Belum lama ini, kasus pemaksaan jilbab di kalangan pelajar kembali jadi sorotan. Entah sejak kapan adanya aturan yang mewajibkan seorang siswi harus mengenakan hijab, terlebih di sekolah negeri yang seharusnya bersifat netral, bukan di sekolah swasta Islam yang memang sifatnya keagamaan.
Aturan seragam bagi siswa-siswi di sekolah diatur dalam Peratuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Perkemendikbud RI) Nomor 45 Tahun 2014 Tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam Perkemendikbud tersebut disebutkan, pakaian seragam khas muslimah adalah pakaian seragam yang dikenakan oleh peserta didik muslimah karena keyakinan pribadinya. Perlu digaris bawahi mengenai keyakinan pribadinya, karena sejatinya jilbab ini berkaitan dengan keimanan pribadi masing-masing orang dan seharusnya tidak boleh ada yang mengusik.
Sebagai buntut dari kasus ini Kepala SMA N 1 Banguntapan, dua orang guru Bimbingan Konseling (BK), dan seorang wali kelas diberhentikan untuk sementara demi kelancaran penyidikan. Dari penyidikan tersebut, Disdikpora DIY membenarkan bahwa diperoleh data dan fakta bahwa telah ditemukan pelanggaran pegawai yang dilakukan oleh SMA N 1 Banguntapan.
Usaha rekonsiliasi telah dilakukan dan diprakarsai langsung oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 10 Agustus 2022 di Kantor Disdikpora DIY. Hasilnya, pihak orang tua siswi dan SMA N 1 Banguntapan telah berdamai dan memilih menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Harapannya dengan dipilihnya jalur damai ini, dapat memberikan ketenangan bagi siswa dan sekolah tetap dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan kondusif. Meskipun begitu, tetap terdapat sanksi untuk Kepala SMA N 1 Banguntapan dan tiga orang guru tersebut karena telah  terbukti melakukan pelanggaran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H