PERAN POLITIK MAHASISWA
Cucu Sutrisno
Kepala Departemen Sosial Politik BEM FIS UNY 2013
Anggota Lingkar Demokrasi dan HAM (LING D’HAM) PKnH FIS UNY
Pasca pelantika Jokowidodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pada 20 oktober 2014, Konstelasi politik Indonesia masih gamblang dengan adanya pembelahan elit menjadi dua kelompok politik yang saling beradu mewujudkan eksistensi dan status quo dalam kehidupan politik di Indonesia yakni Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang berhasil memenangkan Jokowidodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019 serta Oposisi Koalisi Merah Putih (KMP) yang berhasil memonopoli kepemimpinan DPR dan MPR 2014-2019. Pergulatan manuver politik “egoistik” yang bercirikan sikap ingin menang sendiri sebab merasa diri paling benar dan layak memegang kekuasaan di pemerintahan dilakukan oleh KIH dan KMP sejak Pemilu Presiden dan Wakil Presiden hingga sidang paripurna DPR dan sidang paripurna MPR.
Tarik menarik kepentingan di pemerintahan telah menciptakan kegaduhan politik hingga membagi rakyat menjadi kubu pro dan kubu kontra bagi KIH dan KMP. Kebingungan rakyat dalam bersikap tampak manakala di dalam kehidupan sehari-hari maupun di media sosial bermunculan cibiran untk menjatuhkan salah satu kelompok politik atas dasar mendukung kelompok politik yang lain. Dukungan yang bermuculan tidak jarang hanya atas dasar fanatisme terhadap tokoh politik atau partai polititik tertentu dan bukan atas dasar akal sehat dan pemikiran jernih dalam menilai kinerja untuk rakyat akan membahayakan keberlangsungan perkembangan kehidupan demokrasi saat ini. Orang yang memberikan dukungan karena fanatisme akan memiliki kecenderungan selalu menganggap benar satu kelompok politik dan menganggap salah kelompok politik yang lain. Fanatisme dukungan untuk KIH maupun KMP di pemerintahan periode 2014-2019 tidak boleh dilakukan karena kelompok kedua kelompok politik itu belum pasti selalu berpihak kepada rakyat sebab pemerintahan masih dalam masa transisi.
Mahasiswa sebagai intelektual muda menjadi salah satu kalangan yang turut terjebak dalam kebingungan politik Indonesia saat ini. Tidak sedikit mahasiswa yang mengalirkan dukungannya untuk KIH maupun KMP bukan atas dasar akal sehat dan pemikiran jernih namun mendukung hanya atas dasar fanatisme semata misalnya ketika mendukung tanpa kritik langkah politik KMP memilih Pilkada oleh DPRD meskipun itu mengebiri hak politik rakyat atau mendukung KIH dan Jokowidodo ketika menetapkan porsi menteri yang cukup besar untuk partai politik pendukungnya yakni 16 dari 34 kementrian meskipun tidak sejalan dengan salah satu janjinya saat kampanye yakni membentuk kabinet ahli dan tidak bagi-bagi kursi kekuasaan untuk koalisi. Rendahnya kualitas akal sehat dan kejernihan berfikir mahasiswa dalam menyikapi dinamika politik Indonesia merupakan noda hitam yang dapat mencoreng kebermaknaan mahasiswa sebagai intelektual muda yang harusnya selalu berfikir dan bersikap kritis dalam menangani setiap permasalahan termasuk wacana politik elit yang kental dengan perebutan kekuasaan. Kekritisan mahasiswa mutlak diperlukan agar dapat menjadi sumbangsih pemikiran terbaik sebagai solusi yang mensejahterakan bangsa dan negara.
Mahasiswa Bersikap!
Kondisi politik Indonesia dengan pemerintahan yang terbelah (diveded government) yakni KIH sebagai pendukung Presiden dengan KMP yang mendominasi Parlemen, berpotensi menghasilkan konflik politik eksekutif-legislatif. Keberlangsungan mekanisme ceck and balances di Pemerintahan antara eksekutif dengan legislatif dapat berlangsung over acting karena masing-masing kelompok politik tentu akan menonjolkan eksistensinya dalam mempertahankan pengaruh di pemerintahan—bukan tidak mungkin situasi yang tercipta melebihi kisruh Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua DPR dalam sidang paripurna DPR.
Adanya fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan ditangan DPR akan menjadi arena benturan kepentingan antara Anggota DPR KIH dengan Anggota DPR KMP dalam pelaksanaan fungsi DPR. Anggota DPR dari KIH yang mendukung Eksekutif berhadapan dengan Anggota DPR KMP yang mendominasi Parlemen sebagai oposisi di pemerintahan. Konflik kepentingan antara KIH dengan KMP akan terus terjadi di Parlemen terlebih apabila Presiden sebagai pimpinan di Eksekutif memilih berjalan sendiri dengan tetap memperjuangkan ideologi dan program-programnya serta tidak melibatkan partisipasi rakyat dalam membuat kebijakan atau tidak memilih untuk melakukan kompromi dan negosiasi dengan kekuatan politik mayoritas di Parlemen.
Konflik kepentingan yang akan terus terjadi di internal Parlemen antara KIH dengan KMP akan berbahaya apabila tidak ada satupun elemen yang mengawasi dan mengawal manuver politik KIH maupun KMP agar tetap dalam jalur memperjuangkan kepentingan dan aspirasi rakyat. Pengawasan rakyat kepada Parlemen mutlak dibutuhkan agar hukum besi oligarki tidak tumbuh subur dalam dinamika politik Indonesia dimana Partai Politik atau kelompok Partai Politik tidak lagi memperhatikan kepentingan dan aspirasi rakyat namun hanya memperhatikan kepentingan kaum oligarkhis yang menjadi penyokong dana bagi mereka. Adanya pengawasan untuk mengontrol jalannya pemerintahan akan mencegah tumbuh suburnya korupsi kekuasaan sebagaimana dalil Lord Acton bahwa kekuasaan memang akan cenderung korup tapi kekuasaan yang mutlak tanpa pengawasan akan benar-benar korup (power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely).
Pada fungsi pengawasanlah seharusnya mahasiswa berperan bukan mendukung hanya atas dasar fanatisme kepada KIH maupun KMP di Parlemen agar mereka tetap berjalan dalam jalur tugas mulianya untuk memperjuangkan kepentingan dan aspirasi rakyat. Penelaahan kritis menggunakan akal sehat dan pemikiran jernih melalui diskusi diruang-ruang akademis bersama teman sejaawat maupun dengan akademisi kampus sangat mungkin dilakukan mahasiswa karena memang itulah salah satu tugas mahasiswa—berdiskusi. Apabila didapati penyelewengan kekuasaan oleh KIH maupun KMP untuk kepentingan selain kesejahteraan rakyat, mahasiswa harus menjadi kalangan pertama yang menyuarakan bahwa kesejahteraan rakyat tidak boleh digadaikan dengan apapun apalagi hanya dengan kepentingan segelintir elit politik. Mahasiswa yang saat ini jumlah lebih dari empat juta sesungguhnya bisa dan mampu melakukan pengawasan untuk mengontrol jalannya pemerintahan dengan catatan tidak menjadi bagian dari kekuasaan KIH maupun KMP.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H