[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Yang belum tahu angkringan, kurang lebih bentuknya seperti ini (docs: http://blog.umy.ac.id/jogjabelitung/files/2011/12/11angkringan.jpg)"][/caption] Judul tulisan ini memang sengaja dibuat sedikit berbau akademis dengan memperhatikan ejaan, huruf kapital, dan lain sebagainya. Namun isinya tidak lebih dari sekedar "nguda rasa" soal kebutuhan penulis akan wedang jahe hangat yang bisa dibeli warung remang-remang yang menjamur di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Jika saya bilang DIY, tidak hanya berlaku di DIY, tetapi juga di seluruh kabupaten yang ada di DIY. Buat yang tidak tahu, DIY punya  empat kabupaten dan satu kotamadya. Dari kesukaan dan kebutuhan. Kesukaan dapat dimaknai sebagai suatu keinginan untuk melakukan sesuatu dengan sukarela dan dilakukan dengan tanpa beban dan tuntutan apapun. Misalnya penulis suka tidur siang, maka tidak perlu disuruh pun saya bisa tidur siang. Lalu bagaimana hubungannya dengan angkringan?Angkringan bisa menjadi destinasi wisata yang disukai oleh orang-orang DIY, baik yang bermukim di DIY atau wisatawan jangka lama (mahasiswa dan orang-orang komuter) dan wisatawa jangka pendek. Angkringan menjadi simbol yang tidak bisa dipisahkan dari keramahan dan kemurahan DIY. Bayangkan saja satu gerobak angkringan biasanya hanya dilengkapi dengan satu atau dua kursi panjang yang membuat pengunjung harus duduk berdekatan satu sama lain. Penjual angkringan tepat berada di depan para pengunjung, kecuali jika kehabisan rokok atau es batu maka si penjual angkringan akan ke warung  terlebih dahulu. Jangan diartikan bahwa angkringan sebagai tempat sempit, tapi sebagai tempat yang hangat dan ramah, hehehe. Angkringan juga bertindak representasi dari kemurahan DIY karena makanan dan minuman di angkringan relatif lebih murah daripada restoran. 5000 bisa dapat nasi kucing, jahe hangat, dan gorengan dua. Hanya saja jangan datang ke angkringan dalam keadaan yang sangat lapar jika tidak ingin membayar lebih. Angkringan sebagai kebutuhan. Sebenarnya kebutuhan apa yang bisa dipenuhi oleh angkringan? Yang jelas bukan kebutuhan soal makan karena di warung burjo ada nasi telur dengan harga 5000-6000 dengan porsi yang lebih banyak dan lebih pas di kantong mahasiswa. Kebutuhan yang bisa dipenuhi angkringan adalah kebutuhan orang-orang akan tempat berteduh, tempat kongkow, dan tempat berhenti sejenak dari kesibukan. Ini hanya kesimpulan penulis saja karena pernah melihat beberapa petugas parkir dan keamanan yang mampir ke angkringan untuk sejenak menghalau dingin dengan minum teh hangat ketika sedang tugas malam. Para bapak-bapak itu membutuhkan angkringan sebagai tempat mengusir dingin dan mendapatkan teman ngobrol karena tidak jarang mereka bertugas sendirian pada malam hari. Adanya angkringan juga bertindak sebagai pengimbang dari pesatnya pembangunan di DIY, khususnya Sleman dan Kota Yogyakarta. Mall, hotel, supermarket, dan minimarket semakin menjamur di kota dengan julukan berhati nyaman ini sedikit banyak mengurangi kenyamanan Yogyakarta. Semakin banyak orang yang sibuk di Yogyakarta sehingga hati mereka tidak lagi senyaman dulu. Dampaknya adalah banyak orang yang mudah tersinggung dan menyinggung orang lain. Hadirnya angkringan memberikan suasana nyaman dan selalu melambaikan tangan kepada orang-orang yang hatinya tidak mendapatkan kenyamananan. [caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="mumet, dab? ayo mampir dhisik ben anget atine (docs: http://dpolo.files.wordpress.com/2008/11/angkringan-miring.jpg)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H