Â
Ponorogo, 30 Oktober 2015
Hampir tidak percaya kalau Ponorogo masih ada pembatik (perajin batik), karena semenjak 2 pabrik mori (kain bahan batik) gulung tikar para juragan batik juga ikut gulung tikar. Semenjak saat itu masa emas batik Ponorogo jadi tinggal kenangan berupa rumah-rumah besar juragan batik yang berpagar tinggi dengan model yang klasik, jalan-jalan disekitar kota lama yang sampai sekarang menggunakan nama-nama batik seperti sido mukti, sido luhur, parang menang, parang parung, dan 2 pabrik mori yang sekarang kosong ditumbuhi ilalang sampai setinggi manusia.
Beruntung sore tadi ada teman 'beku' menghubungi mengajak ke daerah Kauman Sumoroto (barat kota Ponorogo), katanya ada tamu dari Surabaya yang akan mengunjungi pengrajin batik di Ponorogo. "Memangnya Ponorogo ada pembatik?" tanya saya.
"Lihat saja nanti." kata mas Eko Pinhole teman saya. Sayapun langsung menuju ke Sumoroto tepatnya di depat SMUN 1 Kauman seperti alamat yang diberikan. Sesampai lokasi tampak bus besar parkir didepan rumah yang tidak terlalu besar, terlihat beberapa tamu keluar masuk baik lewat pintu depan dan samping. Nampak pula mas Eko Pinhole sudah jeprat-jepret dan segera saya mohon permisi ikut bergabung.
Tamu pak Guntur adalah para pecinta batik dari Surabaya yang tergabung dalam KIBAS (Komunitas Batik Surabaya), mereka datang berombongan setelah melihat pengrajin sekaligus pengusaha batik di Ponorogo tepatnya mas Soni Batik Lesung. Mas Lintu Tulistyantoro yang kebetulan ketua KIBAS menjelaskan komunitas ini dibentuk untuk meningkatkan mutu batik, meningkatkan kesejahteraan masyarakat batik, dan memasyarakatkan batik di Jawa Timur khususnya. Pada intinya memberikan edukasi, sosialisasi, pelatihan, memfasilitasi pameran, mengadakan diskusi, mencarikan solusi terhadap para pembatik agar terus meningkatkan kreatifitasnya serta terus melestarikan peninggalan yang tak ternilai ini. Anggota KIBAS adalah para pecinta batik, para kolektor batik, pengrajin, desainer, pecinta seni dan siapa saja yang mencintai batik di Jawa Timur, imbuhnya.
Mereka bukan badan dari pemerintah, namun mereka para pecinta batik. Seringkali program mereka tidak sejalan dengan birokrasi pemerintah yang serba ribet, mereka sukarela dalam mengurus batik ini. Mereka sebagian besar para akademisi di perguruan tinggi ternama di Jawa Timur.
"Bulan kemarin kita mengadakan pameran di Tunjugan Plaza Mall, dan sebelum ke sini juga membantu kabupaten Pamekasan dan persiapan pameran." katanya dengan akrab.
Batik Jawa Timur itu karya warna dan unik, sangat berbeda dengan bati Jawa Tengah atau Jogja, motivnya juga unik, dan warna-warna cenderung berani dibanding daerah barat, seperti batik Madura, batik Pacitan mempunyai ke-khasan, jelasnya lagi.