Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pesan dari Toilet

4 Desember 2015   22:09 Diperbarui: 5 Desember 2015   01:59 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masuk toilet sebelum memasuki rumah makan adalah kebiasaan anak lelaki saya yang paling besar. Dari toilet ini dia memutuskan makan atau sekedar duduk menemani yang lain makan. Kebiasaan ini sudah saya amati sedari kecil, kalau toilet atau wc-nya bersih dia akan makan dan sebeliknya bila kotor dia akan duduk saja menemani makan.

Begitu pula kelakuannya ketika masuk warung, bila ada lalat, atau puntung rokok dia ndak jadi memesan makanan. Awalnya saya protes namun kelamaan saya yang mengalah karena bila dipaksakan dia yang muntah.

Kejadian ini juga saya dapati ketika ada tamu dari Jakarta mengadakan penilaian Rumah sakit tempat kami bekerja, salah satu dari beliau selalu masuk toilet dahulu sebelum acara dimulai. Padahal si tamu baru 10 menit berangkat dari hotel sebelumnya, dimana kondisi toiletnya jauh lebih indah dan bersih.

Ketika dipersilahkan ke toilet khusus tamu beliau tidak mau, beliau malah suka masuk toilet pengunjung atau karyawan meski bereka harus rela antri. Saya semakin penasaran dan usil mengamati, bukan ikut masuk ke dalam toilet namun melihat para tamu hampir selalu masuk toilet yang berbeda. Pada 3 tahap penilaian yang waktunya berbeda bulan para tamu asesor ini selalu berbuat begitu, masuk toilet setiap akan memulai penilaian.

Ada apa dengan toilet?? Dapatkah menilai sesuatu dari keadaan toiletnya?? Dapatkah Toilet mewakili penilaian keseluruhan dari suatu organisasi??

Saya geleng-geleng kepala sendiri bila melihat hal tersebut, apakah kebetulan atau kesengajaan.

Toilet atau wc adalah kebutuhan primer yang setiap orang memerlukan, baik pimpinan sampai pegawai tingkat bawah, baik dokter atau pasien yang ditangani, baik tuan rumah atau tamu yang mengunjungi. Toilet atau wc adalah tempat untuk membuang hajat, tempat membuang kotora, semua manusia pasti akan mengeluarkan kotoran.

Dalam sehari kita bisa 4-7 kali mengunjungi toilet, tentu hal inilah yang dijadikan salah satu pertimbangan ‘mungkin’ toilet atau wc bisa menggambarkan suatu perusahaan, kantor, atau organisasi. Bila toiletnya baik tentu akan baik pula isi perusahaan. Tapi entahlah saya malu bertanya pada para tamu tersebut, dikira usil atau lancang orang ke wc ditanyai.

Beda lagi dengan foto-foto saya dapati ketika ditoilet, foto-foto berupa tulisan atau coretan lucu sampai menyeramkan, coretan berupa dukungan maupun cela-an, bahkan toilet menjadi media protes bak media social media, toilet bisa dijadikan menaruh iklan selayaknya media cetak atau elektronik.Orang semakin pintar dan jeli menangkap peluang terutama memanfaatkan toilet umum yang saban harinya didatangi ratusan orang.

Foto di atas adalah peringatan untuk tidak mencorat-coret, namun peringatan malah seperti dijadikan anjuran. Ini menggambarkan kalau orang sekitar kita kalau dilarang malah melanggar dan sebaliknya kalau disuruh malah membangkang. Disamping tulisan ini banyak tulisan yang lebih ndak etis, dengan mencantumkan nomer hp dia mengaku maaf 'gay' yang siap kapan saja dihubungin dengan tarif ekonomi.

Gambar diatas adalah pesan buat presiden Jokowi menjelang pemerintahannya, pemberi pesan menagih janji ketika masa kampanye, pesan saling menumpuki yang kesumuanya mirip pengadilan kepada Jokowi dan para kader PDIP. Ibu Megawati dicap sopirnya sementara Jokowi dilebeli kendaraan yang disetir bu Megawati. Belum lagi kata-kata jorok yang ditujukan pada Rieke Diah Pitalok yang dicap sebagai antek PKI. Tulisan jorok yang mirip pengadilan yang mengadili presiden Jokowi, dan nyaris tidak ada pembelaan dari pendukung Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun