Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hitam-Putih Kompasianival 2015 dalam Street Photography

21 Desember 2015   06:58 Diperbarui: 21 Desember 2015   12:23 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adzan magrib sayup-sayup terdengar di Mall Gandarai City meski kalah dengan suara keramaian. Hujan rintik membuat stand-stand di halaman terbuka di Gandaria City menjadi sepi. Para pemilik lapak yang sebagian besar both-both peserta Kompasianival 2015 memilih untuk segera menutup dan membereskannya.

Dalam rintik hujan saya masih berkesempatan menarik bangku kayu yang terbuat dari kayu bekas. Saya tarik ke tepi untuk tunaikan kewajiban magrib yang nyaris saja terlewatkan. Tak peduli pandangan orang, karena hampir setengah jam-an saya kesulitan mencari tempat untuk bersujud. Tuhan ada di mana-mana, Tuhan ada di mall, Tuhan ada di keramaian, Tuhan ada di ke-sepian, tinggal bagaimana kita mencari. Bangku reyot seakan tak mau kompromi, selain licin teksturnya yang tipis bisa kapan saja patah karena tak mampu menopang tubuh saya yang semakin gembur di gerimisnya hujan.

Saya kembali bergabung mendekat panggung, meski magrib teman-teman kompasianer masih asyik dengan senam sorenya. Mereka tetap bersemangat. Mall Gandaria mengubah suasana gelap menjadi terang, magrib menjadi siang, sedih menjadi riang. Baju kumal basahnya karena hujan bercampur bau keringat seharian, rambut basah saya sisir memakai jari-jari supaya tidak menghalangi pandangan mata. Saya duduk di pinggir di tembok mirip pagar yang memisahkan keramaian dan derasnya hujan. Saya diam. saya frustasi, hanya satu yang membuat saya engan beranjak, saya menunggu pengumuman, dan terus berandai-andai untuk segera pulang ke kampung halaman. Bayangan saya pada sangarnya pimpinan, saya lari dari pekerjaan meski sudah tercatat di kepanitiaan. Senin pagi aku harus nyampek, tapi bagaimana caranya? Pusing bingung, sementara SMS dari teman team penilai akreditasi tempat kami bekerja sudah berangkat dari Jakarta, Lombok, Semarang, dan Palembang. Sementara yang akan dinilai masih berkumalkan diri di Gandaria.

"Mas wartawan ya....?" saya menggeleng dan tidak menoleh dan tidak menjawab.

"Mas potograper ya....?" tanyanya lagi, saya cuma menggeleng pikiran saya jauh berada di Ponorogo susana kantor yang pasti sudah heboh kedatangan tamu.

"Mas suporter bola ya...," katanya lagi, dan membuat saya menoleh dan menghentikan lamunan, tampak lelaki tinggi kurus, bertopi. Tapi saya masih diem acuh, pikiran masih kacau.

"Maaf saya tinggal dulu, saya mau motret sana-sini, saya mau motret orang yang bersliweran buat street photography...," katanya sambil dia ngeloyor pergi.

Beberapa saat kemudian lelaki kurus tersebut menghilang, dan saya baru sadar dari kata-katanya saya ingat. Itu pasti pancingan buat ngasih identitas pada saya. Konsentrasi mulai pulih kembali, biarlah urusan kantor harus kuhadapai risiko apa pun akan kuhadapi.

Saya berkeliling mencari lelaki yang tidak kuacuhkan tadi. Di kehujanan tak kudapatkan, di keramaian mall tak kutemukan, di hiruk-pikuk panggung juga tak kujumpai. Saya menepi lagi meneruskan strategi lamunan yang belum kelar, sambil mainin shuter kamera asal jepret.

Seorang lelaki bertopi sedang mengutit perempuan berbusana hitam ketat, yang dikutit mirip orang yang kebingungan, nampak resah, entah apa yang bikin dia resah. Di sampingnya perempuan mirip baby sister sedang menuntun gadis cilik yang riang gembira. Lelaki kurus bertopi itu juga mengendap-endap mengikuti perempuan berbusana gelap tersebut. Perempuan itu menepi terlihat ragu mau menyeberang di kehujanan, dia diam mau maju basah tidak maju dikutit orang dikeramaian.

Ingatanku kembali pada lelaki yang mengendap-endap, dia mengatakan suka foto, dia suka motret orang yang jalan, jalan, dia suka street photograpy....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun