Ada saatnya, ketika kita sedang berjalan saja dalam kehidupan, masalah datang begitu cepat. Hampir tak disadari. Refleks kita terhadap masalah seringkali berupa tindakan yang sarat kedagingan. misalnya, anda ditipu oleh orang atau mendapati teman anda menggosipi anda dengan berita fitnah. amarah meninggi, pikiran jadi tidak lagi disiplin. cobalah menundanya.Â
Bila kita menunda untuk melakukan sesuatu yang begitu dasariah bagi kita, kita bisa mempertanyakan kembali berulang. Cobalah tanyakan, haruskah kita membalas, mengapa harus membalas dengan cara demikian, lalu tanyakan motivasi kita. pada dasarnya, hidup adalah perjalanan penuh dengan kejahatan dan penderitaan yang tak akan usai kalau kita menerima saja keadaan tersebut. Cobalah untuk mengubah sudut pandang.Â
Kita bisa berusaha menemukan alasan yang lebih mendasar daripada mengandalkan hasrat alam bawah sadar kita. Pertanyakan lagi tujuan kita, sadari saja bahwa mungkin tujuan kita belum tentu yang terbaik atau mungkin sangat jahat. Tujuan kita dapat berupa pelajaran bagi orang yang jahat pada kita, namun dengan cara yang salah dan pada tempat yang salah, tindakan kita bisa jadi adalah kejahatan.Â
Bijaksana adalah melakukan hal yang baik untuk tujuan baik dengan cara yang tepat. Serta, memikirkan hasil dan dampak. Itu, menurut saya, adalah cara untuk memaknai memberikan pipi kiri pada yang menampar pipi kanan kita.Â
Pada suatu kejadian, saya mendapati bahwa selama hampir satu tahun, pegawai kedai kopi saya menguntit dengan memberikan laporan palsu. Pengalaman itu membuat saya tidak bisa tidur hingga subuh, tidur pun terbangun berkali-kali.Â
Refleks saya berkata bahwa saya harus membalas mereka. pukul saja wajah mereka barang satu kali. namun, saya ingat beberapa hari lalu saya berdoa untuk hikmat kebijaksanaan serupa raja Salomo. Tidak bijak bagi saya kalau saya harus memukul atau menuruti kata refleks saya. sebenarnya, tujuan jelas ingin memberikan pelajaran bagi pelaku. Namun, setelah dipikirkan kembali, siapakah manusia menghakimi dan menghukum manusia lain? kandaslah hasrat itu.
Perenunganku saat itu adalah mengajarkan bahwa hal-hal duniawi harus lepas dahulu dari diri kita. Hasrat keduniawian, membuat kita merasa menjadi Tuhan yang layak memberikan hukuman.Â
Tunda dahulu, pikirkan, tidakkah sayang energi yang kita miliki hanya untuk melayani hal yang tidak bermanfaat bagi kita seperti membalas kejahatan dengan kejahatan? Sederhana saja, ketika kita tidak membalas kejahatan, kita telah berbuat baik pada diri kita sendiri.Â
Salam semangat!
-----
Celah-Celah Cahaya adalah inisiatif menuliskan hasil perenungan yang saya alami dalam hidup. Semoga bermanfaatÂ