Sebuah ambulan berhenti di ruang IPS yang bersebelahan dengan Intalasi Forensik dan Pemulasaran Jenazah (kamar mayat) RSUD Harjono Ponorogo. Seorang wanita berbaju atasan ungu turun dari ambulan yang membawanya. Digandeng dua dokter, dia menuju ruang tunggu yang sudah dipersiapkan semenjak bencana longsor Banaran yang banyak menelan kurban tersebut. Meski pucat pasi dia berusaha tegar, berkali-kali dia mengatakan akan tabah. Berkali-kali pula dia menyatakan bersyukur bila yang ada didalam kamar mayat yang barusan ditemukan adalah kerabatnya.
“Pun to mas kulo sampun saget nampi kahanan, mugio-mugi jenazah ingkang ketemu wau keluarga kulo.” Harapnya lirih, dia berharap jenazah yang ditemukan tadi pagi adalah anggota keluarganya, bagaimanapun dia sudah merasa tegar dan bersyukur bila yang ditemukan tadi adalah keluarganya.
Maya Mistriana, nama perempuan tersebut. Dia menceritakan masih ingat pakaian keponakannya ketika terakhir kali dipakai, karena dia sama-sama bekerja memanen jahe di lokasi yang saman.
“Kaosipun biru, kathah tulisane mas, wonten wingkin wonten tulisane ~Jangan Anarkis~, ndamel celono jin pencil...” kali ke dua dia menceritakan ciri-ciri keponakannya. Dia juga menceritakan kalau keponakannya mempunyai unyeng-unyeng (pusaran rambut) dua, dan di dekat telinganya ada semacam lobang kayak tindikan tapi itu asli bawaan lahir. Rambunya di poni untuk menutupi botaknya, katanya lagi.
Tak lama kemudian di masuk ke ruangan yang didalamnya ada team DVI Polda Jatim, dia didampingi oleh dua petugas RSUD Harjono Ponorogo.
Maya Mistriana menceritakan, kalau Maryono meninggalkan istri yang bernama DwiAriska yang baru berumur 18 tahun dan bayi yang baru berusia 4 bulan. Ayah ibu Dwi Arsika juga sedang memanen jahe saat bencana terjadi, sehingga dia kehilangan suami dan ayah ibunya.
Beruntung saat kejadian longsor Maya Istriana sedang tidak enak perutnya sehingga dia naik ke atas bukit ke rumahnya untuk buang air, dan baru saja sampai rumah tiba tiba lahan tempat memanen jahe terkubur longsoran dari bukit. Masih terngiang ketika tanah luas tersebut tiba-tiba bergerak mirip kertas lembaran menuju ke bawah. Suaranya grek…. grek…. dan diakhiri suara jloooooongggg….. dentuman keras seperti ledakan.
Tiba-tiba ada empyak (atap) terbang di belakangnya, sambil berlari dia yakin atap tersebut akan menimpanya. Namun Allah berkehendak lain, ada dua pohon jati merak yang baru saja dilewatinya, dan atap terbang tersebut menyangkut di pohon yang berjajar tersebut.
Bruoooook….. suara atap tersebut mendarat. Hampir bersamaan tanah yang mengejarnya juga mendekatinya. Lagi-lagi bruoooook tanah beribu kubik tersebut terhenti tertahan atap yang mirip pagar yang ditopang kedua jati merak. Sogol pun selamat. Dia tengah ketakutan yang luar biasa dia masih bisa melihat Maryono (jenazah yang baru teridentifikasi) masih memikul jahe panenan di kejauhan. Banyak orang yang meneriaki Maryono, tapi Maryono tetap santai jalannya sambal memikul jahe. Sebenarnya Maryono sudah hampir sampai jalan atas namun tiba-tiba ada pohon maoni yang terbang dan dahannya menyampluk Maryono. Dan setelah tersampluk tersebut ribuan kubik tanah menguburnya. Dan dari pohon mauni inilah menjadi penuujuk dimana Maryono terkubur.