Kenaikan harga pangan global pada tahun 2024 memberikan dampak signifikan pada inflasi dan daya beli masyarakat Indonesia. Artikel ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga pangan global serta dampaknya terhadap perekonomian nasional, terutama pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Kenaikan harga bahan pokok seperti beras, daging, dan minyak goreng menambah tekanan pada inflasi dan mengubah pola pengeluaran rumah tangga. Melalui metode analisis deskriptif dengan menggunakan data sekunder, penelitian ini menyajikan tinjauan komprehensif tentang hubungan antara harga pangan global dan inflasi di Indonesia, serta efektivitas kebijakan pemerintah dalam meredam dampak krisis pangan ini. Hasil menunjukkan bahwa kenaikan harga pangan global menyebabkan efek signifikan terhadap pola konsumsi masyarakat, terutama terjadi efek "crowding out" pada pengeluaran non-pangan. Pemerintah telah mengimplementasikan beberapa kebijakan strategis, namun tantangan utama terletak pada distribusi dan ketergantungan impor.
Kata Kunci: Harga Pangan, Inflasi, Daya Beli, Indonesia, kenaikan, masyarakat, kebijakan, dampak, pengeluaran
Faktor apa saja sih yang menyebabkan naiknya harga pangan?
Tahun 2024 menjadi masa yang penuh tantangan bagi perekonomian global, terutama akibat lonjakan harga pangan yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti gangguan rantai pasokan, perubahan iklim, serta konflik geopolitik seperti perang di Eropa Timur. Kenaikan harga pangan tidak hanya terjadi di tingkat global, tetapi juga memberikan tekanan langsung pada harga bahan pangan pokok di Indonesia. Sebagai negara yang sangat bergantung pada impor bahan pangan, Indonesia mengalami kenaikan inflasi yang signifikan, yang secara langsung mempengaruhi daya beli masyarakat. Kenaikan harga ini terutama dirasakan oleh kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang alokasi pengeluaran mereka untuk kebutuhan pangan sangat besar. Kenaikan harga bahan pangan seperti beras, cabai, dan minyak goreng berdampak besar terhadap inflasi inti. Di sisi lain, pengeluaran rumah tangga untuk sektor non-pangan mengalami penurunan yang cukup signifikan karena masyarakat harus mengalihkan anggaran untuk kebutuhan pokok. Fenomena ini disebut sebagai efek "crowding out", di mana kenaikan harga barang-barang pokok menyebabkan pengorbanan dalam pengeluaran untuk kebutuhan lain seperti pendidikan dan transportasi. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana kenaikan harga pangan global mempengaruhi inflasi domestik dan daya beli masyarakat Indonesia.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa harga bahan pangan memiliki kontribusi signifikan terhadap inflasi. Menurut Helbawanti et al. (2021), harga pangan pokok seperti beras, daging sapi, dan minyak goreng sangat mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia. Fluktuasi harga bahan pangan menyebabkan kenaikan inflasi, terutama pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang sangat sensitif terhadap perubahan harga pangan. Selain itu, Mananja & Marta (2024) menekankan bahwa kenaikan harga bahan pokok memiliki dampak langsung terhadap pola pengeluaran konsumsi rumah tangga, terutama di sektor makanan dan transportasi. Penelitian ini memperkuat konsep bahwa dalam kondisi inflasi tinggi, masyarakat cenderung mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan non-pangan. Dampak ini juga dirasakan secara signifikan oleh masyarakat pedesaan, yang proporsi pengeluarannya untuk kebutuhan pokok lebih tinggi dibandingkan masyarakat perkotaan. Dalam menghadapi situasi ini, pemerintah telah meluncurkan berbagai kebijakan, salah satunya adalah program Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng yang diterapkan pada tahun 2022. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat dan menstabilkan harga pangan pokok. Studi ini menekankan perlunya kebijakan yang lebih strategis untuk mengatasi dampak jangka panjang dari kenaikan harga pangan global dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan analisis kualitatif terhadap data sekunder yang bersumber dari berbagai laporan dan publikasi resmi seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia, serta penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan. Data yang digunakan mencakup harga komoditas pangan pokok seperti beras, minyak goreng, daging sapi, dan cabai dari tahun 2017 hingga 2024. Selain itu, analisis juga menggunakan laporan inflasi dari Bank Indonesia dan data pola pengeluaran konsumsi rumah tangga yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan pengaruh kenaikan harga pangan global terhadap inflasi domestik dan daya beli masyarakat. Penelitian ini juga meninjau efektivitas kebijakan pemerintah dalam merespons kenaikan harga pangan serta tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan harga pangan pada tahun 2024 memberikan dampak signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Inflasi pada awal tahun 2024 tercatat sebesar 4,25%, jauh di atas target inflasi Bank Indonesia sebesar 3%. Harga komoditas pangan seperti beras dan cabai mengalami lonjakan yang cukup signifikan, dengan kenaikan harga cabai mencapai 10% dari tahun sebelumnya. Kenaikan harga ini memaksa rumah tangga mengalihkan anggaran mereka dari pengeluaran untuk barang non-pangan ke kebutuhan pokok. Data dari Susenas 2020 menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan pangan mencapai lebih dari 30% dari total pendapatan, terutama pada masyarakat berpenghasilan rendah.
Dampak dari kenaikan harga pangan ini tidak hanya dirasakan oleh konsumen tetapi juga oleh produsen dan distributor. Beberapa kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah, seperti pengendalian harga melalui Harga Eceran Tertinggi (HET) dan program BLT, terbukti efektif dalam jangka pendek untuk menjaga daya beli masyarakat. Namun, kebijakan tersebut masih menghadapi tantangan dalam hal distribusi dan monitoring harga di pasar. Selain itu, ketergantungan Indonesia pada impor pangan membuat stabilisasi harga di dalam negeri menjadi sulit dilakukan.
Kesimpulannya yaitu Kenaikan harga pangan global pada tahun 2024 memberikan dampak yang signifikan terhadap inflasi dan daya beli masyarakat Indonesia, terutama pada kelompok berpenghasilan rendah. Dampak ini dirasakan melalui peningkatan harga komoditas pokok yang mengubah pola pengeluaran rumah tangga dan menyebabkan efek "crowding out" pada pengeluaran non-pangan. Kebijakan pemerintah seperti BLT dan pengendalian harga terbukti membantu dalam jangka pendek, tetapi tidak cukup untuk menghadapi tantangan jangka panjang. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif untuk meningkatkan ketahanan pangan domestik dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Referensi :
Helbawanti, O., Saputro, W. A., & Ulfa, A. N. (2021). Pengaruh harga bahan pangan terhadap inflasi di Indonesia. Agrisaintifika, Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 5(2), 107-116.