Mohon tunggu...
Caecilia Mediana
Caecilia Mediana Mohon Tunggu... -

lahir di kota Marmer, Tulungagung Jawa Timur. Sekarang sedang menyelesaikan strata satu Ilmu Komunikasi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Menyukai dunia fotografi jurnalistik dan hobi travelling.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pendar Pelita dari Pingit

6 Juni 2012   14:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:19 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ayo doa dulu sebelum memulai kegiatan. Duduk bersila dan tangan di atas dada. Ucapkan bis-mi-llah…” ujar frater Gorius Gores CMM. Belum selesai berucap, terdengar tangisan dari bocah balita yang duduk di depan frater Gorius.”Wuaaaa….hiks-hiks….ibu…aa….wua..”. Si Frater pun menghentikan ritual doa pembuka dan menyuruh salah seorang volunteer menenangkan balita yang menangis itu.

Begitulah suasana keramaian di ruang kelas pendampingan belajar untuk anak usia balita di Perkampungan Sosial Pingit (PSP) Yogyakarta. Keriuhan sudah dimulai sebelum ritual doa pembuka. Anak-anak balita tersebut telah asyik dengan mainan-mainan yang disediakan di ruang kelas, seperti kipas warna-warni, puzzle sederhana,dan balok-balok kertas. Kenakalan mereka membuat para volunteer harus bersikap sabar. Anak-anak itu adalah anak jalanan yang berasal dari keluarga tunawisma di Yogyakarta.

Pendampingan belajar anak balita adalah salah satu program yang ada di PSP. PSP merupakan sebuah komunitas karya sosial yang dimiliki oleh Yayasan Sosial Soegijapranata, Keuskupan Agung Semarang. Komunitas karya sosial ini bergerak di bidang community development kepada para tunawisma yang tinggal di sekitar Kali (Sungai) Winongo, Pingit, Yogyakarta. PSP dirintis mulai tahun 1965 oleh Pastor Benhard Kieser, seorang pastor yesuit Kolese Santo Ignatius, untuk memberikan pelayanan bagi keluarga-keluarga tunawisma.

“PSP hadir pasca peristiwa G30S PKI tahun 1965. Tahun-tahun itu terjadi krisis ekonomi berat dan melahirkan banyak tunawisma di Yogyakarta. Terbesitlah ide dari Pastor Kiesher untuk mendirikan penampungan bagi mereka,” ujar Frater Mario, frater asal Fakultas Teologi Sanatha Darma yang sejak Januari 2012 menjadi volunter.

Berkat bantuan seorang donatur yakni Soebarjo, PSP bisa menempati sebidang tanah di tepi Sungai Winango sampai sekarang. Di tepi sungai Winango inilah berdiri empat bangunan sederhana dengan dinding bambu dan triplek yang digunakan untuk ruang kelas, ruang rapat, dan ruang serbaguna.

Pada awal mulanya PSP hanya dikhususkan untuk pendampingan orangtua atau yang lebih dikenal dengan divisi pengembangan masyarakat. Divisi Pengembangan Masyarakat dilakukan dengan pendampingan warga binaan. Warga binaan adalah keluarga tunawisma yang berasal dari jalan-jalan di sekitaran Yogyakarta. Divisi ini mengajari mereka tentang cara memanajemen keluarga melalui pengaturan ekonomi. Metode yang diterapkan adalah tabungan wajib.

Seiring berjalannya waktu para orangtua tunawisma itu juga menginginkan pendampingan untuk anak-anak mereka. Maka dibentuklah divisi pendidikan anak. Menurut Frater Gorius Gores CMM divisi tersebut lebih fokus pada pendampingan belajar.

“Program pendampingan belajar diperuntukkan untuk anak balita seperti yang saya lakukan, kemudian SD kecil, SD besar, dan remaja. Program ini diadakan setiap Senin dan Kamis pukul 19.00 seusai mereka bekerja,” ujar frater yang sedang menempuh strata satu di fakultas Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Sanatha Dharma.

Pendampingan belajar yang dimaksud beda dengan kursus atau les pada umumnya. “Di sini kami memberikan materi belajar seperti pengetahuan umum yang tidak mereka dapatkan di sekolah. Kadang ada anak-anak jalanan itu yang sekolah kemudian mengalami kesulitan pelajaran, juga kami bantu,” ujar Dian Aprelia Rukmi,volunteer sekaligus peneliti dari PGSD Sanatha Dharma.

Materi belajar anak-anak dibentuk dan dirumuskan saat Rapat Kerja Volunteer dua kali selama setahun. Artinya per semester, para volunteer diharuskan membuat satuan materi pelatihan dan pembelajaran. Sebut saja di kelas pendampingan belajar anak balita yang diampu Frater Gorius Gores CMM. Frater dibantu dua volunteer lainnya membuat satuan materi tentang latihan dan praktik kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan perkembangan motorik anak, seperti menempel, menjahit, dan menggunakan alat peraga. Tidak hanya melakukan pendampingan dalam belajar, divisi pendidikan anak juga melakukan pendampingan ketrampilan membuat kerajian setiap Sabtu sore.

Lokasi tempat tinggal mereka yang berada di pinggir sungai seringkali digambarkan sebagai lokasi yang dekat dengan situasi kumuh, kotor, dan tidak terawat. Hal itu membuat para volunteer PSP mengajak anak-anak dampingan untuk belajar merawat lingkungan sekitar mereka melalui program Pingit Go Green. Salah satu wujud program Pingit Go Green adalah mengajak anak-anak menanam dan merawat pohon.

Semua usaha yang dilakukan oleh para volunteer tidak lain bertujuan untuk mengusahakan kehidupan mandiri bagi anak-anak di kemudian hari. Pendidikan adalah salah satu cara untuk melakukan perubahan untuk kehidupan yang lebih baik. Meski ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Theresia Kristi Panca Wijayanti yang akrab disapa Piwi mengakui selama menjadi volunteer di PSP ada kesukaran dalam mendampingi anak-anak jalanan itu, seperti sikap anak-anak dampingan yang nakal dan susah diatur.

Hal senada juga diakui Frater Gorius Gores CMM. “Mereka bertingkah seperti itu tidak terlepas dari latar belakang kehidupan mereka. Memang susah untuk diajak belajar. Tetapi perlahan kita dampingi. Sekarang berangsur-angsur mereka sudah bisa diajak belajar dan bermain,” imbuh frater.

Selama hampir 47 tahun berkarya, PSP telah menjadi pelita bagi keluarga-keluarga tunawisma di pinggiran Kali Winongo, Pingit Yogyakarta. Di tengah retorika-retorika pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan, PSP telah lebih dahulu melakukan langkah konkret bagi kaum tunawisma dan anak-anak mereka melalui program pendidikannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun