Sungguh sangat menyejukkan. Akhirnya nama yang paling ditunggu-tunggu rakyat Indonesia untuk nyapres nongol juga. Bukan eks ABRI, bukan raja media, apalagi raja singa. Jawara yang dicintai rakyat demi kepentingan rakyat. JOKOWI!
Atas restu “Si Nyonya Tua”, Jokowi menyanggupi dan siap maju sebagai capres. Rakyat tahu itu sebuah keputusan sulit. Akan tetapi, rakyat butuh sebuah “paint killer” untuk penyakit rasa jenuh.
Jenuh terhadap kandidat yang itu-itu saja. Seolah tidak ada yang lain, atau memang sengaja ditiadakan. Animo rakyat sangat besar. Terlepas dari cibiran pihak tertentu yang mencap Jokowi menjilat ludahnya sendiri. Mengingat ‘Wong Solo’ sempat berjanji akan fokus mengurusi Jakarta. Sesuai lakon utamanya saat ini sebagai Gubernur.
Tapi rakyat tidak peduli. Dari seluruh calon yan tersedia, hanya satu yang paling dianggap layak. Jika tidak, serangan golput kembali mewabah. Karena rakyat tidak akan rela jika yang terpilih adalah sosok penguasa atau militer.
Banyak pihak juga yang bilang, kinerja Jokowi belum seumur jagung. Baru jadi gubernur sebentar, mau nyalon presiden. Ada prestasi apa?
Yang nanya seperti itu biasanya lebih sering berada di ruangan ber-AC, haha-hehe. Bisa jadi otaknya agak beku, mungkin AC-nya merk ternama. Ngantor numpang tidur diangkut sedan mewahnya, yang berlabel duit rakyat. Termasuk juga, kaum yang ngaku intelektual tapi terbiasa hidup instant.
Hidup serba terfasilitasi. Jarang menggunakan fasilitas publik, atau bisa dikatakan ogah. Apalagi berinteraksi sosial dengan rakyat jelata. Begitu ada celah sedikit, posting di jejaring sosial, haha-hehe. Karena mereka tidak pernah tahu arti sebuah proses.
Ketika Jokowi bekerja. Dengan segala kerendahan hati, prioritas utama adalah kepentingan rakyat. Tidak perlu dijelaskan apa saja yang sudah dilakukan. Apa pun itu, yang merasakan, ya cuma rakyat sejati. Sejatinya rakyat yang hidup melalui proses normal di kehidupan nyata, bukan maya.
Upaya dan usaha yang penting. Realisasi hasil, biarkan proses dan waktu yang menentukan. Tuhan saja butuh proses saat menciptakan bumi, manusia bahkan jin sekalipun.
Sejak kapan ada patokan warga Negara perlu sederet waktu untuk menjadi presiden. Itu hanya alibi pihak yang takut kalah atau malah sering kalah saat ikut kompetisi. Sedikit pun tidak tertulis di UUD 45. Asal mampu mengaplikasikan ideologi Pancasila, dan tentu saja, dicintai rakyatnya.
Rakyat golput tentu kecewa dan merasa khawatir dengan yang sudah-sudah. Ketika eks ABRI berada di tampuk pimpinan, mungkin saja ada rasa diktator ala militer untuk melakukan perintah. Mengingat latar belakang mereka yang menganut sistem komando. Begitu juga saat raja media atau pengusaha yang berkuasa. Bisa jadi akan ada selera untung rugi karena latar belakang mereka yang berorientasi bisnis.
Atas dasar itulah, banyak rakyat rela dan siap melepas status golput mereka. Mungkin untuk yang pertama kalinya seumur hidup. Karena yang maju adalah perwakilan rakyat. Apapun kebijakan yang diambil, akan mengacu pada kepentingan rakyat. Sudah seharusnya seperti itu.
Wilayah rawan proyek seperti DPR pun perlu diisi orang-orang seperti Jokowi. Sehingga yang mewakili rakyat memang RAKYAT, bukan rayap!
Satu hal lagi. rakyat pendukung Jokowi belum tentu pro dengan partainya. Hanya kebetulan saja peruntungan Jokowi masuk dari jalur banteng merah. Toh, Jokowi juga tidak terlalu sering menyebut nama partainya. Terlepas dari rasa respeknya terhadap tokoh-tokoh penting di parpolnya, jelas Jokowi hanya ‘menyewa’ perahu.
Jika nilai tukar rupiah dan IHSG mendadak menggeliat begitu mendengar Jokowi nyapres. Akankah ada kejutan lain saat sang capres bermetamorfosa menjadi presRI?
Yang pasti. Seandainya saya jadi salah satu capres saat ini. Mundur adalah keputusan yang paling terhormat. Daripada buat kampanye politik, uangnya mending dialokasikan bantu bom asap di Riau.
JKW4P!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H