Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pemilu Progresif-Beradab

7 Desember 2023   09:26 Diperbarui: 7 Desember 2023   09:26 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar: kotak suara | krenger/iStockphoto.com

Perlu kami tegaskan sejak awal bahwa diksi serta narasi tentang politik dan pemilu Progresif-Beradab ini digagas pertama kali oleh Pemuda Hidayatullah sebagai respon atas begitu masifnya tindakan destruktif yang dilakukan oleh anak bangsa, mulai dari kalangan muda dan tua, elit sampai alit. Mereka tanpa ragu-ragu dan bahkan terang-terangan melakukan tindakan amoral, menabrak konstitusi, mengabaikan budaya luhur, menggadaikan idealisme serta mengesampingkan nilai-nilai ketuhanan demi ambisi sebuah jabatan publik belaka.

Tentu saja, dalam hal ini tidak ada nama yang dituju apalagi disebut secara spesifik siapa yang dimaksud dengan sedang "mengalami kemunduran berpikir sekaligus kehilangan adab." Yang jelas, secara individu kita dapat melihat lalu menilai para elit alias politisi kita, antara pikiran, ucapan dan tindakannya yang sangat bertentangan. Jadi, lain dikata lain dikerja. Kata-katanya bombastis tapi moralnya tipis. Awalnya vokal menyuarakan kebenaran, tapi akhirnya menjadi diam karena takut kehilangan jabatan. Dari idealis menjadi sangat pragmatis.

Dua kata sengaja dipilih, Progresif dan Beradab, sebagai kata kunci suksesnya gelaran pemilu kali ini. Secara sederhana, Progresif itu dapat diartikan dengan berpikir maju, berani, inovatif, penuh gagasan dan pastinya menghadirkan kemaslahatan bagi bangsa dan negara. Sementara Beradab atau adab merupakan sikap mental dalam berpikir, berbicara serta bertindak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila petama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalau dalam Bahasa agama Islam dikenal dengan istilah akhlakul karimah.

Tak dapat kita pungkiri, pemilu kali ini baik eksekutif maupun legislatif membuka kesempatan bagi siapapun untuk berpikir mundur dan bertindak amoral. Mulai dari para kontestan politik, penyelenggara pemilu, pemerhati dan bahkan kita sendiri sebagai penentu suara. Terlebih bagi orang yang memandang jabatan sebagai ruang atau wahana untuk melakukan kerusakan, seperti tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), maka dapat dipastikan pemilu kali ini tidak akan pernah menghasilkan pemimpin-pemimpin pembawa kemaslahatan.

Apakah ada? Banyak. Buktinya, sudah ratusan orang ditangkap lalu dipenjara karena korupsi, kolusi dan nepotisme. Ini bukan hanya sekali, tapi sejak masa orde baru, lama dan reformasi saat ini. Bahkan, menurut Prof. Dr. Mahfudz MD, tindakan KKN saat ini jauh lebih dahsyat dan terang-terangan dibandingkan era orde baru. Inilah yang saya maksud pemilu sebagai pintu masuknya iblis berwujud manusia, merebut kekuasaan demi melakukan kerusakan bukan kemaslahatan. Kalau begitu, pemilunya saja ditiadakan! Bagaimana?

Hemat penulis, justru ini bukan solusi terbaik. Meskipun di dunia pemerintahan banyak orang-orang brengsek dan kurang ajar, tapi saya meyakini di sana juga jauh lebih banyak para pejabat yang baik dan sedang memperjuangkan kebaikan untuk bangsa dan negara kita, Indonesia. Ini tentu pembelaan sekaligus argumentasi saya kepada orang yang enggan berpartisipasi dalam pemilu kali ini dan nanti, yang menganggap pemilu atau demokrasi sebagai tempat produksi lahirnya beragam kejahatan dan kerusakan negeri.

Pemilu harus dijadikan sebagai wadah untuk menyeleksi putra-putri terbaik bangsa sebagai pemimpin negeri ini. Pada saat yang sama, mendiskualifikasi manusia-manusia serakah dan pongah dari kursi kekuasaan. Mereka yang memiliki keinginan luhur, pengetahuan luas serta banyak pengalaman mengurus bangsa sekaligus negeri, harus mendapatkan prioritas utama dalam pemilihan umum nanti. Kita harus jadikan pemilu sebagai sarana melihat rekam jejak para kontestan yang sedang bertanding merebut kekuasaan.

Lantas bagaimana caranya? Tentu saja, pemilunnya harus Progresif-Beradab. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, menghadirkan pemilu yang mendorong setiap jiwa untuk senantiasa berpikir, berucap dan bertindak yang hasilnya satu, yakni maslahat atau kebaikan. Dalam arti lain, bukan sistemnya yang dirubah, tapi manusianya. Sistem yang baik bila diurus oleh orang-orang baik niscaya hasilnya akan baik, dan begitu pula sebaliknya, sistem yang baik jika diurus oleh orang-orang jahat, maka akan melahirkan kejahatan dan kerusakan.

Untuk penyelenggara pemilu, pastikan selektif dalam memlih pendaftar calon pemimpin, baik legislatif maupun eksekutif. Buat aturan pertandingan yang jelas, fair, dan mencerminkan nilai profetik sekaligus profesional. Jangan sampai ada celah sedikitpun bagi para begundal untuk berbuat curang dan jangan coba-coba untuk berkolusi dengan mereka. Segera diskualifikasi para kontestan yang terlihat melakukan kecurangan sekecil apapun bentuknya, karena bila dibiarkan akan menjadi preseden buruk dan mencederai pemilu kita.

Terkhusus bagi para kontestan, jabatan bukanlah tempat berbuat kerusakan, tapi sarana untuk berbuat kebaikan. Sehingga harus benar-benar didasari oleh keinginan luhur, mendatangkan kemaslahatan bukan kerusakan. Pastikan juga sejalan antara progresivitas dengan adab, sebab gagasan saja belumlah cukup tanpa dibarengi oleh integritas atau akhlakul karimah. Saya pikir, banyak pejabat cerdas dan pintar, tapi moralnya berantakan. Nilai-nilai Pancasila harus betul-betul meresap dalam jiwa dan menjadi karakter dalam pikiran, ucapan dan tindakan.

Agar pemilu kali ini kita tidak kecolongan lagi, memilih pemimpin yang antara pikiran, ucapan dan tindakannya selaras serta membawa kemaslahatan bagi kita semua, lihat rekam jejaknya selama ini. Gagasannya untuk membangun Indonesia seperti apa dan jangan terkecoh oleh gimik belaka. Kemasan dan tampilan bagus, nyatanya penjahat dan pelaku kejahatan. Ini harus kita perhatikan agar tidak muncul kekecewaan. Akhirnya, mari kita wajudkan pemilu kita saat ini sebagai pemilu paling progresif dan beradab.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun