Mohon tunggu...
Busroni Wongsodimejo
Busroni Wongsodimejo Mohon Tunggu... wiraswasta -

Local made, fragile, low explosive..\r\nPls, handle with care!\r\n

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Menunggu News Corp Menjadi News Maker

22 Desember 2012   05:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:13 1730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hot news beberapa minggu ini selain ditundanya sanksi FIFA untuk Indonesia adalah rumor tertariknya korporasi global News Corp untuk menjadi pemegang hak komersial ( commercial rights ) Liga Indonesia. Sejauh yang saya ikuti ketertarikan tersebut masih berupa proses negosiasi alias belum final. Kabar ditanda tangani kerjasama antara PSSI dengan News Corp belum jelas apakah berupa Gentleman Agreement atau Memorandum of Understanding atau baru presentasi. Tapi dari pihak PT.LPIS sepertinya sangat terkesan dengan tawaran dari News Corp tersebut. Tawaran paling menggiurkan pastinya adalah gelontoran dollar dan profit sharing yang katanya sangat bagus. Di tengah kesulitan finansial yang melanda banyak klub, itu adalah iming iming yang bikin ngiler. Namun belum ada sinyal apapun dari PT.LI merespon tawaran tersebut.

Well,kalau itu benar saya ikut senang potensi pasar sepakbola kita ternyata besar dan dilirik investor asing yang bereputasi global. Potensi yang sejak dulu saya sadari jika dikelola dengan benar akan menjadi mesin pencetak uang dan memiliki efek domino bagi ekonomi nasional. Dengan populasi ketiga terbesar di Asia setelah China dan India maka Indonesia adalah kue yang lezat di mata pemilik modal ( kapitalis ) tak terkecuali di sepakbola. India mungkin lebih banyak penduduknya tapi kultur sepakbolanya belum terbentuk dan sekuat Indonesia.
Pasar yang besar membuat banyak klub luar mendirikan sekolah sepak bola di sini, melakukan tur latihan pra musim sampai kegiatan jalan jalan pemain dibungkus coaching clinic yang hampir tidak ada manfaatnya selain hiburan karena sering peserta coaching clinic hanya anak orang kaya. Beberapa klub ternama telah membuka website berbahasa Indonesia untuk mengakomodasi penggemarnya.
Saya sering menjumpai ulasan jurnalis asing tentang sepakbola Indonesia yang begitu hingar bingar. Betapa excitednya mereka ditengah fans sepakbola yang tengah menyaksikan pertandingan diselingi suara petasan dan percikan kembang api ( walaupun itu terlarang ) laksana karnaval atau perayaan. Hal yang mungkin hanya ditemui di Amerika Latin. Jika fans sepakbola Meksiko dulu dikenal dengan Mexican Waves-gerakan mengayun kedua tangan berurutan membentuk gelombang- maka tak berlebihan jika saya memberi brand gairah fans sepakbola disini sebagai 'Senayan Crowd'-Senayan yang berjubel dan hingar bingar. Itulah imej sepakbola Indonesia yang lebih terkenal crowd nya di banding prestasinya. Pasar yang menggiurkan itu sayangnya pula yang menjadi salah satu sumber kisruh sepakbola nasional yaitu perebutan ladang bisnis pengelolaan kompetisi.
Di tengah tawaran yang menggiurkan dari News Corp yang sulit ditolak itu saya berharap PSSI tetap mencermati poin demi poin itu sehingga tidak merugikan di kemudian hari. Secara primordial tentu saya lebih senang kompetisi dikelola oleh anak bangsa sendiri tapi kalau memang ada sisi positifnya dengan investor asing, why not? Yang sedikit merisaukan saya adalah jangka waktu kerjasama itu yang terhitung sangat lama 25 - 30 tahun. NewsCorp pasti punya kalkulasi bisnis sendiri tapi hendaknya PSSI juga punya hitungan aspek lain selain bisnis. Saya belum tahu pembagian kewenangan antara PSSI dan News Corp. Tapi jika News Corp adalah pemegang commercial rights ( hak komersial ), yang saya pahami NewsCorp akan mengelola semua aspek komersial dari kompetisi. Dari sponsor, hak siar, marketing dan hal hal lain yang mendatangkan uang ( komersial ). Sedangkan pengelola liga ( PT. LPIS atau PT. LI ) hanya fokus mengurusi hal teknis kompetisi dan peningkatan kualitas kompetisi seperti manual liga, mengatur jadwal, tranfer pemain pelatih dan penegakan rules of the game. Saya masih belum jelas apakah misalnya jika ada pihak ketiga yang mau jadi sponsor ( misalnya Djarum ) harus lewat NewsCorp atau lewat pengelola liga. Mengingat NewsCorp ini adalah konglomerasi media global maka kompetisi di Indonesia berpeluang ditayangkan di jaringan milik mereka yang tersebar tak kurang dari 50 negara.Walau itu mungkin baru bisa direalisasikan 10 tahun dari sekarang. Tentu itu tantangan pengelola liga dan klub serta semua stake holder sepakbola disini. Masak penonton Star Sport / ESPN mau disuguhi tawuran pemain atau stadion yang becek. Dari sana jalan masuk merk merk global masuk. Jaringan News Corp yang yang mendunia tentu membantu sisi marketing. Jangan lupa salah satu perusahaan News Corp adalah pembuat film 20th Century Fox. Jangan heran jika nanti di jersey Persija ada promosi film produksinya misalnya ' Rambo VIII ' .Promosi film lewat jersey sepakbola sudah lazim. Tentu anda masih ingat tulisan ' Resident Evil ' di jersey salah satu klub Spanyol beberapa tahun yang lalu. Stop! itu semua masih mimpi dan khayalan.
Jangka waktu 25 tahun adalah jangka waktu 6 periode kepengurusan PSSI dan ada 5 kali Pemilu yang berpeluang berganti gaya pemerintahan. Siapa yang menjamin dalam 6 periode itu tidak terjadi pergeseran dinamika politik, ekonomi dan lain lain? Saya lebih senang jika maksimal 15 tahun seterusnya ditender ulang. Saya pikir pada saat itu sudah ada perusahaan nasional yang sanggup menggantikan atau merubah menjadi commercial rights menjadi broadcasting rights saja.
Bangsa ini sudah punya pengalaman kontrak jangka panjang dengan Freeport dimana pemerintah Indonesia hanya menikmati sekian persen saja dari eksploitasi tembaga dan emas dari bumi Papua. Kita hanya bisa misuh misuh karena kontrak dilakukan di awal Orde Baru dan ketika dinamika politik sudah berubah nilai insentif dan deviden dinilai terlalu kecil. Belum lagi kontrak jual beli gas Tangguh ke China di masa Presiden Megawati yang ternyata dimasa sekarang nilainya sangat jauh dibawah harga pasar. Saya tidak anti asing tapi cermatilah poin poin kesepakatan dan opsi revisi setiap jangka waktu tertentu menjadi keharusan. Dibutuhkan transparansi berkaitan dengan kerjasama tersebut. Terakhir selesaikan dulu PR besarnya yaitu menyelesaikan kisruh. Jangan sampai berharap News Corp yang didapat malah bad news ketika sanksi FIFA datang.

Salam olahraga

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun