Rasanya baru kemarin saja, Jathilan lanang digantikan oleh penari perempuan. Bagi orang yang lahir setelah tahun 90-an menganggap perubahan itu hanyalah cerita biasa. Namun berbeda secara psikologis bagi yang lahir sebelum tahun 80-an tahu akan proses perubahan. Karena tahun-tahun tersebut munculnya penari Jathilan perempuan dengan berbagai versi alasan.
Nostalgia tersebut kemarin diungkap dalam kirab budaya yang terselenggara dalam rangka peringatan hari jadi kabupaten Ponorogo ke 580.
Awalnya tidak percaya ketika rombongan reyog lewat, di depannya ada dua penari Jathilan lanang dan belakangnya rombongan remaja berkostum ngejreng. Jalannya kewes medoki (mirip perempuan), lenggak-lenggoknya juga medoki. Kostumnya juga ngether (mencolok), persis Jathilan lanang era itu. Lebih gila lagi ketika kedua penari tersebut menggunakan sendal “Lily”, sendal yang juga ngetrend di era tahun-tahun itu. Dulu sendal tersebut sendal legendaris, ada varian 3 warna, hijau, coklat, dan biru.
Pada masa itu jika anak lelaki memakai sendal mely warna biru akan diolok-olok teman-temannya dengan sebutan gemblak. Selain sendal baju lengan panjang warna putih atau mencolok dengan kancing baju paling atas dikancingkan juga diperolok gemblak. Ada lagi aksesoris khas gemblakan yaitu sarung motip Batik dengan dasar putih dan arloji krepyak.
Gemblak menurut pak Nur (guru sejarah) seorang Jathilan lanang (remaja) yang diasuh oleh seorang warok, pembarong, bahkan lelaki kaya masa itu. Diasuh dalam artian asuh lahir batin, maaf karena berhembus ada cerita penyimpangan seksual antara pengasuh terhadap para gemblak.
Ada bermacam-macam versi alasan memelihara gemblak, untuk kesaktian dan pamor warok ataupun pembarong. Kesaktian dan pamornya meningkat, ada alasan sakral di sini. Maka cerita yang berkembang pada masa itu Jathilan Lanang yang digemblak disakralkan, apa permintaannya dipenuhi. Jathilan Lanang adalah anak pilihan, kala itu.
Ada lagi memelihara gemblak melambangkan status sosial, orang dikatakan kaya atau terhormat jika mempunyai gemblak.
Sifat-sifat khas Jathilan Lanang yang digemblak selain dari pakaian dan aksesoris adalah gaya dan tingkah polah yang medoki (mirip-mirip perempuan). Mereka bukan banci meski gayanya seperti banci. Mereka tersinggung bila disebut banci, karena menurut mereka banci itu yang sakit pikirannya. Sedangkan dia karena sejarah, adat, dan sosial ekonomi yang menjadi penyebabnya.
Entahlah....