Oleh Amelia Rahmawati
Bimbingan konseling, atau lebih sering didengar dengan sebutan BK, yang biasanya materi ini baru dikenalkan pada jenjang SMP/MTS/Sederajat dan pada jenjang SMA/SMK/MA/Sederajat. Tentu saja, dengan adanya materi tersebut memunculkan kehadiran guru BK, yang kebanyakan guru BK tersebut di cap sebagai "Polisi sekolah". Mengapa? Karena kebanyakan para siswa mendapati guru BK yang hanya bertugas sebagai guru yang mendisiplinkan anak-anak yang nakal. Pemikiran itu terus berlanjut, karena hal itu pula saat ada salah satu siswa memasuki ruangan BK, teman-teman nya yang lain akan mengira bahwa dia anak yang nakal atau anak yang memilki masalah di sekolah. Namun, pada kenyataan nya tidak, guru BK tidak memilki tugas sebagai "Polisi sekolah" dan memasuki ruangan BK bukan berarti dia nakal atau bermasalah.
Sebelum itu, mari mengenal apa itu Bimbingan dan Konseling. Bimbingan menurut concept, construct, dan program adalah proses memberi bantuan kepada seseorang untuk memahami dirinya, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan. Sedangkan konseling sendiri memilki artian yaitu didefinisikan sebagai suatu proses hubungan seseorang dengan seseorang dimana yang seorang dibantu oleh yang lain nya untuk meningkatkan pengertian dan kemampuan nya dalam mengatasi dan menghadapi masalah-masalah nya, yang mana hal tersebut dikemukakan oleh Mortensen dan Schmuller pada tahun 1964.
Dengan pengertian singkatnya yaitu upaya yang sistematis, obyektif, logis dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru BK untuk memfasilitasi perkembangan konseli, yang memilki tujuan yaitu membantu para peserta didik atau konseli berkembang secara optimal sesuai kemampuan yang dimiliki. Jadi setelah adanya pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa guru BK bukanlah guru yang harus di takuti, dan rungan BK bukanlah ruangan yang harus dihindari, karena tidak selamanya memasuki ruang BK berarti telah melalukan sebuah kesalahan.
Guru BK di sekolah bertugas sebagai konselor yang memberikan layanan kepada para siswa nya berupa pemberian bantuan tentang pengembangan diri, pilihan minat, pengembangan karir, termasuk membantu dalam hal kesehatan mental dengan catatan layanan itu berfokus pada memberikan arahan dan dukungan langsung untuk mengatasi masalah tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Jadi bukan berarti BK juga bisa menyembuhkan penyakit mental, hanya saja BK berfokus pada proses konseling yang membantu mengatasi masalah, karena pada dasarnya bimbingan konseling ini berada di dalam lingkup ruang pendidikan.
Dalam memberikan layanan yang maksimal, pada saat ada siswa yang bersedia melakukan sesi konseling, beberapa guru BK biasanya akan memposisikan dirinya sebagai seorang teman. Hal itu bertujuan untuk membuat nyaman peserta didik, sehingga ia dengan leluasa dapat bercerita dan mengeluarkan apa saja yang ingin ia katakan. Dengan menggunakan tahapan hubungan konseling yaitu, membangun hubungan dan kepercayaan, mengidentifikasi masalah, memperdalam pemahaman, dan penetapan pada tujuan. Seperti pada saat ada seorang siswa yang pada suatu hari dia memasuki ruangan BK dengan perasan sedih dan ekspresi wajah yang muram, guru BK tersebut akan menyambut kedatangan peserta didik, dan mulai bertanya tentang keadaan nya, jika di rasa siswa tersebut sudah merasa nyaman, guru BK akan mulai mengidentifikasi permasalahan apa yang ada dengan cara bertanya kepada siswa mengenai kedatangan nya ke ruang BK dan apakah siswa tersebut memiliki suatu masalah.
Dalam saat inilah guru BK akan memposisikan dirinya sedekat mungkin dengan siswa, bersedia mendengarkan dan bersikap tenang. Setelah siswa tersebut merasa cukup dengan apa yang ia ceritakan, guru BK atau konselor akan mulai menggali akar masalah tersebut, mengapa masalah ini bisa terjadi. Lalu ditemukan, bahwa siswa tersebut merasa tidak dipedulikan oleh teman sekelas nya, dia merasa di asingkan oleh teman-teman nya, dan merasa bahwa dirinya tidak pernah melakukan kesalah apapun, hal itulah yang membuat dirinya bingung hingga hal tersebut menganggu proses belajar nya di sekolah. Lalu, guru BK atau konselor mencoba memberikan konseling kepada siswa tersebut, untuk mencoba memanggil beberapa teman nya ke ruangan BK untuk di diskusikan secara bersama.
Di waktu yang terpisah, siswa lain yang merupakan teman sekelas nya tersebut, memasuki ruangan BK dan menceritakan semuanya dari sudut pandang yang berbeda, di dapati bahwa siswa tersebut di jauhi karena dia selalu bertingkah aneh dengan emosi nya yang melonjak secara tiba-tiba, yang mana itu membuat teman sekelas nya merasa tidak nyaman. Namun di suatu waktu, teman sekelas nya ini mencoba menanyakan mengapa dia seperti itu? Karena itu, mungkin siswa tersebut merasa tersinggung dan akhirnya menjauhkan dirinya sendiri dari teman sekelas nya. Dari pernyataan yang berbeda ini, guru BK di buat bingung, karena pernyataan dari keduanya sangat bertolak belakang.
Hingga suatu hari, guru BK atau konselor memanggil siswa tersebut ke ruangan BK, dan menanyakan kondisi nya saat ini. Perlahan siswa tersebut menjelaskan bagaimana kondisinya hingga sampailah dia saat bercerita tentang adanya masalah yang menimpa di keluarga nya, yang mana orang tua dari siswa tersbut berpisah secara tiba-tiba dan dengan waktu yang berdekatan, ibu dari siswa tersebut memaksa anaknya untuk terus belajar dan belajar agar dia bisa menempati peringkat pertama di eligible, karena memang waktu itu sudah berdekatan dengan pengumuman eligible. Dari cerita inilah, sudah diketahui apa akar dari permasalahan tersebut.
Untuk menjalankan tugasnya, guru BK akan menangani beberapa masalah dengan teknik yang berbeda-beda. Pada kasus ini, konselor akan mencoba memberikan solusi kepada siswa tersebut dengan cara menuliskan apa yang ia rasakan setiap harinya. Karena siswa tersebut gemar menulis, ia merasa hal ini tidak memberatkan sama sekali, hal itu dilakukan bertujuan agar siswa tersebut tidak terus-menerus memendam emosi nya sendiri, karena ditakutkan suatu waktu itu akan meledak dan tidak terkontrol, dengan menulis siswa tersebut dapat menuangkan semua apa yang sedang ia rasakan. Namun tetap saja, siswa tersebut ingin selalu berkunjung ke ruang BK, walupun tidak ada masalah apapun, karena dia merasa hanya disnilah dia bisa bercerita tanpa takut diabaikan.
Dalam hal ini, guru BK sebagai seorang konselor menindaklanjuti permasalahan dari siswa tersebut dengan menggunakan pelayanan responsif, yaitu pelayanan yang mebebrikan bantuan kepada seseorang yang sedang mengalami masalah atau membutuhkan pertolongan segara. Dan dalam konteks pendidikan, layanan responsif sendiri merupakan program bimbingan konseling yang diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam mencapai tugas perkembangannya. Layanan responsif ini diberikan dalam bentuk konseling individual, yang dilakukan menggunakan wawancara sebagai sebagai penggalian informasi dengan digunakan nya teknik-teknik konseling yang dibutuhkan oleh siswa tersebut.
Dari kasus di atas, siswa tersebut mengalami tekanan dari orang tua nya sendiri, sehingga memghasilkan dampak depresi pada sang anak sendiri. Yang mana, di umur ini anak atau siswa tersebut belum bisa dengan pasti mengontrol emosi dan memlihah emosi nya sendiri, terlebih lagi di dalam rumah tempat dia pulang. Yang seharusnya menjadi tempat istirahat bagi dirinya, yang kini menjadi tempat penuh tekanan baginya. Dalam hal ini, guru BK juga memerlukan kolaborasi dari kedua orang tua siswa tersebut, karena memang sumber atau kar masalah nya berasal dari rumah, jadi sebuah langkah baik jika orang tua siswa dapat berpartisipasi untuk proses pemulihan mental siswa tersebut.
Dalam kasus tersebut, hal itu masuk dalam landasan psikologis, yang mana dalam pendidikan yang bersumber pada siswa sebagai subjek didik, dan dapat menimbulkan berbagai masalah. Timbulnya masalah-masalah psikologis menuntut adanya upaya pemecahan melalui pendekatan psikologis pula. Upaya ini dilakukan melalui layanan bimbingan dan konseling. Yang mana, dalam kasus di atas bisa disimpulkan pada masalah psikolgis, yaitu masalah kebutuhan individu yang mencakup adanya rasa ingin memperoleh rasa kasih sayang, ingin dikenal, dan mendapatkan rasa aman dan perlindungan diri.
Karena itu, peran guru BK di sekolah sangat penting, bukan untuk menjadi "Polisi sekolah" namun menjadi guru yang berperan sebagai koordinator dalam mewujudkan kesejahteraan psikologis peserta didik, serta untuk mengembangkan potensi peserta didik dan membantu menemukan minat peserta didik, serta membantu mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang mana itu menganggu proses belajar mereka. Guru BK juga bertugas dalam fungsi yang berkaitan dengan upaya untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi, dan berupaya untuk mencegahnya, supaya hal tersebut tidak terjadi kepada peserta didik di dalam lingkup ruang pendidikan.
Sumber dan Referensi
Febrini, D. (2011). Editor: Samsudin, Bimbingan dan Konseling. Mahmud, A., & Sunarty, K. (2012). Mengenal Teknik-Teknik Bimbingan dan Konseling. SURIATI, S., MULKIYAN, M., & NUR, M. J. (2020). Teori & Teknik Bimbingan dan Konseling. Kamaluddin, H. (2011). Bimbingan dan konseling sekolah. Jurnal pendidikan dan kebudayaan, 17(4), 447-454. Djoko Budi, S. (2011). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H