Nami kula mbah Sarjo (nama saya mbah Sarjo) demikian ia memperkenalkan diri.
Usianya sudah 83 tahun, dengan 8 anak, 20 cucu, dan 7 cicit.
Mbah Sarjo sudah jualan sate sejak ia berumur 18 tahun, berarti sampai sekarang sudah 65 tahun.
Lima puluh tahun diantaranya dihabiskan saat beliau berjualan di pasar Beringharjo.
Sebuah prestasi yang luar biasa.
Saat ini mbah Sarjo memilih berjualan di dekat rumahnya.
Untuk ke tempat kerjanya mbah Sarjo naik becak dari rumahnya di purwokinanti ke depan pura pakualaman Yogyakarta dengan onkos 5 ribu
Meski para anaknya sudah meminta ia berhenti bekerja, namun mbah Sarjo tetap memilih untuk terus bekerja, bahkan ketika para anak dan cucunya memberinya uang (istilah mbah Sarjo menjatah) iapun menolaknya.
Dari pada di rumah cuma ngantuk, di sini kan bisa ketemu banyak teman, ketemu banyak orang.
Ia memulai menggelar dagangannya mulai pukul 12 siang dan berakhir sekitar jam 5 sore.
Saya tidak membahas soal satenya (dan karenanya tulisan ini tidak saya kelompokkan ke kuliner), meski cara mengolahnya agak unik (daging dibumbui terlebih dahulu baru dibakar), namun cara mensyukuri hidup dengan tetap memilih terus bekerja adalah sebuah contoh yang perlu ditiru
Sementara kebanyakan dari kita mengeluh berbagai hal,mbah Sarjo terus saja bekerja dengan berjualan sate di bawah pohon beringin di depan pura pakualaman Yogyakarta, meski usia terus bertambah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H