Guntur Sasono dengan santai dan lepasnya  memberi penjelasan pada tamunya yang sebagian besar perempuan.  Sementara tamunya duduk di bawah lesehan, Guntur Sasono berdiri sambil menerangkan selayaknya guru. Tangannya menunjuk-nunjuk batik lukis yang terpajang di dinding, mimik mukanya antusias menyiratkan kebahagiaan atas kedatangan tamu-tamunya. Penjelasannya mudah dimengerti, diselingi canda riang, dan pandai memancing tamunya untuk bertanya. Tak heran karena Guntur Sasono adalah guru SMUN 1 Kauman Ponorogo, yang sekolahanya hanya puluhan meter dari rumahnya yang mungil yang dijadikan gerai batiknya. Tamu yang mendatanginya kemarin adalah santriwati Gontor Putri Kampus 3 Widododaren Ngawi. Mereka datang dipimpin oleh Ustadz Pijar Prana Cendana, ustadzah Gita Hanina dan Hani'atul Mabruroh.Â
"Jangan takut salah... tidak ada yang pernah salah dalam batik lukis..." kata Guntur menyemangati para santriwati. Dalam batik lukis ada kebebasan berkreasi, tidak ada pakem, pun tidak ada aturan seperti batik lainnya, lanjut Guntur.
Menurut ustad Fijar Prana kedatanganya ke batik Sigun (gerai milik Guntur Sasono) sebagai pembekalan buat santriwati sebelum pengabdian. Â Mereka santriwati kelas 6 (setingkat SMU kelas 3) rencananya selain ke Batik Guntur akan melanjutkan perjalanan ke sentra konveksi di Tulungagung.Â
Sebagai pembekalan buat santriwati sebelum mengabdi, Pondok Pesantren Gontor Putri mengadakan tour ke tempat-tempat wirausaha, salah satunya adalah mengunjungi Sigun Batik, terang Ustad Fijar Prana.
"Pertanyaan yang luar biasa, sebenarnya saya punya canting tapi saya lebih senang pakai kuas, dengan kuas dapat saya dapatkan gradasi warnanya, misal dari kuning ke hijau, merah ke coklat dan sebagainya, tahu maksud gradasi warna?" jawab Guntur dan dilanjutkan bertanya dengan gaya gurunya. Para santriwati-pun kompak menjawab tahu, karena mereka sudah dibekali begituan di pesantrennya.
"Tahu arti yang kuas atau canting pakai malam?" tanya Guntur memancing pengetahuan para tamunya.Â
"Itu yang dikuas malam nantinya berubah menjadi warna putih, malam melindungi agar kain tidak terkena pewarnaan..." jawab salah satu santriwati.
Pertemuan kemarin malah mirip komunikasi dua arah, tidak seperti yang terjadi di sekolah pada biasanya, cerita Guntur. Para santriwati ini sudah punya modal pengetahuan tentang seni rupa, mereka tinggal aplikasi dan mencari model bentuk mana yang akan dipilih nantinya. Para santri ini tinggal mencocokan pelajaran di pesantren dengan keadaan yang ada dilapangan, sehingga bisa terjadi komunikasi dua arah, terang Guntur.
"Jangan taku salah jangan takut kotor, ayo gantian mencobanya, ayooo...." ajak Guntur memotivasi para santriwati untuk lebih berani menorehkan kuas, mirip iklan sabun cuci di tv.
Pada kesempatan kemarin setelah penjelasan dan teori dilanjutkan praktek langsung, Guntur menyediakan kain yang sudah dibentangkan di kanvas, dia memulai menguas dan dilanjutkan para santriwati, mereka bergantian sambil bercanda. Sambil menorehkan kuas mereka terus saja bertanya tentang seluk-beluk batik. Tentang jenis kain katun yang dipakai, perihal jenis pewarna, proses pencucian dan sebagainya. Mereka kritis-kritis dalam bertanya.