Mohon tunggu...
Bayu Nalury
Bayu Nalury Mohon Tunggu... Mahasiswa - Writer

Kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman Ketahanan Pangan pada Masyarakat Adat Kaluppini Sulawesi

23 September 2024   13:09 Diperbarui: 23 September 2024   13:26 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat adat Kaluppini terletak di kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan, dikenal juga dengan kearifan lokalnya di bidang pertanian tradisional yang disebut agrosilvopastura. Namun, masyarakat Kaluppini menghadapi berbagai ancaman ketahanan pangan yang disebabkan oleh perubahan iklim, deforestasi, dan modernisasi pertanian yang tidak selalu selaras dengan kearifan lokal. Ancaman ini tidak hanya mengganggu produktivitas pertanian tetapi juga mengancam keberlangsungan budaya dan kehidupan yang telah terpelihara selama berabad-abad.

Perubahan iklim menjadi ancaman utama yang memengaruhi ketahanan pangan di Kaluppini. Pergeseran pola cuaca yang semakin sulit diprediksi, seperti curah hujan yang tidak menentu, mengakibatkan gagal panen dan merusak siklus tanam yang telah lama digunakan. Padi ladang, yang menjadi andalan pangan utama, kini menghadapi penurunan produktivitas akibat kekeringan berkepanjangan dan banjir yang sering terjadi. Selain itu, peningkatan suhu global juga berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman, yang pada akhirnya mengurangi ketersediaan makanan di daerah ini.

Deforestasi masif yang terjadi di sekitar Kaluppini menambah tekanan terhadap ketahanan pangan lokal. Pembukaan lahan secara besar-besaran untuk perkebunan dan pertambangan telah menghilangkan banyak hutan yang selama ini menjadi sumber makanan dan obat-obatan alami. Hutan yang dulu menjadi tempat berburu, mencari buah-buahan, dan mendapatkan tanaman obat kini beralih fungsi menjadi lahan industri, mengakibatkan hilangnya sumber daya alam yang vital. Kehilangan hutan ini tidak hanya berdampak pada akses pangan, tetapi juga pada keseimbangan ekosistem yang mendukung pertanian tradisional.

Modernisasi pertanian yang diterapkan di Kaluppini sering kali tidak sesuai dengan kondisi geografis dan budaya lokal, sehingga menimbulkan masalah baru. Penggunaan teknologi pertanian modern, seperti pupuk dan pestisida kimia, meskipun bertujuan meningkatkan produksi, justru merusak kesuburan tanah dan mengancam kesehatan masyarakat. Selain itu, masuknya tanaman komersial yang tidak sesuai dengan kondisi setempat mengurangi diversifikasi pangan yang selama ini menjadi ciri khas pertanian di Kaluppini. Akibatnya, ketergantungan pada tanaman tertentu meningkat, yang berisiko mengurangi ketahanan pangan jangka panjang.

Untuk mengatasi berbagai ancaman ini, diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan masyarakat adat dalam merumuskan kebijakan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Pelestarian kearifan lokal, seperti sistem pertanian tradisional yang ramah lingkungan dan adaptif terhadap perubahan iklim, harus menjadi prioritas utama. Selain itu, upaya penghentian deforestasi dan pemulihan hutan adat perlu segera dilakukan untuk memastikan keberlanjutan sumber daya alam yang menjadi sandaran hidup. Dengan langkah-langkah ini, ketahanan pangan di Kaluppini dapat terjaga, sekaligus mempertahankan warisan budaya yang telah lama ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun