[caption caption="Pasangan cagub cawagub Sumatera Barat"][/caption]
Posisi Irwan Prayitno dalam pilgub Sumbar kian terjepit. Berkat tangan dingin Fadli Zon, koalisi PKS-Gerindra untuk mengusung Irwan Prayitno dalam pilgub Sumbar memang terbentuk. Sayangnya, cawagubnya, Nasrul Abit malah digugat oleh kader-kader Gerindra Sumbar. Penggugat mengklaim bahwa Nasrul Abit yang disodorkan Gerindra untuk mendampingi Irwan Prayitno difolak oleh 12 dari 19 DPC Kab/Kota Gerindra di Sumbar. Kondisi ini seolah-olah membuat Fadli Zon menjual gerbong kosong, atau mobil tak bermesin kepada Irwan Prayitno dan PKS. Kalaupun gugatan itu kandas, tetap akan meninggalkan api dalam sekam. Mesin politik Gerindra di Sumbar tidak akan sesolid ketika memenangkan Pileg 2014 dan mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam pilpres lalu.
Sekarang, parpol diluar koalisi PKS-Gerindra mewacakan head to head dalam pilgub Sumbar. Parpol penentang status quo ini kian solid membangun kerjasama untuk hanya memajukan satu pasangan kandidat untuk menjadi penantang Irwan Prayitno-Nasrul Abit. Pasangan kandidat yang digadang-gadang adalah Muslim Kasim dan Fauzi Bahar.
Wacana ini kian mengerucut sehubungan dengan mundurnya Mulyadi dari gelanggang. Tampaknya Mulyadi telah terbawa arus besar demi memperkuat wacana ini. Kandidat lain, seperti Shadiq Pasadigue dan Syamsu Rahim, kemungkinan besar juga akan berjiwa besar demi menggolkan dan memberi jalan bagi Muslim Kasim-Fauzi Bahar.
Sepanjang sejarah pilgub Sumbar, dua pasang kandidat berlaga belum pernah terjadi. Jadi wacana head to head pilgub Sumbar ini adalah simbol kecerdasan sekaligus kearifan parpol dan kandidat penantang incumbent.
Kecerdasan karena semakin banyak pasang kandidat akan memperkuat incumbent. Jika pasangan kandidat penantang tidak tunggal, maka suara-suara pemilih yang kecewa dengan kepemimpinan incumbent akan tersebar ke beberapa kandidat. Perpecahan ini memperkokoh pasangan incumbent yang strategi utamanya adalah merangkul erbahaya suara pemilih yang puas dengan kinerja pemprov. Di kalangan pemilih yang puas, pasangan incumbent tentu tidak punya saingan. .
Arif artinya bukan hanya kesepahaman perlu ada perubahan, tetapi untuk berubah perlu ada kerjasama dalam wadah yang lebih mengikat. Apalagi, untuk membangun poros bersama, pasangan penentang tunggal, artinya akan ada pengorbanan-pengorbanan tambahan. Yang dikorbankan bisa berupa posisi kader yang hendak diusung jadi cagub/cawagub, posisi di tim sukses, hingga hilangnya sebagian kekuatan financial yang bisa dihimpun oleh parpol/ pemain pilgub ini. Di sinilah titik kedewasaab parpol dan para kandidat penentang diuji, yaitu memajukan kepentingan perubahan di Sumbar ketimbang ambisi pribadi dan kepentingan parpol semata. Dan tampaknya mereka berhasil.
Tentu saja wacana ini tidak berlangsung linier. Wacana ini juga mengalami penentangan. Penentang pertama adalah para pemain politik yang menjadikan pilgub sebagai ajang mengumpulkan pundi-pundi. Semakin sedikit pasangan, tentu semakin kecil pula peluang mereka untuk mengkooptasi sumberdaya politik para kandidat. Kedua, pasukan senyap incumbent, sebagai upaya agar pemilih yang kecewa tidak terpolarisasi ke satu titik.
Kedua kalangan ini yang terus menerus mengipas-kipas para kandidat penentang. Mereka memainkan hasil survei, menyerang kandidat secara personal, sampai jual deklarasi dukungan politik. Harapanny, tentu saja, kandidat penentang yang dijagokan melihat dirinya sebagai sosok yang paling tepat, paling diinginkan rakyat dan paling mungkin memenangkan pertarungan. Bahwa "Bapak jauh lebih hebat ketimbang si anu, jadi jangan mau disutuh mundur" demikian kira-kira kipas-kipas mereka. Dua kalangan ini yang perlu diwaspadai.
Dengan terpolarisasinya pemilih puas dan pemlih kecewa, potensi penantang untuk mengalahkan pasangan Irwan Prayitno-Nasrul Abit akan semskin besar. Apalagi ditambah dengan ketidaksolidan mesin politik Gerindra Sumbar, paska Fadli Zon memaksakan Nasrul Abit yang tidak direkomendasikan pansel Gerindra Sumbar.. Mengingat hampir mustahil mengubah rekomendasi DPP Gerindra tersebut, maka pelecehan Fadli Zon akan ditangkapin dengan perlawanan diam. Mulutnya tidak menentang, tetapi kaki dan tangannya diam saja, tidak mau berkeringat demi menenangkan Irwan Prayitnon-Nasrul Abit, atau yang paling parah, kader-kader Gerindra ini akan loncat pagar, Mereka tidak ganti seragam, tetapi mendukung kandidat yang lain.
Â