Ponorogo, 9/9/2015
Hampir satu minggu saya dibuat penasaran, oleh sepasang suami istri yang saban hari ketika saya berangkat kerja dan pulang kerja hampir selalu ditengah sawah sedang merumput ini, meski lahan disekitarnya kering dan meranggas namun 2 petak (kedok) sawahnya nampak hijau, dan hanya sebagian yang baru disabitnya terlihat gundul tidak merata.
Dia adalah Jaenuri dan istrinya, dia bertani kangkung sudah hampir 2 tahunan terakhir. Untuk masyarakat Ponorogo menanam kangkung dilahat persawahan (lahan padi) diangap tidak lazim, karena anggapan selama ini lahan persawahan hanya untuk menanam tanaman yang menghasilkan panenan tentang pangan (padi, jagung). Dia menanam dilahan kering ini pun juga baru, dan sebelumnya dia menanam kangkung di sawah lahan basah, sedangkan lahan yang sekarang adalah lahan tadah hujan.
Menurutnya hasil dilahan kering lebih bagus, lebih bersih dan lebih segar, dan bebas dari cacing dan ulat ataupun hama lainya seperti kepiting dan hewat air lainya. Namun kelemahanya kangkung dilahan kering cepat layu, sehingga dia dan istrinya mengakalinya dengan memanen (memrumputinya) saban pagi dan sore. Rumputan pagi dijula siang, dan rumptan sore dijual malam.
Dalam satu lahan dibuat petak-petak yang dia sebutnya dengan gulut, satu gulut ukuran 1 meter memanjang sampai 10-meter. Dan setiap kali panen dia akan merumput 1-3 gulut, dan terus ke gulut selanjutnya.
"Luwih untung niki mas dibanding pantun...." kata pak Jaenuri, lebih untung kangkung dibanding padi. Menurutnya lagi menanam kangkung cuma sekali, dengan bermodal benih kangkung dari pertanian seharga 50 ribu sudah bisa untuk bibit berpetak-petak sawah.
Dia harus menyiapkan lahan mirip menanam bawang merah atau cabai, dan benih kangkung ditebar gulutan itu, saban hari harus disirami dengan selang atau gembor (asal basah) karena jenis kangkungnya jenis kangkung darat yang tidak butuh air banyak, beda dengan kangkung air yang harus selalu terendam air. Dan sekita 20 hari kangkung tersebut sudah bisa dipanen dengan cara dirumputi (menyabit seperti mencari rumput), dia merumputi 1-3 gulut sekali panen. Sehari dia bisa memanen 2 kali yaitu pagi dan sore. Dia sabiti sampai rata tanah (kepras) dari gulut ke gulut. Dan sekitar 5 hari bekas keprasan tersbut sudah muncul tunas baru, dan setelah tumbuh sekitar 1 cm dari permukaan tanah dia kasih pupuk urea, dan dia sirami saban pagi dan sore bersamaan merumputi gulut lainnya.Â
Jadi ketika gulut terakhir sudah dia paneni, gulutan yang dia kepras pertamakali sudah siap dipanen, dan begitu selanjutnya untuk gulutan-gulutan selanjutnya.
Dan bibit cukup sekali saja pada awal menanam, semakin sering dikepars katanya akan semakin banyak tunas atau cabang yang terbentuk.