Jika teman-teman sudah pernah membaca tulisan saya tentang seorang TKW Filipina yang menjadi kenangan indah saya akan ketika masih menerima siaran TV Kabel dari Filipina. TKW Filipina itu bernama Sarah Baglaban. Kisah pembebasan dia adalah bukti bahwa hukuman pancung pun bisa berubah jika....jika...saja pemerintah mau berusaha untuk melindungi "pahalawan devisa"-nya.
Sarah Baglaban adalah seorang gadis Mindanao yang mengadu nasib di United Emirat Arab (UEA) negeri yang sampai saat ini masih memetakan manusia berdasar ras dan gender. Gadis 17 tahun ini nekat memalsukan umurnya agar bisa bekerja di negeri impian para pekerja migran demi membantu membiayai keluarga besarnya di Mindanao, Filipina.
Pada tahun 1994, majikan pria Almas Mohammed al-Baloushi berusaha memperkosanya. Sarah tidak tinggal diam, anak keempat dari 14 bersaudara ini menikam majikannya sebanyak 34 kali. Tentu saja sang majikan langsung merenggang nyawa. Tak pelak gadis muslim ini harus masuk ke dalam penjara.
Pada sidang pertama, Sarah terbukti dalam telah membunuh Al-Baloushi namun Sarah hanya menghadapi 7 tahun penjara karena terbukti penikaman itu adalah usaha pembelaan diri. Selain penjara, Sarah juga harus membayar uang kompensasi kepada keluarga korban, namun Sarah juga menerima uang kompensasi karena dia menjadi korban perkosaan.
Ternyata keputusan ini membuat keluarga Al-Baloushi tidak puas sehingga mereka naik banding. Sehingga pada tahun 1995, sidang kedua dilanjutkan dengan keputusan hukuman mati di depan regu tembak bagi Sarah Baglaban, karena pengadilan mendapatkan tidak ada bukti-bukti perkosaan terhadap diri Sarah Baglaban.
Hebatnya pemerintah Filipina, yang diwakili oleh diplomat dan pengacara handal yang mengerti hukum yang berlaku di negara Uni Emirat Arab, berusaha keras tanpa kenal lelah dan putus asa untuk melepaskan Sarah dari hukuman mati tersebut. Saya masih ingat ketika Filipina sempat memutuskan untuk menghentikan pengiriman tenaga kerja mereka ke negera Arab tersebut. Bahkan negara Cory Aquino ini sempat mempertimbangkan untuk menarik kembali semua Pekerja Migran mereka dari Uni Emirat Arab, sehingga sempat menuai protes dari para Pekerja Migran, Calon Pekerja Migran dan majikan mereka.
Tidak berhenti sampai disitu, mereka juga melakukan diplomasi ke negara-negara lain sehingga masalah Sarah Baglaban menjadi krisis internasional. Keberhasilan diplomasi ini tentu saja amat menguntungkan posisi tawar Filipina terhadap kasus Sarah Baglaban, karena akhirnya UEA ditekan oleh dunia Internasional.
Tekanan internasional ternyata membuat Presiden UEA saat itu, Syeikh Zayed Bin Sultan Al Nahyan jengah. Presiden yang berkuasa selama 30 tahun di UEA ini pun berusaha membujuk keluarga Al- Baloushi untuk memaafkan Sarah Baglaban. Pendekatan ini pun berhasil melunakan keluarga bekas majikan Sarah, sehingga Sarah akhirnya diberikan kesempatan Sidang ketiga.
Akhir 1995 sidang ketiga dimulai. Sarah pun akhirnya diputuskan menghadapi hukuman 1 tahun penjara dan 100 cambuk, yang akan dicicil selama 5 hari.  Selain itu Sarah harus membayar uang kompensasi kepada keluarga Al-Baloushi yang lumayan besar untuk saat itu. Beruntung uang tersebut dibayarkan oleh seorang Pengusaha Filipina yang bersimpati pada gadis ini.
Selama di penjara, beberapa kali petugas dari Kedutaan Filipina datang mengunjunginnya. Para petugas inilah yang selalu mengawasi perkembangan Sarah, bahkan mereka juga memeriksa tubuh Sarah setelah hukuman cambuk. Lucunya menurut petugas tersebut tidak ada bekas luka akibat hukuman cambuk pada tubuh gadis Mindanao ini. Ternyata di Arab juga ada istilah lip service juga.
Pertengahan 1996, Sarah pun dibebaskan (hidup-hidup). Dia langsung pulang ke Filipina dan disambut sebagai pahlawan di negaranya. Saya sendiri sempat melihat di televisi, Cory Aquino ikut menyambut dan memeluknya ketika itu. Saya terharu sampai menangis melihat peristiwa tersebut.