahteraan di negeri ini. Stunting yang merebak misalnya. Ini sebuah kegilaan. Stunting nutrisi adalah sebuah kekurangan asupan yang terukur. Coba bayangkan stunting afeksi, kurangnya kasih sayang. Dari anak ibu silver itu saja kita tahu, ia kurang bermain, tak ada waktu, tak ada juga lahan bermain. Mereka yang memiliki lahan bermain, tidak bermain. Mereka yang memiliki waktu tidak memiliki lahan. Datang saja ke taman-taman umum di kotamu, pasti akan ramai sekali dan itu menandakan tidak adanya taman untuk anak.Â
Bayangkan indonesia yang diisi oleh anak muda yang mayoritas stunting nutrisi, serta terlebih lagi afeksi. Masih mau optimistis? Oke, bayangkan Indonesia yang tangan pemerintah tak pernah sampai menjamah seluruh hidupmu sehingga hidupmu yang bisa berkali lipat lebih bahagia dari sekarang tidak terjadi.Â
Berbahagialah dan bersyukurlah karena itu yang mencukupkan kita.Â
Dipananta, 12 Januari 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H