Mohon tunggu...
Caesar Balinda
Caesar Balinda Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

I have not told half what I saw

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perut dan Tentara

19 Oktober 2010   05:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:18 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock


"Tentara saya berperang dengan perutnya (Napoleon Bonaparte)"

Idealnya aksiologi dari ilmu kemiliteran semata-mata adalah kepentingan dan prinsip-prinsip bela negara. Namun jika meninjau pernyataan Napoleon Bonaparte, tokoh besar militer Perancis, sembari kita melihat berbagai peristiwa revolusi militer, tampaknya kita perlu berpikir kembali. Beberapa fakta sejarah memang menunjukkan peran militer yang sudah mulai mengusung kebutuhan dan kepentingannya sendiri. Tidak jauh-jauh, Thailand dan Myanmar sudah menunjukkan pengaruh militer yang sudah sedemikian jauh menafsirkan aspek aksiogis negara itu sampai kekedalam sendi-sendi pemerintahan.

Ilmu kemiliteran memang sangat kompleks karena melibatkan begitu banyak disipilin ilmu dalam mengaplikasikannya di lapangan. Mulai dari disiplin ilmu yang sifatnya sangat teknis hingga yang begitu filosofis. Tak berlebihan jika para punggawa militer selalu sesumbar saat menjelaskan mengapa pemimpin militer disebut jenderal (dari kata general yang berarti umum, luas). Menurut adagium mereka, hal itu dikarenakan mereka menguasai dan menggunakan prinsip-prinsip berbagai bidang ilmu.

Dalam menggelontorkan teorinya tentang ketakpastian, pakar ilmu peluang DR. Nassim Nicholas Talleb juga memuji pemikiran kaum militer. Pengarang The Black Swan ini menilai kaum militer adalah orang-orang yang sangat menghargai ketakpastian. Kaum militer begitu bergantung pada pendekatan empirik dan hanya menggunakan metode-metode yang benar-benar teruji. Panduan mereka, kata Talleb, adalah Sextus Empiricus (filsuf kedokteran asal Aleksandria penganut pendekatan empiris yang banyak mengkritisi pandangan ala Plato). Mereka sering skeptis terhadap teori-teori meja, apalagi yang sudah terlalu sering dan sering mengambil asumsinya sendiri.Mereka juga tidak pernah percaya mentah-mentah ramalan-ramalan ilmiah sehingga selalu menyiapkan alternatif jika ramalan itu gagal.

Pujian yang agak berlebihan ini memang memberi alasan mengapa ilmu kemiliteran menjadi tulang punggung kekuatan suatu negara. Meski demikian sering jadi perdebatan apakah penggunaan dan pengguna aspek keilmuannya memang terbatas. Perbedaan pandangan di berbagai negara tentang perlunya wajib militer, boleh tidaknya prajurit berpolitik dan siapa yang harus dibela nampaknya adalah imbas perbedaan pandangan tersebut. Kita patut mepertanyakan lagi kebenaran aksilogi "bela negara" sebagai aksiologi semata wayang ilmu kemiliteran ini. Mungkinkah perlu ditambah kata-kata "dan perut" pada adagium "bela negara"?

ini sebenarnya merupakan tuga filsafat ilmu saya, untuk link aslinya ada disini :

http://www.facebook.com/?ref=home#!/topic.php?uid=116780403437&topic=16863&post=100316#post100316

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun