[caption id="attachment_114833" align="aligncenter" width="680" caption="credit: www.islamicblog.co.in"][/caption]
Sebuah perkawinan yang sehat adalah ketika baik suami maupun istri memiliki tanggung jawab yang sama terhadap satu sama lain, dan senantiasa saling mendukung dalam hal menjaga kesehatan mental, kesehatan finansial, dan juga (tentu saja) kesehatan seksual pasangannya. Namun sepertinya, Dr Rohaya Mohamad pendiri Klub Istri Penurut yang baru-baru ini di-launching di negeri jiran Malaysia (dan akan segera didirikan di Jakarta, Indonesia), memiliki definisi yang berbeda. Menurut dokter perempuan berusia 46 tahun -- yang mendukung suaminya berpoligami dengan 3 istri lain -- perkawinan yang bahagia adalah ketika suami mendapatkan kepuasan seksual dari istrinya. Pendapat ini benar, tapi jika untuk mewujudkan hal tersebut, posisi istri yang seharusnya mulia dibawah perlindungan suami lantas dirubah supaya menjadi sepanas pelacur kelas atas, maka maaf saja, saya terpaksa menolak undangan untuk bergabung (padahal tidak ada yang mengajak, hehehe...).
Jika kunci untuk mencegah suami main serong adalah agar istri belajar menjadi pelacur kelas atas, lalu apa gunanya sumpah yang diucapkan suami ketika ijab kabul ? Apakah "komitmen" suci bernama per-ni-kah-an kini sudah tidak bermakna lagi?
Saya setuju bahwa hubungan seksual dalam pernikahan adalah penting. Tetapi jika ingin mencegah suami dari bermain serong, melayani mereka layaknya seorang pelacur tidak akan cukup. Justru faktor kepercayaan dan kesetiaan jauh lebih penting. Bagaimana jika suatu hari istri yang sehari-hari berperan sebagai pelacur tersebut terkena penyakit ganas, lumpuh, dan tidak bisa lagi melayani kebutuhan seksual suaminya? Jangankan istri yang cacat, istri yang normal saja banyak yang menjadi korban poligami, apalagi yang cacat? Seks adalah salah satu bumbu penting dalam pernikahan, tetapi jika seks yang seharusnya memberikan kenyamanan bagi istri dan suami kemudian menjadi sebuah "keharusan" yang mengabaikan kondisi istri, maka keterpaksaan akan membuat seks kehilangan khasiatnya. Masalah perselingkuhan suami (ataupun istri) dan hobi ke lokalisasi tidak bisa diselesaikan dengan merubah istri menjadi pelacur, karena akar permasalahan sebenarnya terletak pada lemahnya komitmen suami terhadap janjinya sendiri untuk selalu setia dan menjaga perasaan istrinya. Tidak ada yang salah dengan menuruti keinginan suami. Dan memang disitulah ladang istri untuk menuai pahala yang akan membawanya ke surga (bagi yang percaya, tentu saja). Tetapi alangkah indahnya jika kita tidak harus pergi sendirian ke surga, alangkah indahnya jika kita bisa bergandengan tangan dengan suami kita. Dan untuk mewujudkan hal itu, istri perlu mengembalikan suaminya ke jalan yang benar, menjadi partner yang kompak dunia-akherat, bukan sekedar menuruti apapun keinginan suami dan berubah menjadi wanita penghibur yang memberikan jasanya secara cuma-cuma.
* * *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H