Aksi demonstrasi 31 Maret 2017 atau yang populer dikenal dengan aksi 313 menyisahkan berbagai “misteri”. “Misteri” yang dimaksud adalah terbongkarnya agenda terselubung dibalik aksi yang dibungkus rapi dalam kemasan Islam.
Setidaknya masyarakat Jakarta bahkan Indonesia mulai meragukan kegiatan aksi atas nama Islam yang dikomandoi oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan dirinya sebagai “ulama”. Aksi 313 menjadi jembatan untuk membuka kesadaran publik bahwa aksi-aksi yang pernah dilakukan selama ini sebenarnya sarat dengan muatan politis dan diarahkan untuk menggagalkan Busuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi gubernur DKI Jakarta. Maka tidak heran sebagian dari peserta aksi menggunakan simbol-simbol politik dari pasangan calon gubernur tertentu agar dipilih oleh masyarakat di tempat pemungutan suara nantinya. Sebagian besar peserta aksi 313 nampak mempublikasikan gerakan dan simbol politik yang sering digunakan oleh pasangan nomor urut 3 Anies Baswedan dan Sandiaga Uno (Anies-Sandi) dalam setiap kampanyenya. Fenomena itu sungguh membuat umat Islam di Jakarta dan Indonesia prihatin karena ternyata isu penistaan agama dijadikan barang dagangan untuk kepentingan pemenangan pasangan calon gubernur DKI Jakarta.
Selain menjadi ajang kampanye pasangan nomor urut 3, aksi 313 juga diarahkan sebagai pra kondisi yang berniat melengserkan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia. Upaya ini sungguh berlebihan karena aksi 313 dalam narasinya mengangkat isu bela Islam, tapi nyatanya mengarah pada gerakan makar.
Ditangkapnya pimpinan aksi 313 yang juga menjabat sebagai sekjend Forum Umat Islam (FUI) Gatot Saptono alias Muhammad Al Khaththath beserta tinga orang lainnya yaitu, Zainuddin Arsyad, Irwansyah, dan Diko Nugraha, oleh kepolisian menjadi bukti bahwa aksi 313 tersebut murni gerakan makar yang disembunyikan dalam kemasan bela Islam. Dalam keterangan pihak kepolisian, aksi 313 menjadi awal untuk gerakan-gerakan selanjutnya yang bertujuan menggulingkan pemerintahan yang sah untuk kemudian mereka gantikan dengan sistem yang mereka inginkan. "Pelaksanaannya akan melakukan kegiatan yang lebih besar. Untuk tanggal 30-31 Maret 2017 itu pemanasan. Itu dalam pertemuan agendanya seperti itu yang dihasilkan,"kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Selasa (4/4/2017)[1]. Jelas ini adalah rencana makar yang sangat bertentang dengan konstitusi negara kita dan harus ditindak secara tegas berdasarkan hukum yang berlaku. Untuk itu, tulisan ini menguraikan sepak terjang aktor penggerak aksi 313, kemudian menelusuri organisasi Forum Umat Islam (FUI) sebagai penyelenggara aksi, lalu menjelaskan aksi 313 sebagai motif untuk memenangkan pasangan calon gubernur DKI Jakarta nomor urut 3, serta menguraikan aksi 313 sebagai aksi tunggangan oleh kelompok anti demokrasi dan anti pancasila.
Riwayat Muhammad Al Khaththath Inisiator Gerakan Makar
Penangkapan Al Khaththath menyiratkan sebuah pesan bahwa melalui FUI, Al Khaththath ingin mengarahkan massa aksi 313 untuk menggulinkan pemerintahan yang sah secara konstitusional. Sepakterjang Al Khaththath memang dekat dengan gerakan-gerakan Islam, semenjak kuliah di Institute Pertanian Bogor (IPB) Al Khaththath aktif sebagai aktivis Badan Kerohanian Islam IPB Tahun 1985-1986[2], dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) periode 2002-2004. Lepas dari HTI, Al Khaththath terjung kedunia politik dan maju sebagai Calon Anggota Legislatif Indonesia melalui Partai Bulan Bintang (PBB) namun gagal karena kalah bersaing dengan politisi lain di dapil yang sama[3].
merupakan aktor yang mengingkan tegaknya syariat Islam di Indonesia. Dalam kegiatannya Badan Kerohanian Islam (BKI-IPB) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sering bergandengan tangan untuk menyukseskan suatu acara yang semangatnya sarat dengan semangat ideologis HTI. Antara BKI-IPB dan HTI seringkali mengadakan kajian keislaman bulanan yang mengangkat tema tentang hasil Kegemilangan Muktamar Khilafah[4]. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Khilafah merupakan sistem pemerintahan yang diperjuangkan oleh HTI dalam rangka mengubah Indonesia sebagai negara pancasila dengan sistem demokrasi menjadi sistem pemerintahan Khilafah yang meniadakan bentuk negara. Keterlibatan Al Khaththath sebagai kader aktif sekaligus pernah menduduki jabatan strategis didua organisasi anti demokrasi dan anti pancasila itu, mengindikasikan bahwa aksi-aksi yang telah diselenggarakannya merupakan aksi politis sarat dengan uapaya makar dan berkeinginan mengubah pancasila berganti syariat Islam yang bernuasa Khilafah sebagaimana yang dikehendaki oleh HTI.
Riwayat FUI, Organisasi Aksi Makar