Sayangnya, meskipun memiliki peran strategis, penting dan vital dalam menentukan warna serta kebijakan nasional, nyatanya Pemilu Legislatif masih mengalami ketidaksetaraan dalam pemberitaan media massa dan perhatian dari publik.Â
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendalam mengenai alasan rasional di balik minimnya antusiasme publik dan pemberitaan media yang terfokus pada pemilihan ini.
Mengapa Minim Atensi dan Sepi Pembahasan?
Saya melihat beberapa penyebab rendahnya atensi publik dan media terhadap pelaksanaan pemilu legislatif ini.Â
Pertama, karena faktor kompleksitas politik, mulai dari pelaksanaannya dilakukan secara serentak hingga menyulitkan publik untuk fokus pada dua kegiatan secara bersamaan.Â
Banyaknya jumlah caleg sehingga membingunkan publik juga menjadi salah satu penyebab utama rendahnya atensi dan sepi pemberitaan terkait pemilu legislatif.
Dibandingkan dengan pemilu presiden yang terdiri dari tiga pasang calon cenderung menarik lebih banyak perhatian publik, apalagi masing-masing paslon didukung oleh sumber daya yang sangat banyak, termasuk para pendukungnya. Sementara pemilihan legislatif melibatkan banyak calon dari berbagai partai dan daerah. Kerumitan ini seringkali sulit diuraikan dan disederhanakan oleh media massa untuk dijadikan narasi yang menarik perhatian masyarakat.
Kedua, kurangnya pemahaman masyarakat terhadap peran legislator dapat menyebabkan minimnya ketertarikan pada pemilu legislatif. Banyak warga yang lebih fokus pada figur presiden atau kepala pemerintahan, menganggap bahwa kebijakan dan keputusan penting sepenuhnya berasal dari kepala eksekutif.Â
Padahal, legislator memiliki peran vital dalam merumuskan undang-undang, mengawasi pemerintahan, dan mewakili kepentingan konstituennya. Minimnya pemahaman ini menyebabkan kurangnya perhatian publik dan pemberitaan media terhadap pemilu legislatif.
Ketiga, dominasi isu-isu politik sensasional dan kontroversial dalam pemberitaan media massa juga berkontribusi pada minimnya sorotan terhadap pemilu legislatif. Berita yang menarik perhatian, kontroversial, atau skandal cenderung mendapat lebih banyak ruang dan waktu di media. Sementara itu, isu-isu kebijakan dan visi partai politik seringkali terabaikan. Akibatnya, esensi pemilu legislatif yang seharusnya menjadi bagian integral dari proses demokrasi seringkali terpinggirkan.