Mohon tunggu...
Febriani P
Febriani P Mohon Tunggu... -

family woman, bored employee, mostly write about parenting and education..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Partai Politik: Ketika Teori Demokrasi Dimanipulasi Menjadi Tangga Menuju Korupsi

23 Juni 2011   09:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:15 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bukan pengamat politik, tetapi cukup tertarik dengan topik pilihan Kompasiana kali ini yang mengajak kita berfikir mengenai keberadaan partai politik di Indonesia.

Bagi saya, akar permasalahan dibalik aksi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang marak terjadi di Indonesia saat ini terletak pada prinsip kepercayaan dan pengkhianatan yang keliru, tapi sayangnya telah dianut oleh hampir semua pejabat negara ini. Ketika seseorang meraih posisi khusus atas bantuan partai, maka sudah barang tentu mereka akan memiliki hutang budi yang tinggi terhadap partainya.

Adalah dosa kecil jika menodai kepercayaan rakyat, tetapi adalah sebuah dosa besar jika menodai kepercayaan partai.

Tetapi begitulah peraturan yang berlaku di negara ini. Seseorang baru bisa dicalonkan menjadi Presiden jika dia mendapat dukungan dari partai politik dan kemudian menang pemilu. Dan proses kampanye memang membutuhkan dana yang tidak sedikit. Sehingga faktor uang memang memainkan peranan yang besar.

Siapa yang berani menentang dan mengkhianati pihak-pihak yang telah membuat namanya besar?

Jika kesempatan untuk korupsi terbentang luas didepan mata dan kemampuan memanipulasi proyek seperti wisma atlet, tidak dibarengi dengan perubahan sistem kontrol yang lebih ketat, maka praktik korupsi tetap akan terus terjadi. Apalagi jika pihak-pihak yang seharusnya mengontrol aliran dana tersebut begitu mudahnya dibuat "tutup mata" dengan sebuah lembar bukti transfer uang suap dan berani berkata, "rejeki kok ditolak..."

Bukan partai yang menyebabkan terjadinya korupsi, tapi rendahnya kesadaran pejabat yang diperburuk dengan sistem kontrol keuangan yang lemah (atau sengaja dibuat lemah).

Jika penerapan sistem demokrasi mengharuskan negara kita memiliki wadah bernama partai politik yang membawa keinginan rakyat, maka hal ini telah kacau-balau di negara kita, karena bukannya mendengar keinginan rakyat (dan berusaha mewujudkan keinginan tersebut), partai politik di Indonesia saat ini justru berlomba-lomba meraih kekuasaan dengan cara-cara yang merugikan rakyat.

Lalu untuk apa ada partai di Indonesia, dengan jumlah yang begitu banyak, ketika tidak ada satupun dari mereka yang benar-benar mewakili aspirasi rakyat? Demokrasi macam apa yang mau dibentuk dan diaplikasikan?

* * *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun