Mohon tunggu...
Rofatul Atfah
Rofatul Atfah Mohon Tunggu... Guru - Guru Tidak Tetap

Seorang guru biasa dan Ibu dari anak-anaknya yang istimewa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengolah Kata, Menyemai Jiwa, Menuai Rasa, Itulah Manfaat Membaca

18 April 2014   17:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:31 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mengolah kata, menyemai jiwa, menuai rasa. Demikian manfaat banyak membaca, terutama karya sastra. Sejak kecil, sejak bisa baca, tidak henti-hentinya saya melahap buku demi buku, cerita, dongeng, fabel, legenda, drama, petualang, detektif, hingga yang berat-berat, semacam bahasan hadist, terjemah Qur'an, fiqh, sejarah, dan filsafat. Begitupun ilmu-ilmu pelajaran sekolah, dari buku hingga secarik kertas bekas bungkus sayur dari pasar.

Waktu itu buku masih murah, masih bisa terjangkau kantong. Perpustakaan menyediakan aneka buku lengkap fasilitas dengan gedung yang nyaman. Apalagi ketika Jakarta dipimpin oleh Ali Sadikin, Jakarta menjadi kota yang nyaman. Dimana fasilitas publik dibangun dimana-mana. Salah-satunya adalah Perpustakaan di jalan Tanah Abang II.

Pada tahun 80'an Perpustakaan di jalan Tanah Abang II menjadi tempat bermain dan belajar saya. Meski untuk kesana harus naik bis, dan di usia yang masih sepuluh tahun, saya sudah berani naik bis dari tempat tinggal di kawasan Duri menuju daerah belakang Monas. Tentunya dengan rasa aman dan sesuai isi kantong.

Karena banyak baca itulah, mempelajari dan memahami pelajaran Bahasa Indonesia adalah sangat mudah dan menyenangkan. Selain itu, kosa kata yang dimiliki terus bertambah setiap saat. Sehingga menjawab soal Bahasa Indonesia tidak perlu sampai harus mengernyitkan kening.

Namun sekarang ? Para anak didik menyerah bila sudah membaca soal Bahasa Indonesia. Padahal itu bahasanya sendiri. Ketiadaan perpustakaan dengan buku-buku yang lengkap di setiap sekolah di Indonesia, menjadi penyebab miskin para anak didik tentang Bahasa Indonesia. Ditambah penggunaan gadget yang nyaris menyita waktu 24 jam untuk mengup-date segala-galanya.

Sekali lagi seperti tulisan saya terdahulu, apapun kurikulumnya, bila sarana dan fasilitas sekolah tidak memadai, jangan harap kualitas anak didik Indonesia akan membaik. Dalam hal pendidikan mental dan kepribadian saja telah kalah dari pengaruh televisi. Apakah itu sinetron, hiburan, kontes-kontesan, bahkan film kartun !

Untuk itu, kepedulian orang tua dan guru sangat dimintakan agar bisa mengajarkan para anak sang calon manusia masa depan, mau membaca buku dan menyimak ilmu pengetahuan. Namun sebelumnya para orang tua dan guru juga harus bisa menjadi contoh teladan, sebagai orang dewasa yang juga banyak pengetahuan dan hobi baca.

Jangan suruh anak untuk menjadi pintar dan hebat, bila para orang dewasa malah lebih antusias update internet hampir setiap menitnya. Itu namanya menggantang asap di langit.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun