Ilmu pengetahuan bertujuan untuk mengkonseptualisasikan fenomena-fenomena alam dalam sebab-sebabnya, dalam urut-urutan sebab-akibat dan sebab-sebab umum. Seluruh proses ilmu pengetahuan dari 3000 tahun terakhir berkembang ke arah kepastian (dalam hal ini mengarah pada sains modern---penulis).Â
Sebab-sebab simbolis atau mitologis makin lama makin diganti oleh sebab-sebab yang pasti yang dapat diverifikasi. Dengan itu manusia menemukan tata tertib objektif dalam kosmos yang "predictable": kejadian yang akan datang dapat dihitungkan sebelumnya dan demikian dibimbing, dipergunakan atau dihalang-halangi menurut keperluan yang mendesak.[2]
Meski peradaban modern cenderung sudah meninggalkan upaya perolehan pengetahuan secara mitos, hal ini tetap tidak bisa dijadikan alat justifikasi absolut untuk menyatakan bahwa mitos sepenuhnya tidak valid. Mitos, dalam hal ini, telah lama membangun peradaban manusia, dan ada segmen di antaranya mitos dapat memberikan pengetahuan yang valid tetapi tidak dapat ditelusuri mekanismenya.Â
Bila dapat diumpamakan, untuk bergerak dari huruf A ke huruf Z, sains modern bergerak secara bertahap melewati huruf-huruf sesudah A, maka dari itu metodologis, sedangkan mitos tidak bergerak dengan cara serupa. Mitos dapat bergerak dari huruf A dan melompat ke huruf lainnya secara acak atau pun terpola (tetapi bukan pola saintifik) maupun melompat langsung dari huruf A ke huruf Z dengan cara yang tidak tampak sistematis.
Mitos diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Mitos umumnya dikemas dalam bentuk dongeng atau cerita/kisah. Kisah ini tentu saja memerlukan media penutur agar dapat terus diwariskan. Beberapa mitos dianggap sebagai sumber nilai, dan maka dari itu merembes pada urat nadi tradisi suatu kelompok kebudayaan (baca: masyarakat yang memiliki budaya/tradisi) tertentu.Â
Dengan demikian, nilai dari mitos itu sendiri dapat dianggap sebagai pengetahuan mendasar yang menjadi corak dan bahkan karakteristik dari suatu kelompok kebudayaan---dan maka dari itu dapat bermetamorfosis menjadi norma dan panduan etika berpikir serta berperilaku.Â
Perkiraan periode sebuah kisah yang memuat mitos berhamburan dari banyak sumber. Namun meski begitu, tak ada yang mampu memastikan kebenaran kapan tepatnya kisah tersebut dituturkan. Hanya terdapat wacana praduga dengan membawa serta bukti-bukti dokumen sejarah dan hasil observasi lapangan.
Kita tidak tahu pasti kapan kisah-kisah itu dikisahkan pertama kali; namun bagaimana pun juga, mereka sudah meninggalkan kehidupan purba. Mitos-mitos yang kita ketahui saat ini adalah ciptaan para penyair besar (atau penulis teks dokumentasi pada umumnya---penulis).[3] Betapa pun periode sebuah kisah yang memuat mitos tak dapat dipastikan, nilai yang terkandung di dalamnya adalah suatu kepastian.Â
Oleh sebab mitos tersebut sudah dianggap sebagai sumber epistemologis suatu kelompok kebudayaan, ia tetap memiliki relevansi sebagai pedoman hidup dalam banyak periode yang terlewat. Peran "penyair besar" di sini tak kurang merupakan peran sosok yang mendokumentasikan (entah berbentuk lisan maupun tulisan) sebuah narasi yang memuat mitos tersebut.Â
Dari "penyair besar" itulah sebuah mitos terjaga, meski setiap zaman akan memberikan distorsi karakteristik (misalnya perubahan beberapa unsur dalam kisah yang dituturkan), ia tetap tidak mengubah esensi nilai yang dikandungnya.
Maka demikianlah, mitos telah memiliki peran yang penting (bahkan sublim) dalam kehidupan manusia---betapa pun modern cara berpikirnya saat ini. Tak dapat dipungkiri bahwa peradaban yang tua ini sebagian besar dibangun bukan dengan ilmu pengetahuan modern dan teknologi mutakhir, melainkan dibangun dengan mitos dan kepercayaan yang sebagian besar tidak ilmiah dan bahkan transenden.Â