Mohon tunggu...
Rofatul Atfah
Rofatul Atfah Mohon Tunggu... Guru - Guru Tidak Tetap

Seorang guru biasa dan Ibu dari anak-anaknya yang istimewa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Terima Kasih Jajaran Polda Jawa Barat

4 Agustus 2014   05:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:30 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terima kasih jajaran Polda Jawa barat, kerja keras dan pengabdian anda sungguh sangat berarti. Selama saya melakukan mudik sejak 1999 (meski pernah juga beberapa kali absen mudik), sampai 2014 ini kepolisian daerah Jawa Barat sangat membantu kelancaran perjalanan mudik maupun balik. Saya tidak bisa membayangkan seandainya tidak ada polisi, atau hanya ada sedikit polisi, dapat dipastikan kemacetan semakin parah dan membelit.

Jawa Barat memiliki dua jalur utara dan selatan menuju Jawa Tengah dan Timur. Kedua jalur utama tersebut teramat sangat penting dan menjadi penentu kelancaran mudik dan juga balik. Siapa yang tidak mengenal Simpang Jomin, Gubug, Tol Kanci, Comal, Tegal, alas roban, hingga seterusnya ke Semarang di jalur utara ? Siapa pula yang tidak mendengar Tol Cipularang, Cileunyi, Nagreg, Malangbong, Majenang, Buntu, dan seterusnya Kebumen, di jalur Selatan ? Barangkali pula ada yang pernah melewati (atau setidaknya sekali pernah melewati) Dawuan, Majalengka, Brebes, Wangon, dan seterusnya Bumiayu, di jalur tengah ?

Peran jajaran Polda Jawa Barat adalah menempatkan para petugasnya di setiap titik kemacetan dan disetiap poskonya selalu berjaga para polisi yang siap bergerak ketika arus kemacetan sudah mulai tampak. Sehingga ketika dilakukan pembuangan melalui jalur alternatif, para pengguna jalan tidak kebingungan mencari arah yang dituju.

Begitu pula ketika ada masalah, entah kerusakan jembatan atau apapun itu, ada helikopter yang sigap mengudara untuk memantau kondisi di jalan. Disaat terik panas matahari di siang hari, hujan deras yang mengguyur di jalur pegunungan yang sempit, licin, dan berliku, malam gelap pekat di tengah hutan perhutani, macet total baik karena lampu lalu lintas mati ataupun perilaku pengendara yang seenaknya, selalu ada polisi meski seorang yang bersabar mengatur lalu lintas.

Saat lebaran yang seharusnya berkumpul bahagia dengan keluarga, mereka tetap bertugas tanpa kenal lelah. Saya tidak memungkiri bila ada stereotype negatif terhadap aparat polisi. Namun kali ini saya memilih untuk mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka. Lebih dari itu saya juga mengetahui, alasan-alasan untuk menunaikan tugas bisa karena idealis demi mengemban amanat negara, melaksanakan sumpah jabatan, menunaikan tugas dan kewajiban membantu, mengayomi, dan mendampingi masyarakat, ataupun yang nyinyir karena ada uangnya yang lebih dari lumayan untuk mengganti rasa lelah.

Tidak ! Saya menepis semua itu secara sadar. Saya menilainya lebih dari sekedar anggapan standar tersebut. Saya merasa perlu memberikan apresiasi kepada mereka secara tulus. Mengapa ? Karena bangsa Indonesia memerlukan orang-orangnya yang perlu secara sportif menghargai karya dan kinerja orang-orang dari bangsanya sendiri. Tidak melulu mencela, memaki, menuduh, apalagi memfitnah.

Setelah melaksanakan ibadah puasa selama bulan Ramadhan, yang diperlukan lebih dari sekedar ucapan mohon maaf lahir bathin. Yang diperlukan adalah sikap baru untuk bisa memahami makna hidup yang sesungguhnya. Yaitu belajar dari rasa haus dan lapar ingin dihormati orang lain, ingin lebih berkuasa dari orang lain, ingin dianggap lebih benar, lebih suci, dan lebih baik, dari orang lain.

Seharusnya setelah lebaran, yang ada adalah sikap saling menghormati, menghargai, menolong, sama-sama menjaga, memelihara, dan mendukung kebaikan, kebenaran, kesakralan dari siapapun. Saya pun kembali teringat saat istirahat dalam perjalanan mudik di daerah Kebumen. Di sebuah masjid besar di pinggir jalan,  usai maghrib ada seorang polisi (dan kali ini dari Polda Jawa Tengah) tekun mengaji dan lalu berzikir.

Saya pun tercenung. Mengoreksi diri sendiri. Saya mungkin sering sholat, mengaji, dan berzikir, sama seperti polisi itu. Akan tetapi, saya berada di lingkungan kerja yang mungkin terlihat bersih dan mulia. Sedangkan pak polisi tersebut dengan segala prasangka dari setiap masyarakat, masih tidak lupa untuk selalu "membersihkan diri". Sementara saya sebaliknya, sering lupa dan tidak sadarkan diri untuk selalu membersihkan hati, setidaknya meski hanya berupa sebuah komentar negatif tentang seseorang.

Akhirnya, dengan menangkup kedua belah tangan, menyusun sepuluh jari saling melengkapi, saya mengucapkan Selamat Idul Fithri 1435 Hijriyah, mengucap permohonan maaf lahir dan bathin. Sekali lagi terima kasih kepada jajaran Polda Jawa Barat khususnya dan kepolisian Republik Indonesia seluruhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun