Mohon tunggu...
Noni Nandini
Noni Nandini Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lahir di Jakarta, tumbuh di Kalimantan Timur, kuliah di Yogyakarta dan Solo, kerja di Jakarta.....(Koes Plus banget yah....) hobi membaca, menulis, nonton tv dan film, berenang dan koleksi. Tertarik dengan diving (khususnya untuk hura-hura walaupun sudah kursus diving beberapa kali), sailing (walaupun kalau ikutan regatta dapet bobbi price terus), Jepang, Korea, Manga, Dorama, Film Korea dan Jepang, cerita detektif, misteri, dokumenter dan travelling (walaupun masih sebatas pulang kampung dan sekitar Jakarta).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sawo Matang Kulitku

16 Oktober 2010   22:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:22 2272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_292119" align="alignleft" width="200" caption="Saya yang berkulit hitam (sawo matang banget)"][/caption]

Gara-gara ada blog yang menuliskan tentang Putri Indosia yang seakan sekarang wajib berwajah Indo dan tentu saja putih, saya jadi tergelitik untuk menuliskan sedikit pengalaman masa kecil dibawah bayang-bayang "kecantikan-sejati-perempuan-Indonesia-harus-berkulit-putih-dan-berhitung-mancung".  Saya sendiri kebetulan mempunyai gen kulit sawo matang yang amat kuat sehingga sejak kecil memang sudah ada tanda-tanda kalau saya akan berkulit hitam.  Maklum lah Bapak Jawa Timur dan Mama Ambon Makassar, jadi yah susah kan mau putih.

Sebenarnya di keluarga Mama dan Bapak ada juga berkulit putih, kakak Mama berkulit putih saking putihnya sampai jadi kelihatan Indo, Oma saya putih sehingga kata Bapak saya urat birunya sampai kelihatan saking putihnya.  Dari pihak Bapak saya, Yang Ti saya putih seperti keturunan Tionghoa, begitu juga Pak Lek saya.  Jadi yah saya ini kena apesnya aja berkulit sawo matang.

Dulu Bapak pernah cerita sama saya.  Waktu Bapak saya mau menikahi Mama, keluarga besar Bapak tidak setuju karena dalam bayangan mereka orang Ambon pasti berkulit hitam, maklum filosofi kecantikan orang Jawa kan perempuan berkulit kuning langsat.  Namun Bapak tetap nekat, karena Bapak yakin begitu melihat wajah Mama pasti keluarga besarnya setuju.  Dan memang ternyata biar ambon wajah Mama saya cantik lho....sumpah bukan sombong tapi kenyataan....bahkan kalau Mama pakai jilbab kelihatan kayak orang timur tengah, sedangkan pakai sari jadi kayak orang India.  Jika anda pernah nonton film Kamasutra (ini film Kamasutra yang benar-benar film bukan BF atau yang dibelakangnya pake double X atau triple X), nah Mama saya ketika muda mirip sekali dengan pemeran utama wanitanya.

Sebagai anak perempuan satu-satunya, Mama tentu saja berharap saya putih seperti Kakak beliau atau paling buruk saya kuning langsat kayak Yang Ti.  Namun ternyata sudah mirip Bapak, eh kulit saya  pun tak jauh beda dengan Bapak, sawo matang banget.   Kalau saya main dibawah sinar matahari sehari saja maka warna kulit saya akan menggelap sekitar dua tone.  Malah waktu saya TK, teman-teman saya mengira saya orang Irian saking hitamnya saya.

Saking kelingnya, Mama sampai melarang saya untuk main siang-siang dan selalu berlindung dari sinar matahari.  Lucunya disaat yang sama saya juga disuruh aktif berenang dan olah raga laut seperti diving dan sailing.  Jadi kalau saya ke laut, maka pakaian saya kayak orang mau ke gunung, pakai lengan panjang dan celana training plus topi.  Kata Mama biar gaknambah hitam.

Masih untunglah saya harus menghadapi Mama, daripada saya harus menghadapi seorang Ibu yang terobesesi agar anak perempuannya putih di sebuah kasus yang saya baca di Majalah Kartini.  Karena anak perempuannya yang masih berumur 3 tahun berkulit hitam, tidak seperti si Ibu.  Maka si Ibu ingin memutuhkan kulit anaknya, jadi diam-diam si Ibu memakaikan produk pemutih pada si anak.  Akhirnya bukan jadi putih, kulit si anak malah jadi gosong beneran dan terkelupas terus menerus....aaaaiiiihhhh....

Saya sendiri tidak pernah merasa malu dengan warna kulit saya, walaupun sering sekali saya dinomorduakan sebagai perempuan karena warna kulit saya.  Toh, saya merasa saya dengan kulit sawo matang, saya gak perlu terlalu ribet ngerawatnya.  Saya jadi gak perlu "takut" sama yang namanya sinar matahari atau saya harus luluran setiap minggunya.

Lucunya, setelah jaman Mama saya menikah hampir 35 tahun yang lalu pandangan akan kulit putih atau kuning langsat lebih cantik daripada kulit sawo matang pun masih melekat pada masyarakat Indonesia.  Ditambah lagi dengan hadirnya artis-artis sinetron keturunan Eropa yang menghiasi layar kaca kita.  Maka ter-brainwash-lah bangsa ini akan pandangan berkulit putih itu lebih cantik, pandangan yang sebenarnya merupakan peninggalan jaman penjajahan dan kaum priyayi.

Bahkan Bapak saya pernah bilang, seorang perempuan berkulit putih kelihatan lebih priyayi.  Saya cuma ketawa, karena saya kuliah satu angkatan dengan cucu langsung Pakualam.  Kulitnya sebelas dua belas dengan saya, tetapi setiap orang yang melihat dia akan tahu dia bukan perempuan sembarangan karena sikap dan tindak tanduknya yang amat mencerminkan perempuan bangsawan.  Jadi bukan warna kulit kan yang menjamin seorang perempuan menjadi "priyayi" dalam arti kata sebenarnya dan juga bersikap.

Jadi sekarang daripada saya berusaha mutihin kulit saya seperti yang hampir saya lakukan ketika jaman kuliah lebih baik saya rawat dengan baik karena kebetulan dari sononya kulit saya halus....hehehehehe.  Toh, orang berkulit sawo matang punya banyak kelebihan daripada kulit putih seperti tidak mudah terkena kanker kulit, tidak mudah terbakar oleh sinar matahari, secara genetik berpeluang kecil untuk terkena Lupus dan tentu saja seksi sekaligus eksotis, kalau gak percaya coba lihat usaha Mariah Carey , Kim Kadarshian dan Shakira membuat kulitnya menjadi tan agar terlihat eksotis dan seksi.  Soooo....hidup sawo matang!!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun