Mohon tunggu...
Indra Buwana
Indra Buwana Mohon Tunggu... Lainnya - ya gitu

siap menerima kritik, saran, dan kiriman gopay atau ovo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Budaya "Ngangkring" Yogyakarta: Antara Kesukaan dan Kebutuhan

25 September 2014   19:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:32 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yang belum tahu angkringan, kurang lebih bentuknya seperti ini (docs: http://blog.umy.ac.id/jogjabelitung/files/2011/12/11angkringan.jpg)

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Yang belum tahu angkringan, kurang lebih bentuknya seperti ini (docs: http://blog.umy.ac.id/jogjabelitung/files/2011/12/11angkringan.jpg)"][/caption] Judul tulisan ini memang sengaja dibuat sedikit berbau akademis dengan memperhatikan ejaan, huruf kapital, dan lain sebagainya. Namun isinya tidak lebih dari sekedar "nguda rasa" soal kebutuhan penulis akan wedang jahe hangat yang bisa dibeli warung remang-remang yang menjamur di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Jika saya bilang DIY, tidak hanya berlaku di DIY, tetapi juga di seluruh kabupaten yang ada di DIY. Buat yang tidak tahu, DIY punya  empat kabupaten dan satu kotamadya. Dari kesukaan dan kebutuhan. Kesukaan dapat dimaknai sebagai suatu keinginan untuk melakukan sesuatu dengan sukarela dan dilakukan dengan tanpa beban dan tuntutan apapun. Misalnya penulis suka tidur siang, maka tidak perlu disuruh pun saya bisa tidur siang. Lalu bagaimana hubungannya dengan angkringan?Angkringan bisa menjadi destinasi wisata yang disukai oleh orang-orang DIY, baik yang bermukim di DIY atau wisatawan jangka lama (mahasiswa dan orang-orang komuter) dan wisatawa jangka pendek. Angkringan menjadi simbol yang tidak bisa dipisahkan dari keramahan dan kemurahan DIY. Bayangkan saja satu gerobak angkringan biasanya hanya dilengkapi dengan satu atau dua kursi panjang yang membuat pengunjung harus duduk berdekatan satu sama lain. Penjual angkringan tepat berada di depan para pengunjung, kecuali jika kehabisan rokok atau es batu maka si penjual angkringan akan ke warung  terlebih dahulu. Jangan diartikan bahwa angkringan sebagai tempat sempit, tapi sebagai tempat yang hangat dan ramah, hehehe. Angkringan juga bertindak representasi dari kemurahan DIY karena makanan dan minuman di angkringan relatif lebih murah daripada restoran. 5000 bisa dapat nasi kucing, jahe hangat, dan gorengan dua. Hanya saja jangan datang ke angkringan dalam keadaan yang sangat lapar jika tidak ingin membayar lebih. Angkringan sebagai kebutuhan. Sebenarnya kebutuhan apa yang bisa dipenuhi oleh angkringan? Yang jelas bukan kebutuhan soal makan karena di warung burjo ada nasi telur dengan harga 5000-6000 dengan porsi yang lebih banyak dan lebih pas di kantong mahasiswa. Kebutuhan yang bisa dipenuhi angkringan adalah kebutuhan orang-orang akan tempat berteduh, tempat kongkow, dan tempat berhenti sejenak dari kesibukan. Ini hanya kesimpulan penulis saja karena pernah melihat beberapa petugas parkir dan keamanan yang mampir ke angkringan untuk sejenak menghalau dingin dengan minum teh hangat ketika sedang tugas malam. Para bapak-bapak itu membutuhkan angkringan sebagai tempat mengusir dingin dan mendapatkan teman ngobrol karena tidak jarang mereka bertugas sendirian pada malam hari. Adanya angkringan juga bertindak sebagai pengimbang dari pesatnya pembangunan di DIY, khususnya Sleman dan Kota Yogyakarta. Mall, hotel, supermarket, dan minimarket semakin menjamur di kota dengan julukan berhati nyaman ini sedikit banyak mengurangi kenyamanan Yogyakarta. Semakin banyak orang yang sibuk di Yogyakarta sehingga hati mereka tidak lagi senyaman dulu. Dampaknya adalah banyak orang yang mudah tersinggung dan menyinggung orang lain. Hadirnya angkringan memberikan suasana nyaman dan selalu melambaikan tangan kepada orang-orang yang hatinya tidak mendapatkan kenyamananan. [caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="mumet, dab? ayo mampir dhisik ben anget atine (docs: http://dpolo.files.wordpress.com/2008/11/angkringan-miring.jpg)"]

suasana angkringan
suasana angkringan
[/caption] Selain itu angkringan juga sebagai salah satu alat pemuas kebutuhan orang-orang Yogya untuk bersosialisasi, terutama di kalangan orang-orang yang tidak mau menghabiskan uangnya di kafe untuk berkumpul dengan teman-temannya. Bapak saya termasuk dalam kalangan ini. Bapak dapat menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk nongkrong di angkringan dan ngobrol dengan teman-temannya. Atau saya yang sering membutuhkan kehangatan dari segelas jahe hangat karena belakangan ini sedang masuk angin. [caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Kalo beruntung, ada umbi jahe di dalam wedang (http://angkringanpanorama.files.wordpress.com/2011/05/wedang-jahe.jpg)"]
Kalo beruntung, ada umbi jahenya di dalam wedang
Kalo beruntung, ada umbi jahenya di dalam wedang
[/caption] Angkringan sebenarnya tidak hanya di DIY saja. Di Surakarta dan sekitarnya angkringan lebih sering disebut dengan HIK (Hidangan Istimewa Kampung). Karena tingkatannya hanya kampung, jadi jangan mengharapkan ada makanan-makanan barat di angkringan. *maaf, saya ga punya kamera jadi gambarnya asal comot dari google. namun, sebisa mungkin saya masukin alamat tempat saya nyomot gambar. mohon dimaklumi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun