Judi, dalam segala jenis dan bentuknya, merupakan salah satu patologi sosial atau penyakit masyarakat yang tidak akan pernah berkesesuaian dengan norma kebaikan, hukum, adat istiadat, moral, agama dan kebiasaan masyarakat pada umumnya.
Sama halnya dengan patologi sosial lainnya semisal prostitusi, narkoba, mabuk, dan sek bebas yang berdampak pada munculnya berbagai permasalahan kehidupan sosial lainya. Dari ragam penyakit sosial ini timbul stress, kriminalitas, pengangguran dan bahkan kematian.
Dalam arti lain, judi termasuk ancaman sosial nyata yang dapat merugikan masa depan rakyat Indonesia saat ini dan nanti. Bukan hanya merusak nilai-nilai agama dan budaya bangsa, tapi juga merongrong tatatan keluarga, ekonomi dan mental seseorang.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan data terbaru bahwa ada 80.000 anak atau remaja terpapar judi online. Mereka rata-rata berusia di bawah 10 tahun atau masih usia Sekolah Dasar (SD), sementara pemuda usia hingga 19 tahun yang menjadi korban judi online sebanyak 197.540 orang.
Total semuanya mencapai 2,37 juta masyarakat Indonesia terindikasi main judi online dengan persentase usia 30 sampai 50 tahun 40 persen, 1.640.000 orang. Usia di atas 50 tahun 34 persen, jumlahnya 1.350.000 orang, usia 21-30 tahun sekitar 13 persen dan usia 10-20 tahun berjumlah 11 persen.
Dari jumlah ini dapat disimpulkan bahwa Indonesia sedang darurat patologi sosial bernama judi online. Belum lagi judi offline yang dilakukan oleh masyarakat di tempat-tempat tertentu yang jumlah korbannya bisa jadi lebih besar dan merata dari korban judi online.
Sementara, Indonesia memiliki impian besar lagi mulia, pada tahun 2045, di mana Indonesia genap berusia satu abad terhitung sejak proklamasi kemerdekaan, bermimpi hendak menjadi bangsa dan negara yang adil, makmur dan maju dalam segala aspek.
Tentu saja, impian atau cita-cita ini tidak mungkin tercapai bilamana penyakit sosial seperti judi masih menggerogoti rakyat Indonesia, terutama generasi muda yang saat ini berusia 10 sampai 30 tahun.
Ancaman Nyata Indonesia
Nampaknya, pemerintah mulai menyadari ancaman nyata dari aktivitas judi, terutama judi online, dengan dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) Judi Online (Judol) oleh presiden Jokowi yang dilanjutkan oleh presiden Prabowo Subianto saat ini.
Terbukti, tak lama setelah terbentuk pemerintahan baru, langkah konkret pemerintah dalam mencegah serta memberantas aktivitas judi online adalah menangkap para pelindung situs-situs judi online di Kementerian Komunikasi dan Digital yang selama ini ikut terlibat dalam merusak masa depan rakyat Indonesia.
Aktivitas judi, baik offline maupun online, menjadi ancaman serius karena sangat berdampak pada banyak hal dalam kehidupan masyarakat: kerugian ekonomi, masalah keluarga, tindakan kriminal, kerusakan moral dan kesehatan mental.
Pertama, kerugian ekonomi. Orang yang bermain judi pasti akan mengalami kerugian ekonomi dengan jumlah beragam, bahkan ada yang sampai bangkrut dan terlilit utang sebab bermain judi. Parahnya lagi, jumlah korban judi online sebagaimana tersebut di atas, 80 persen adalah masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.
Banyak individu maupun keluarga kehilangan harta akibat kencaduan main judi. Mereka yang awalnya berkecukupan atau bahkan kaya raya, tetiba jatuh miskin dan banyak utang. Banyak kasus bunuh diri terjadi karena terlilit utang untuk main judi. Â
Kedua, konflik keluarga. Bila ekonomi atau keuangan seseorang terganggu, terlebih bagi yang sudah berkeluarga, dapat dimungkinkan terjadinya masalah. Apalagi, keuangan tersebut habis karena judi, niscaya konflik keluarga sulit dihindarkan.
Misalnya, uang yang seharusnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, habis digunakan untuk bermain judi. Bahkan, akibat dari judi ini beberapa rumah tangga hancur dan berakhir dengan perceraian.
Ketiga, tindakan kriminal. Selain mengalami kerugian ekonomi dan konflik keluarga, biasanya orang yang kalap karena kalah main judi bisa mengarah pada tindakan kriminal. Mereka akan mencuri, merampok, membegal dan menipu untuk mendapatkan modal tambahan.
Hal ini dilakukan karena sudah tidak memiliki apa-apa, habis semua barang berharganya sebab kalah main judi. Pada saat bersamaan, hasrat untuk berjudi masih tinggi, sehingga segala cara dilakukan, termasuk tindakan kriminal supaya bisa berjudi lagi.
Keempat, kerusakan moral. Motivasi awal orang berjudi adalah karena ingin cepat kaya tanpa kerja keras. Akhirnya, mereka mencari jalan pintas dengan berjudi. Tergiur oleh iming-iming menang besar dari bandar, padahal sesungguhnya jadi korban.
Aktivitas judi memang benar-benar merusak nilai-nilai moral seseorang, mendorong sikap malas, melemahkan semangat kerja dan mengganggu kesehatan mental. Pada akhirnya, orang yang terpapar judi akan mengalami kerusakan moral.
Stop Judi, Bangun Negeri!
Bicara kemakmuran dan kemajuan Indonesia 2045, berarti berbicara kualitas Sumber Daya Manusia itu sendiri. Jika patologi sosial semisal judi masih menjangkiti masyarakat Indonesia, jangan berharap impian mulia dan besar tersebut bisa terwujud.
Gerakan "War to Gambling," perang terhadap segala bentuk perjudian harus dimulai dari saat ini dan seterusnya. Nyatakan bahwa judi adalah musuh bersama bangsa Indonesia yang harus diperangi, bukan dilindungi apalagi dikembangbiakkan.
Tentu saja, gerakan "War to Gambling" ini butuh kesadaran kolektif semua lapisan masyarakat, pendekatan sistematis dan berkelanjutan supaya bangsa Indonesia benar-benar terbebas dari segala bentuk perjudian, baik offline maupun online.
Pertama, penegakan hukum oleh pemerintah. Penegak hukum dalam hal ini pemerintah perlu memperkuat dan mempertegas penegakan hukum terhadap semua aktivitas perjudian. Sikat semua mafia judi yang selama ini bersekongkol dengan para bandar judi.
Kedua, menghadirkan internet positif. Pintu masuk aktivitas judi online sebenarnya berasal dari internet yang dapat diakses dengan mudah oleh semua orang. Pemerintah, dalam hal ini Komdigi, harus menghadirkan internet positif bagi seluruh warga Indonesia tanpa ada ativitas perjudian di dalamnya. Â
Ketiga, edukasi kesadaran publik. Sebagian orang, yang saat ini menjadi korban judi online itu memang banyak yang awalnya tidak mengetahui tentang bahaya judi online, sehingga edukasi tentang bahaya segala bentuk judi memang harus senantiasa digencarkan oleh kita.
Keempat, pembedayaan ekonomi masyarakat. Mungkin juga, sebagian orang berjudi karena faktor kesulitan mendapatkan peluang ekonomi. Sehingga pemerintah juga perlu memberikan perhatian khusus perihal pemberdayaan ekonomi masyarakat agar tidak berjudi.
Kelima, kolaborasi semua lapisan masyarakat. Semua orang, termasuk kita, memiliki tanggung jawab untuk bersama-bersama dan sama-sama kerja memerangi judi. Mulai dari pemerintah, keluarga, lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, media dan lainnya untuk berkolaborasi membebaskan Indonesia dari perjudian.
Dengan demikian, gerakan nasional "War to Gambling" untuk menciptakan Indonesia bebas dari judi pada 2045 adalah keniscayaan. Gerakan ini tidak hanya tentang penegakan hukum, tetapi juga mencakup pendekatan edukasi, pemberdayaan masyarakat, dan kolaborasi lintas sektor untuk menghancurkan akar masalah judi di tanah air.
Cita-cita mulia, Indonesia Emas 2045 hanya dapat terwujud bilamana bangsa ini terbebas dari segala bentuk penyakit sosial, termasuk judi. Gerakan "War to Gambling," perang terhadap judi adalah panggilan jiwa yang bersemayam di dalamnya merah putih bagi seluruh elemen masyarakat.
Mari gotong royong, kita jadikan tahun 2045 sebagai tonggak sejarah Indonesia bebas judi, menuju bangsa yang beradab, adil, makmur, maju dan sejahtera. Stop Judi, Bangun Negeri! Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H