Tak terasa telah hampir tiga puluh tahun usiaku, telah banyak hal yang datang dan pergi dalam hidupku. Rasanya baru kemarin kubisa berjalan dan memulai berlari, semuanya kenangannya masih terasa hangat dalam benakku hingga saat ini. Namun semua itu telah kutinggalkan jauh dibelakang, dan hanya tinggal cerita manis yang mungkin suatu saat akan kuceritakan dimasa depan.
Sekarang semua telah berganti dan berbeda. Saat ini aku adalah seorang laki-laki yang berdiri dengan menggunakan kedua kakiku untuk memikul tanggung jawab hidupku di masa depan. Waktu telah memberiku kesempatan untuk belajar tentang arti hidup, banyak hal yang telah kudapatkan selama perjalanan hidupku yang mungkin masih singkat.
Tidak banyak orang yang menyaksikan apa saja yang telah kulakukan untuk hidupku, karena mungkin mereka juga telah sibuk dengan kehidupannya sendiri. Namun sebuah benda telah menjadi saksi perjalanan hidupku dalam menjalani takdir yang diberikan Tuhan, sebuah scooter tua keluaran tahun 1966.
Benda yang telah ada bersama keluargaku sejak sebelum aku melihat dunia itu telah menjadi saksi dari perjalanan hidupku hingga saat ini. Karena scooter itulah yang dibawa ayahku untuk mengantarkan ibu kerumah sakit untuk persalinanku, dan dengan benda itu juga aku dibawa pulang kerumah orang tuaku untuk dididik dan dibesarkan dengan kasih sayang mereka.
Scooter itu tidak pernah pergi dari kehidupanku hingga saat ini, dia masih bersamaku dengan tampilan yang sama saat pertama kali kumelihatnya dulu. Warna yang masih kupertahankan sama dengan dulunya dan suara mesin yang tetap sama, tidak ada yang berubah walaupun hidupku telah berubah.
Banyak hal yang telah kulewati bersama benda itu baik suka maupun duka, roda-roda mungilnya tidak pernah lelah berputar mengantarkan kami untuk menjalani kehidupan. Dia melihat bagaimana dulu kedua orang tuaku mewujudkan impian mereka demi keluarga, dan diapun juga ikut mengantar diriku untuk menjemput impian.
Pernah juga datang tawaran kepada orang tuaku untuk melepas scooter itu dengan iming-iming pergantian ini itu, namun mereka tidak pernah mau. Dan entah kenapa akupun tidak pernah rela untuk berpisah dengan benda itu, karena kurasakan ikatan yang tak terbantahkan dengan benda mati itu.
Waktu aku kecil dulu, pernah kujatuh sakit hanya karena scooter itu tidak berada dirumah karena sedang diperbaiki dibengkel. Setelah itu setiap kali scooter itu harus masuk bengkel untuk menjalani perwatan beberapa hari, orang tuaku selau mengajakku untuk ikut mengantarnya.
Memang ayah selalu merawat mesin dan body kalengnya dengan baik walaupun sudah berumur, sehingga scooter itu tidak pernah mengalami kerusakan parah. Sebab ayah pernah bercerita bagaimana susahnya kala itu ayah dan ibu menabung untuk bisa memiliki scooter itu.
Scooter itu baru bisa didapat saat aku telah empat bulan berada dalam kandungan ibu, karena ayah ingin bisa selalu siaga untuk mengantarkan ibu memeriksa keadaanku yang masih berada didalam perut ibu. Karena aku adalah anak pertama dan terkahir mereka alias anak tunggal.
Dan memang benar, scooter itu selalu siap untuk berjalan tanpa pernah mogok sampai aku dilahirkan kedunia. Ayah membuat ibu merasa nyaman duduk sadel boncengan walaupun dalam keadaan hamil berat. Begitulah cerita yang kudapat dari orang tuaku tentang scooter tua itu.
Menyangkut tahun lansiran nya yang berbeda jauh dengan tahun kelahiranku karena ayah memang mendapatkannya sudah second hand. Aku tidak kenal pemilik pertamanya, aku hanya sekedar mengetahui namanya saja dari buku BPKB. Disitu hanya tercantum dua nama, nama ayah dan nama pemilik sebelum ayah. Mungkin orang itu teman dari ayah atauoun ibu, sebab aku tidak pernah mempertanyakannya.
Namun sekarang terserah siapa pemiliknya sebelum keluargaku, karena scooter itu yang aku tahu adalah milik ayah dan telah diwariskan penjagaannya kepadaku. Sebab sejuak usiaku sepuluh tahun saat aku disunat, ayah dan ibu udah tidak lagi menggunakan scooter itu untuk beraktifitas. Paling hanya untuk sekedar jalan-jalan sore atau hari libur.
Sejak itu, scooter itupun scooter itu sudah sering kugunakan, namun tidak boleh jauh-jauh karena aku belum memiliki SIM dan belum cukup umur. Aku tidak pernah diajarkan secara langsung oleh ayah untuk menggunakannya, aku hanya melihat bagaimana ayah menjalankannya dan ternyata aku bisa menjalankannya.
Setelah SMP akhirnya aku diberi izin untuk membawanya kesekolah dan melakukan aktifitas sehari-hari dengannya, namun aku baru memiliki SIM saat aku kelas tiga SMA. Jadi selama hhampir enam tahun aku harus hati-hati dijalan agar tidak terjadi apa-apa dan terhindar dari intaian pak Polisi yang menegakkan peraturan lalu lintas.
Ada kebanggaan tersendiri saat aku mengendarai scooter tua itu melintasi jalan raya walaupun kata teman-temanku ketinggalan zaman. Aku tidak peduli sama sekali dengan omongan mereka sebab aku merasa merdeka dengan mengendarai scooter. Ada banyak kisah yang pernah kualami bersamanya dan begitu berkesan.
Pernah beberapa kali kumencium aspal karena keteledoranku sehingga membuatku terluka dan scooter itu menjadi rusak. Kena marah pasti, namun hal itu tidak masalah bagiku karena memang salahku. Setelah itu aku selalu berusaha untuk menjaganya dengan baik seperti yang dilakukan orang tuaku terhadpnya, karena benda itu sangat beharga dalam hidup kami.
Ada juga kisah percintaan romantis dan mengharukan hingga kisah cinta yang membingungkan serta membikin duniaku terbalik. Scooter tua selalu menjadi saksi apa yang terjadi, berapa kali aku ditolak karena aku hanya mengendarai scooter, berapa kali aku diputuskan dan dicampakan, atau disuruh memilih antara scooter dan dirinya.
Banyak hal yang pernah kulewati bersama scooter tua itu, dan telah banyak macam jalan yang telah kutempuh bersamanya. Tak peduli panas terik yang menbakar kulit, hujan badai yang mebuat sakit ataupun dinginnya malam yang menusuk tulang, asalakan aku ingin berjalan dia selalu siap untuk bertempur menemaniku.
Pendidikan formalku kuselesaikan tetap dengan scooter tua itu bersamaku. Dilain sisi, scooter itu juga telah mengantarku mencicipi dunia pendidikan lain diluar jenjang formal. Dunia komunitas yang mebuatku banyak mendapat pelajara yang berharga tentang bagaimana menjalani kehidupan.
Disana kutemukan pengalaman yang luar biasa serta sebuah keluarga yang sangat besar yang bernama scooterist. Aku sudah tidak lagi menjadi anak tunggal dalam keluarga, sebab aku memiliki saudara dimanapun aku berada disetiap pelosok negeri. Sehingga orangtuaku tidak merasa kesepian saat aku tidak berada dirumah, karena saudara-saudaraku sering berkunjung menemui mereka dirumah.
Sebab setelah ayah dan ibu pensiun aku juga mengajak mereka untuk ikut dengan komunitas itu. Dan ternyata hal itu cukup membantu, sebab sampai saat ini orang tuaku masih sehat dan bugar dibanding rekan-rekanya yang juga sudah berusia lanjut. ( Terima kasih Tuhan atas petunjuk yang Engkau berikan pada hamba-Mu )
Dan akupun semakin mantap melangkah seperti halnya putaran roda scooter tuaku, langkahnya kecil namun pasti mengantar sampai tujuan dan biar pelan namun punya tujuan. Aku harus bisa memanfaatkan segenap kemampuan dan potensi diri untuk bisa meujudkan cita-citaku.
Sebab, memang tidak pernah terbesit niat dari diriku untuk mencari kerja kantoran setelah menyelesaikan pendidkan tinggi. Aku hanya hanya ingin berkarya dan memberikan sesutu yang bermanfaat bagi diri dan orang lain. Memang berat tapi harus tetap kujalani dengan yakin dan ikhlas, karena itulah jalan yang telah kupilih untuk hidupku.
Karena aku tahu, Tuhan tidak akan merubah nasib umatnya kalau dia tidak mau merubah nasibnya sendiri. Doa tanpa usaha berarti sama saja dengan nol, dan kemerdekaan hanya bisa diraih setelah adanya perjuangan. Walaupun lelah tapi semua yang dilakukan sungguh-sungguh dan tulus pasti akan mendapatkan hasil terbaik.
Sepertinya halnya scooter tua milikku yang didesain dengan penuh cinta oleh desainernya dulu, sampai hari ini masih terus berjalan mengantarku kesana kemari untuk menjemput semua impian yang kumiliki. Jadi tidak ada alasan bagiku untuk mengeluh untuk bisa terus berlari mewujudkan semua hal yang kuinginkan dengan tanganku.
Tidak lama lagi usiaku akan bertambah, begitupun dengan scooterku. Mungkin tidak lama lagi aku akan segera membangun sebuah keluarga baru, dan scooter tua bewarwan biru itu akan tetap melihat lanjutan dari kisah hidupku dimasa depan. Semua memory tentang diriku akan tersimpan rapi didalam lekukan tubuhnya yang indah.
Sekarang sudah saatnya kusimpan dirinya ditempat terbaik agar dia selalu ada bersamaku, tetap menemaniku menjalani fase baru kehidupanku di era baru. Tidak akan pernah kuhilangkan setiap kenanggan yang pernah melekat dengan scooter itu, karena “Scooter Tua itu Adalah Saksi Perjalanan Hidupku”.
**260913**
Sarang @buruank #RanahMinang #WestSumatra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H