Mohon tunggu...
Zulkifli SPdI
Zulkifli SPdI Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Arab MAN 3 Solok dan MAN 2 Solok

Hidup akan benilai dengan amal shaleh, manusia akan berharga dengan kemanfaatannya bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Strategi Pembelajaran Dikejar Anjing Gila

17 Januari 2020   06:26 Diperbarui: 17 Januari 2020   06:30 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebagai pendidik, mungkin kita sudah sangat banyak mempelajari dan memahami strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang akan kita pilih dan gunakan dalam proses belajar mengajar tentu berperan serta dalam menentukan kualitas dari proses pembelajaran itu sendiri. Dan pada akhirnya juga akan berpengaruh kepada hasil pembelajaran yang dapat dicapai. 

Setiap strategi, mungkin tidak akan cocok untuk seluruh siswa maupun kelas yang kita masuki. Sehingga kita harus mencari alternatif-alternatif strategi lain yang cocok untuk di setiap kelas yang berbeda dan dengan situasi dan kondisi siswa yang berbeda-beda pula. 

Strategi mengajar di siang hari misalnya. Tentu saja tidak bisa disamakan dengan strategi pembelajaran di pagi hari. Strategi mengajar di kelas IPS tidak bisa disamakan dengan stategi mengajar di kelas IPA dan sebagainya.

Menyikapi hal itu, Penulis teringat akan salah satu strategi yang sering digunakan oleh guru SD dulu kala ataupun juga guru mengaji di zaman dulu. Mereka menggunakan strategi yang saya sebut sebagai strategi pembelajaran "dikejar anjing gila". "Lho... apa hubungannya?" celetuk seorang teman diskusiku pada suatu hari. Mari kita berikan sebuah analisa yang sederhana saja.

"Jadi begini, Sob... " Dalam kondisi normal, ketika di depan kita ada parit yang lebarnya hampir 2 meter bahkan lebih. Maka kita akan mencari seribu satu alasan untuk mengatakan tidak mampu melompati parit tersebut. 

Otak kita pun akan berfikir, kita tidak akan mampu melewatinya karena melebihi kemampuan melompat kita seperti biasanya. Namun tentu akan lain ceritanya ketika kita dikejar oleh anjing gila. Dan dihadapan kita membentang sebuah parit  dengan lebar yang sama. 

Maka, otak kita akan mencari seribu satu cara agar bisa selamat dari kejaran anjing gila tadi walaupun harus melompati parit yang lebar tersebut. Otak kita juga akan berfikir keras bagaimana caranya agar bisa melompati parit yang lebar itu tanpa tercebur ke dalamnya. 

Lalu, segenap anggota tubuh pun akan berupaya melaksanakan apa yang sudah difikirkan oleh otak. Hasilnya, dengan berlari sekuat tenaga dan melompat dengan sangat kuat maka parit yang lebar tadi bisa kita lompati dengan tepat. Dan selamatlah kita dari kejaran anjing gila tadi.

Begitu juga ketika kita sedang mengajar. Kita bisa menerapkan strategi yang sama. Sebagai contoh, ketika mengaji di surau dulu, sang guru sering memberikan kejaran seperti anjing gila tadi. 

Bukan berarti kami yang dikejarnya. Tetapi sering diberikan tugas tertentu seperti menghafal ayat atau bacaan shalat dengan benar dan cepat. Lima orang tercepat dan benar diperbolehkan pulang terlebih dahulu. 

Sementara bagi yang tidak hafal, maka rotan sudah menunggu. Maklum, saat itu orang-orang belum lagi pada sibuk mengurus HAM. Belum ada istilah kekerasan terhadap anak. 

Hasilnya, kami pun berpacu dalam menghafal sebaik-baiknya. Dan benar saja, sang guru menepati ultimatumnya. Bagi yang hafal dengan benar bisa segera pulang ke pangkuan ibu pertiwinya. Sedangkan bagi yang lalai, maka ganjaran siap diberikan.

Lain lagi dengan guru idola saya di Tsanawiyah dulu. Entah apa pertimbangannya pada waktu itu, beliau memberikan tugas agar saya membawakan sebuah khutbah hari idul fitri di sekolah dalam sebuah acara keagamaan. Padahal saya sendiri tak pernah berceramah, bahkan membaca al qur'an saja sudah mulai terbata-bata karena sudah lama kaji tak diulangi. 

Sementara itu, punishment pasti sudah menunggu jika tak mau tampil. Di balik itu, jika berhasil tampil dengan baik, maka sang guru akan memberikan sebuah hadiah misteri. 

Sehingga saya pun berfikir dan berusaha sekuat tenaga untuk belajar menyampaikan sebuah khutbah idul fitri walaupun hanya di hadapan siswa dan guru saja, bukan di kegiatan sebenarnya.

Hasilnya, setelah itu saya menjadi lebih bersemangat lagi untuk belajar tampil di muka umum, walaupun sebenarnya saya adalah seorang yang pemalu.

Saya sendiri juga pernah menerapkan strategi ini di kelas yang saya masuki di jam pelajaran terakhir.  Dengan memberikan 5 buah soal yang berbeda-beda untuk setiap kelompok belajar. 

Aturannya sederhana saja, kelompok yang mampu menjawab dengan benar diperbolehkan pulang meskipun bel pulang belum berbunyi. Sebaliknya, kelompok yang belum selesai menjawab dengan benar walaupun bel pulang sudah berdenting, maka mereka belum diperbolehkan pulang. 

Alhasil, mereka pun berpacu dengan menggunakan segenap sisa-sisa daya yang ada. Dan benar saja, ada dua kelompok yang bisa menyelesaikannya sebelum bel pulang berdering. 

Sementara dua kelompok lagi, menyelesaikannya pas di waktu pulang, dan satu kelompok terakhir harus pulang sepeluh menit setelah bel berbunyi. Padahal dalam kondisi normal dan tanpa tantangan seperti itu, mereka biasanya mengerjakan tugas dengan berleha-leha walaupun sudah dinyinyiri.

Artinya, stategi pembelajaran seperti sedang dikejar anjing gila itu mampu juga memperbaiki tingkat kemampuan belajar siswa dan lebih membuahkan hasil belajar yang lebih baik. 

Tentu saja strategi ini diterapkan dengan tanpa membuat anak merasa terancam atau ditakut-takuti. Melainkan dengan memberikan sebuah tantangan yang mesti mereka atasi agar sampai kepada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Sebagai guru, kita harus senantiasa berinovasi, berkreasi dan bereksperimen untuk menemukan strategi-strategi baru walaupun sederhana. Asalkan bisa memacu siswa lebih giat dalam belajar dan pelaksanaan pembelajaran dapat lebih efektif dan efisien. 

Yaitu dengan membangkitkan gairah dan semangat belajar siswa meskipun mereka belajar di jam-jam yang rawan untuk terkantuk dan letih yang mendera badan setelah seharian belajar di dalam kelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun