Pada suatu masa yang telah lampau
hiduplah seorang dewa yang baik hati bernama Hwan-ung.
Hwan-ung adalah putra Dewa Hwan-in, Sang Raja Dewa.
Dari kahyangan tempatnya bersemayam,
Hwan-ung melihat kehidupan manusia di bumi
penuh dengan kemiskinan, kebodohan dan kekerasan.
Begitupun penyakit merajalela dimana-mana.
Karena kasihan, Hwan-ung lalu memohon kepada ayahnya,
Dewa Hwan-in, Sang Raja Dewa.
"Ayahanda, ananda melihat kehidupan manusia di bumi sangat menderita,
Bolehkah ananda turun ke bumi untuk menolong mereka ?”
pinta Hwan-ung penuh harap.
Sejenak ayahnya, Dewa Hwan-in terdiam.
Beliau mencoba memahami keinginan putranya.
Akhirnya keluar jawaban dari Dewa Hwan-in,
“Baiklah, kamu boleh turun ke bumi untuk menolong manusia,”
“Terima kasih ayah,” sembah Hwan-Ung kepada ayahnya.
Hwan-ung pun dengan gembira turun ke bumi
disertai tigaribu pengikutnya.
Didekat pohon kayu cendana di lereng gunung T’aebaeksan.
Hwan-ung beserta pengikutnya
tiba di bumi dan menjelma menjadi manusia biasa.
Di lereng gunung yang berupa dataran luas tersebut
Hwan-Ung mengajak kepada
para pengikutnya untuk membangun sebuah kota.
“Mari kita membangun sebuah kota di sini,”
kata Hwan-ung kepada para pengikutnya.
Hwan-Ung pun menamakan kotanya “Shinsi” atau kota Dewa.
Setelah itu Hwan-ung menobatkan dirinya menjadi raja
yang bergelar Cho’o-wang atau Raja Kahyangan.
Agar bisa menjalankan pemerintahannya dengan baik,
Hwan-ung selanjutnya mengangkat tiga orang menteri.
untuk memerintah angin, hujan dan awan.
“Wahai menteri-menteriku, aturlah dengan baik
angin, hujan, dan awan,” titah Hwan-ung.
Maka angin, hujan, dan awan saling bekerjasama dengan baik
memenuhi tugasnya menghidupi bumi.
Ternyata tidak hanya membangun kota,
tetapi Hwan-ung juga mengajarkan rakyatnya
360 pengetahuan yang bermanfaat.
Pertama sekali Hwan-ung mengajarkan rakyatnya
cara bercocok tanam padi di sawah.
“Rakyatku, kita perlu menanam padi.
Karena dari tanaman itulah kita dapat makan,”
Maka mereka pun menanam padi sebagai makanan pokok.
Padi akhirnya tumbuh dengan subur
dan setelah dipanen berasnya dapat dimasak sebagai nasi.
Tidak hanya itu, Hwan-Ung juga mengajarkan
ilmu meramu obat yang dapat menyembuhkan penyakit.
“Rakyatku, setiap penyakit ada obatnya.
Oleh karena itu aku akan mengajarkan
ilmu meramu obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit,”
kata Hwan-ung sambil menunjukkan cara meramu obat.
Maka sejak saat itu pula setiap ada rakyatnya yang sakit
selalu berhasil disembuhkan dengan ramuan obat yang ada.
Hwan-ung juga mengajarkan manusia cara memanfaatkan kayu
untuk menjadi barang berguna.
“Disini banyak potongan kayu yang dibuang begitu saja.
Padahal jika pohon-pohon ditebang habis untuk diambil kayunya dapat mengakibatkan bencana besar.
Oleh karena itu manfaatkan kayu-kayu ini meski hanya sebilah,”
Benar saja, ternyata dari potongan kayu bisa dibuat berbagai macam benda
keperluan hidup manusia sehari-hari.
Berikutnya Hwan-ung mengajarkan bagaimana cara menenun
beberapa helai benang menjadi selembar kain.
“Lihat ! Selembar kain yang indah ini tadinya
adalah hanya berupa benang-benang biasa.
Tetapi setelah ditenun,
dapat dipakai sebagai penutup dan pelindung tubuh kita,”
Para manusia pun takjub melihat hasil tenunan Hwan-ung.
Mereka pun tidak lagi memakai baju dari bahan-bahan seadanya.
Tidak lupa Hwan-ung mengajarkan
cara menangkap ikan yang benar
agar dapat memperoleh hasil yang melimpah.
“Menangkap ikan tidak boleh sampai merusak
lingkungan tempat mereka tinggal.
Sebab jika dirusak kita tidak akan mendapatkan ikan lagi
di kemudian hari,”
Semua yang mendengar menganggukkan kepalanya membenarkan.
Tidakhanya itu, Hwan-ung juga mengajarkan manusia
tentang manfaat berbuat baik.
“Perbuatan yang mudah dikerjakan
adalah berbuat baik kepada sesama manusia.
Bila saja setiap orang berbuat baik setiap harinya,
maka kehidupan akan menjadi damai dan tenteram,”
nasehat Hwan-ung kepada rakyatnya.
Rakyatnya menuruti dengan senantiasa berbuat baik setiap hari.
Untuk mencegah manusia berbuat jahat,
Hwan-ung menulis sebuah kitab hukum undang-undang manusia.
“Ini adalah kitab hukum yang harus dipatuhi.
Apabila ada yang melanggar akan dihukum setimpal.
Tidak perduli apakah yang melakukannya pejabat ataupun rakyat biasa,
atau bahkan anggota keluarga pejabat,
hukum akan tetap ditegakkan dengan adil,”
kata Hwan-ung dengan tegas dan berwibawa.
Memang, Hwan-ung adalah contoh teladan
seorang pemimpin yang adil dan bijaksana.
(Sumber: buku "Selamat Datang Di Korea" diterbitkan oleh Kedutaan Besar Republik Korea di Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H