Mohon tunggu...
Caesar Rizky Dewantoro
Caesar Rizky Dewantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Life is Daijoubu

Mahasiswa Ilmu Politik yang menyukai animasi Jepang serta penggemar berat sistem Demokrasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Penerapan Parliamentary Threshold terhadap Fungsi Partai Politik

19 April 2023   16:16 Diperbarui: 19 April 2023   16:28 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam menjalankan sistem pemerintahan yang demokratis, Indonesia dituntut untuk menghadirkan wakil rakyat yang kompeten sebagai kepanjangan lidah dari masyarakat Indonesia yang tersebar dari sabang sampai merauke. Hadirnya para wakil ini tentunya tidak terlepas dari adanya partai politik sebagai salah satu syarat bagi sebuah negara yang demokratis. Seperti yang sudah kita pahami bersama bahwa partai politik merupakan perangkat yang tidak bisa kita pisahkan dari sistem demokrasi Indonesia maupun dunia. 

Menjadi penting kehadirannya dikarenakan partai politik merupakan perwujudan dari kebebasan masyarakat dalam berserikat sesuai dengan kepentingannya. Menurut Richard H. Pildes dalam jurnalnya yang berjudul "The Constitutionalization of Demotatic Politic", tanpa hadirnya kemerdekaan berserikat maka harkat manusia akan berkurang karena mereka tidak bisa mengekspresikan pendapat menurut keyakinan dan hati nuraninya. Dengan demikian, semakin tinggi pemahaman masyarakat akan politik, maka semakin tinggi pula kemungkinan sebuah partai akan terbentuk.

Sebagai bagian dari infrastruktur negara, kita mesti memahami apa pengertian dari partai politik itu sendiri. Menurut Miram Budiardjo, partai politik merupakan suatu kelompok yang terorganisir di mana para anggotanya memiliki orientasi, nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan utama dari kelompok ini ialah, untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk mencapai tujuan mereka. 

Sigmund Neumann mengutarakan bahwa partai politik adalah organisasi dari para aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintah dan merebut suara rakyat atas dasar persaingan dengan suatu organisasi lain yang berbeda pandangan. Menurut Carl J. Friedrich, partai politik adalah sekumpulan manusia yang terorganisir secara stabil serta memiliki tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan pemerintah bagi pimpinan partainya dan anggotanya akan mendapatkan kebermanfaatan dalam bentuk ideal maupun materiil. 

Selain pengertian yang dikemukakan oleh tiga ahli di atas, terdapat pula pengertian partai politik dalam konstitusi kita, yaitu pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa partai politik merupakan organisasi bersifat nasional yang dibentuk oleh sekelompok warga Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Dari seluruh pengertian yang sudah disebutkan, maka bisa ditarik kesimpulan kalau partai politik merupakan organisasi resmi yang diakui oleh pemerintah dengan tujuan untuk merebut serta mempertahankan kekuasaan pemerintahan dengan menempatkan anggota-anggotanya ke dalam pemerintahan.

Sebagai sebuah organisasi tentunya partai politik memiliki fungsinya sendiri. Secara sederhana, kita dapat mengetahui fungsi partai politik untuk mencari kekuasaan, merebut kekuasaan, dan mempertahankan kekuasaan. Untuk menjalankan ketiga fungsi tersebut, partai politik harus mengikuti rangkaian pemilihan umum agar bisa menempatkan anggotanya sebagai calon yang nantinya akan duduk di kursi kekuasaan. 

Selain dari ketiga fungsi tersebut, para ahli juga merumuskan secara komprehensif mengenai fungsi dari partai politik. Penulis mengambil dua ahli, yaitu fungsi partai politik menurut Miriam Budiardjo dan Gabriel Almond. Dalam bukunya "Dasar-Dasar Ilmu Politik", Miriam Budiardjo menyebutkan fungsi partai politik sebagai berikut:

  1. Sarana komunikasi politik;

  2. Sarana sosialisasi politik;

  3. Rekrutmen politik;

  4. Pengatur Konflik.

Lalu menurut Gabriel Almond, fungsi dari partai politik ialah:

  1. Rekrutmen politik;

  2. Sosialisasi Politik;

  3. Artikulasi dan agregasi kepentingan.

Sejatinya baik fungsi parpol menurut Miriam Budiardjo dan Almond, tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Perbedaannya hanya terdapat pada penggunaan kata yang sedikit berbeda saja.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi politik, partai politik berfungsi sebagai wadah bagi aspirasi masyarakat yang nantinya akan dituangkan kepada pemerintah. Aspirasi masyarakat ini penting adanya untuk menghasilkan sebuah kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selanjutnya dalam fungsinya sebagai rekrutmen politik, partai politik berfungsi untuk memilih pemimpin dalam lingkup internal partai maupun eksternal. Dalam implementasinya, partai politik tentu saja akan memilih kader-kader yang berkompeten untuk menjadi anggota partainya. Dengan demikian, partai tidak perlu bersusah payah untuk memilih pemimpim partainya sendiri karena para kadernya sudah berkompeten. Dengan kader-kader yang berkompeten jugalah, partai politik bisa mengusung kadernya untuk berkontestasi dalam perebutan kekuasaan nasional. Fungsi ini pula yang menurut penulis menjadi krusial fungsinya, yang tidak bisa digantikan oleh organisasi lain selain partai politik. Selanjutnya fungsi sebagai sarana sosialisasi politik di mana parpol berfungsi untuk menyampaikan nilai-nilai yang dibawakan oleh partainya kepada masyarakat, dan juga untuk membentuk citra bahwa partai tersebut memperjuangkan kepentingan bersama. Selain kepada masyarakat, sosialisasi politik juga dilakukan partai terhadap anggotanya. Pada fungsi ini para kader-kader partai diberikan pemahaman jika kepentingan nasional lebih penting daripada kepentingan pribadi masing-masing kader. Selanjutnya fungsi partai politik sebagai sarana partisipasi politik bahwa partai politik berfungsi sebagai pihak yang dapat mempengaruhi sebuah kebijakan publik. Dengan berbagai aspirasi dari masyarakat yang ditampung oleh partai, dapat dipastikan partai politik memiliki pengaruh besar terhadap sebuah kebijakan. Dalam partisipasinya, bisa saja sebuah partai politik untuk mengajukan usul sebuah kebijakan, mengkritik sebuah kebijakan, serta mendukung maupun menolak akan sebuah kebijakan yang ada. Lalu fungsi partai politik sebagai pengatur konflik berarti bahwa partai politik berfungsi sebagai pihak ketiga dalam mengatasi sebuah konflik yang terjadi di antara massa politik. Untuk menjalankan fungsi ini, partai politik juga bisa menjadi pihak yang mengawasi pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya, agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Lalu ada fungsi parpol sebagai sarana pendidikan politk di mana partai politik berfungsi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas mengenai apa itu politik. Fungsi ini tentunya sangat bermanfaat untuk menciptakan masyarakat yang melek politik. Yang terakhir adalah fungsi partai politik sebagai sarana artikulasi dan agregasi kepentingan yang berarti partai politik berfungsi untuk menghimpun aspirasi masyarakat yang ditujukan kepada pemerintah (artikulasi). Setelah menghimpun semua aspirasi, selanjutnya partai politik akan menggabungkan seluruh aspirasi yang ada, yang nantinya akan ditemukan sebuah benang merah dan akan digunakan sebagai bahan untuk merumuskan kebijakan yang tepat sasaran (agregasi). Namun demikian, untuk bisa menjalankan fungsinya secara optimal, partai politik harus mengikuti tahapan pemilihan umum yang diadakan setiap lima tahun sekali. Dengan berpartisipasi dalam pemilu, parpol dapat melaksanakan keseluruhan fungsinya secara optimal untuk memperjuangkan kepentingan yang mereka wakili.

Untuk meraih kursi dalam lembaga legislatif, partai politik tidak cukup hanya berpartisipasi dan mendapatkan suara saja. Jika demikian adanya, penulis yakin akan banyak sekali partai baru yang bermunculan di Indonesia, mengingat kita menganut sistem multipartai. Oleh karenanya, untuk mencegah hal tersebut dan memastikan orang yang menduduki kursi pemerintahan merupakan pilihan rakyat diberlakukanlah apa yang kita kenal sebagai Parliamentary Threshold. Parliamentary Threshold merupakan sistem ambang batas yang diberlakukan kepada seluruh partai politik untuk memperebutkan kuota kursi di Dewan Perwakilan Rakyat. Pemberlakuan PT ini pertama kali diterapkan pada pemilu tahun 2009 dengan landasan konstitusinya, yaitu UU No.10 tahun 2008 yang berbunyi: "Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% (dua koma lima perseratus) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan kursi DPR". Seiring berjalannya pelaksanaan pemilu, di tahun 2019 presentasi PT naik menjadi 4%, maka parpol yang ingin meraih kursi DPR harus seminimalnya memperoleh minimal 4% suara nasional.

Akan tetapi, penerapan PT ini memiliki dampak baik dan buruknya tersendiri. Dampak baiknya adalah, anggota legislatif yang menduduki kursi DPR berasal dari partai pilihan rakyat sehingga mereka dilegitimasi oleh masyarakat sebagai wakilnya dan dipercayai amanah sebagai kepanjangan lidah kepada pemerintah. Sedangkan dampak buruknya ialah, penerapan ambang batas ini memutus hak politik calon legislatif yang partainya tidak memperoleh suara sesuai dengan ambang batas yang berlaku. Selain itu, partai yang tidak mencapai ambang batas tentunya ada saja masyarakat yang memilih, maka karena tidak seusai ketentuan suara tersebut otomatis akan terbuang sia-sia. Lalu penerapan PT ini juga sebenarnya tidak menjamin kredibilitas anggota partai yang menduduki kursi DPR. Sebagai contoh, pada pemilu 2019 PDI Perjuangan mendapatkan suara kurang lebih 20%, tetapi dari banyaknya perolehan suara tersebut kader-kadernya malah tidak bisa mengemban amanah. Salah satu contohnya adalah Juliari Batubara yang merupakan pelaku kasus korupsi dana bansos COVID 19 sekaligus menteri sosial dan juga kader PDIP. Lalu ada juga Ajay Priatna yang menjabat sebagai walikota Cimahi yang terjerat kasus korupsi. Maka yang dipertanyakan adalah bagaimana efektivitas fungsi  terutama fungsi sosialisasi dan rekrutmen politik yang dilakukan oleh parpol? Apakah dengan adanya ambang batas suara akan memastikan kader-kader yang diusung merupakan kader yang kompeten? Jika memang hasilnya demikian, maka akan lebih baik kalau ambang batas ini ditiadakan saja. Namun, jika melihat kondisi politik serta SDM kader-kader politik Indonesia yang sekarang, pesimis rasanya dengan meniadakan ambang batas suara akan mengurangi kasus-kasus yang menjerat pejabat kita terutama di dewan perwakilan. Ditakutkannya, jika dengan penerapan ambang batas saja masih banyak wakil kita yang terjerat kasus, apalagi jika tidak diterapkan. Dengan demikian, dalam kasus kondisi politik Indonesia, penerapan Parliamentary Threshold masih relevan dalam penguatan fungsi parpol khususnya fungsi rekrutmen politik. Dengan adanya ambang batas suara ini, setidaknya wakil-wakil yang diusung merupakan pilihan masyarakat yang dipilih melalui pemilu yang demokratis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun